ARSIP PRIBADI

Samsuridjal Djauzi

 

Saya menikah dengan seorang duda yang sudah punya anak. Sekarang anak itu telah tumbuh menjadi gadis cantik. Saya mengasuhnya sejak umur 3 tahun. Sebuah pengalaman membanggakan menjadi seorang ibu.

Saya sendiri tidak mempunyai anak kandung dan saya mencintai anak tiri saya seperti anak saya sendiri. Hanya saja, jika saya memberi peringatan atau nasihat, saya sering berpikir apakah saya tidak terlalu keras terhadap anak tiri saya.

Anak saya sekarang berumur 15 tahun dan duduk di kelas II SMU. Dia anak yang cerdas. Sejak sekolah dasar prestasi belajarnya baik. Saya tidak mendapat banyak kesulitan mendidiknya agar belajar sungguh-sungguh. Saya juga mendorongnya mencapai cita-citanya menjadi diplomat.

Anak saya penderita asma sewaktu kecil, tetapi sejak SMP hampir tidak pernah mengalami serangan lagi. Sewaktu SMP dia hanya mengalami nyeri sewaktu haid, terutama pada masa-masa permulaan haid. Sekarang keluhannya sudah berkurang. Anak saya gemar berenang dan musik. Suami saya berpenghasilan cukup dan saya sendiri pengusaha meski hanya berusaha dari rumah. Dalam bidang keuangan anak saya mendapat cukup dukungan.

Meski anak saya tahu bahwa saya bukan ibu kandungnya, dia tetap menyayangi dan menghormati saya. Namun, dia juga ingin tahu tentang ibunya yang meninggal sewaktu dia masih kecil. Meski anak saya aktif dan kelihatan ceria, dia mudah putus asa jika gagal dalam melaksanakan sesuatu. Dia terbiasa berprestasi baik. Jika angkanya di sekolah menurun, dia tampak depresi sehingga saya harus memompa semangatnya.

Pada waktu umur 11 tahun, anak saya mengalami cedera kepala akibat kecelakaan saat naik sepeda di jalan raya. Dia kadang-kadang mengeluh nyeri kepala, namun ketika saya berkonsultasi dengan spesialis neurologi, ternyata tidak ada kelainan.

Belakangan ini, anak saya mulai dekat dengan seorang teman sekolahnya. Konsentrasi belajarnya menurun. Saya mengenal teman dekatnya dan menurut saya anak itu baik. Namun, sebagai ibu, saya khawatir apakah anak saya tidak terlalu muda untuk mempunyai teman dekat. Saya juga mulai khawatir jika dia pulang terlambat.

Sekarang jika malam minggu, dia biasanya baru pulang sekitar pukul 10 malam. Menurut dia, dia bersama teman-teman makan di restoran atau bersama di rumah seorang teman. Dia tak pernah hanya berdua saja dengan teman dekatnya. Saya dulu dididik keras oleh ibu saya, tidak boleh pulang terlambat. Namun, saya ragu untuk menerapkannya kepada putri saya.

Pertanyaan saya pada Dokter adalah bagaimana agar saya dapat mendampingi anak remaja saya agar dia dapat tumbuh menjadi perempuan dewasa yang sehat, baik, dan cerdas. Masalah kesehatan apa saja yang dihadapai oleh remaja? Sejauh mana masalah rokok dan narkoba memengaruhi remaja kita? Terima kasih atas penjelasan Dokter.

S di J

Saya senang membaca pengalaman ibu. Mendampingi remaja putri tentu merupakan kesenangan dan tantangan tersendiri. Banyak remaja putri kita yang masih menghadapi kurang gizi, anemia, penyakit infeksi seperti TBC. Mereka tumbuh dalam keadaan serba kekurangan, pendidikan terbatas, gizi kurang, informasi juga tidak mencukupi. Padahal mereka akan menjadi ibu yang akan mengasuh anak-anaknya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menaruh perhatian terhadap kesehatan remaja ini. Sekitar 1,1 juta remaja berusia 11 tahun sampai 19 tahun meninggal pada tahun 2016. Setiap hari meninggal sekitar 3.000 orang karena penyakit atau masalah kesehatan yang sebenarnya dapat dicegah.

Meski sebagian besar remaja sehat, WHO mencatat beberapa masalah kesehatan yang dihadapi remaja, yaitu kecelakaan, kekerasan, penyakit menular, kehamilan usia dini, kurang gizi, rokok, alkohol dan narkoba, serta kurang olahraga.

Juga tak kalah pentingnya adalah masalah kesehatan remaja. Remaja merasa bingung tubuhnya tumbuh secara cepat, bahkan lebih tinggi dari orangtuanya, namun dia masih harus bergantung dalam banyak hal pada orangtuanya.

Masalah kesehatan remaja sekarang menjadi perhatian profesi kedokteran. Anggapan bahwa usia remaja merupakan kelompok usia yang sehat yang tidak memerlukan kepedulian kita ternyata tidak benar. Meski remaja tampak sehat, berbagai masalah kesehatan harus dihadapinya, baik yang sifatnya fisik maupun mental.

Keluarga adalah tempat berlindung remaja meski kebanyakan remaja akan membagi perasaannya dengan teman sebaya. Karena itu, orangtua harus pandai menjaga komunikasi dengan remaja agar mereka mau membagi kesulitan yang dihadapi dengan orangtuanya.

Kadang-kadang kesulitan yang dihadapi tampak sepele, tetapi bagi remaja merupakan hal penting dan memerlukan penyelesaian segera. Cukup banyak remaja putri yang panik ketika mendapati mukanya banyak jerawat. Dia akan mencoba berbagai pengobatan yang disarankan temannya, padahal jika dia meminta pertolongan dokter kulit, mungkin akan cepat teratasi.

Perilaku remaja akan merupakan masalah sendiri bagi orangtua, terutama bagi orangtua yang pertama kali mempunyai remaja. Seperti ibu, banyak ibu lain yang ragu untuk menerapkan disiplin dan aturan keras bagi anak remajanya.

Memang komunikasi dengan remaja perlu dijaga agar berlangsung baik, namun secara konsisten penegakan disiplin harus ditanamkan. Begitu pula nilai-nilai agama serta budaya juga harus ditanamkan sejak kecil sehingga dapat menjadi kebiasaan hidup remaja.

Banyak ibu yang mengeluh anaknya yang sewaktu kecil lucu dan manis, sewaktu remaja sulit dikendalikan. Adakalanya memang orangtua memerlukan tenaga profesional dalam mendidik anaknya. Jika orangtua merasa persoalan yang dihadapinya sudah di luar kemampuannya, mungkin sebaiknya mencari tenaga profesional seperti pendidik, pakar psikologi, atau psikiater remaja.

Masalah rokok, alkohol, dan narkoba memang harus menjadi perhatian orangtua. Anak-anak secara dini harus memahami bahaya rokok, alkohol, dan narkoba. Sewaktu anak tumbuh, dia akan meniru apa yang dilakukan temannya.

Pengaruh teman sebaya kuat sehingga adakalanya dia melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak disukai, tetapi karena tekanan teman sebaya dilakukannya juga. Orangtua perlu mengetahui dengan siapa anaknya berteman.

Penyebaran narkoba di kalangan remaja kita berjalan cukup cepat. Karena itu, orangtua dan guru harus benar-benar memahami bahaya narkoba. Narkoba dapat mengakibatkan adiksi dan jika remaja sudah mengalami adiksi, upaya untuk merehabilitasinya adakalanya merupakan jalan panjang yang melelahkan.