KOMPAS/YUNIADHI AGUNG (MYE)

Para guru berdedikasi yang mengajar di daerah terluar, terjauh, dan tertinggal mendapat penghargaan dalam puncak peringatan HUT ke-70 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (13/12/2015). 

Ketika diminta mewakili Otoritas Jasa Keuangan atau OJK sebagai narasumber dalam kegiatan pengenalan dana pensiun syariah di sebuah kecamatan di Pemalang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu, penulis teringat memori puluhan tahun silam saat belajar di madrasah diniyah. Terbayang wajah-wajah guru yang ikhlas serta penuh dedikasi dan semangat mengajarkan pengetahuan walaupun mereka tidak mendapatkan bayaran memadai.

Tebersit pertanyaan dalam pikiran, apakah mungkin guru madrasah dapat mengikuti dana pensiun syariah yang mensyaratkan adanya pembayaran iuran program pensiun?

Benar saja, ketika diinformasikan bahwa guru madrasah yang ingin memiliki program pensiun syariah harus membayar iuran, respons pertama guru madrasah bernada pesimistis. "Boro-boro berpikir untuk masa tua, untuk memenuhi kebutuhan hari ini saja masih butuh usaha ekstra," kata mereka.

Respons tersebut tidak berlebihan. Hanya saja, apakah dengan demikian sudah tertutup rapat kemungkinan dana pensiun syariah dipasarkan kepada guru madrasah? Apakah jumlah nominal gaji guru madrasah menjadi satu-satunya faktor penentu keikutsertaan mereka?

Respons para guru madrasah tersebut merupakan sebuah tantangan. Jika pola pikir pesimisme terus dibangun, bagaimana mungkin dana pensiun syariah dapat menjangkau kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang sejatinya sangat membutuhkan program pensiun.

Lalu disampaikanlah cerita pengasuh salah satu pesantren. Konon, seorang pengusaha menugaskan dua pemuda pergi ke negara yang berbeda di Benua Afrika untuk berjualan sepatu. Sebut saja Bagas ditugasi ke negara A dan Bagus ditugasi ke negara Z.

Selang dua hari, Bagas menelepon ke bosnya untuk minta tiket pulang ke Indonesia, dengan alasan tidak cocok berjualan sepatu di negara A karena masyarakat di negeri itu belum ada yang menggunakan sepatu. Pada hari yang sama, Bagus juga menelepon bosnya, meminta tambahan waktu agar sukses memasarkan sepatu di negara Z. Alasan Bagus, masyarakat di negara Z belum ada yang mengenakan sepatu. Ia butuh waktu untuk menjelaskan kepada masyarakat negara Z tentang manfaat dan pentingnya memakai sepatu.

Terinspirasi kisah itu, guru pun bisa termotivasi memiliki program pensiun syariah jika sudah memahami manfaat program pensiun. Oleh karena itu, literasi kepada guru menjadi penentu.

Siapa saja
Sayangnya, belum banyak yang tahu jika program pensiun syariah ini dapat dimiliki oleh siapa saja sebagai bekal masa purnakarya, tidak melulu harus berstatus pegawai negeri. Fakta ini diperkuat oleh hasil survei nasional literasi keuangan yang dilakukan OJK tahun 2016. Berdasarkan survei itu, tidak ada satu responden pun yang mengetahui tentang dana pensiun syariah.

Padahal, masyarakat luas dapat memiliki program pensiun syariah dengan cara melakukan pembayaran iuran pensiun melalui dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) syariah. DPLK syariah ini yang akan mengelola dana milik peserta dan sekaligus membayarkan manfaat pensiun kepada peserta. Besarnya manfaat pensiun yang akan dibayarkan adalah sejumlah akumulasi iuran dan hasil investasinya.

Secara karakter produk, dana pensiun syariah memiliki kemiripan dengan produk tabungan. Dana pensiun syariah memiliki keunggulan dibandingkan dengan produk tabungan pada aspek besaran akumulasi pendanaan karena hasil investasi untuk dana pensiun syariah tidak dikenai pajak.

Hanya saja, program pensiun syariah tidak dapat diambil setiap saat oleh peserta. Dengan karakter seperti ini, seharusnya tidak susah untuk memasarkan dana pensiun syariah.

Bekal penting lain yang memudahkan terbangunnya chemistry dana pensiun syariah dengan guru madrasah adalah tata nilai yang diyakini oleh guru madrasah bahwa agama mengajarkan agar manusia tidak hanya menganggap penting keadaan hari ini saja, tetapi juga menganggap penting persiapan untuk hari depan.

Pendekatan mengenai value dana pensiun syariah sebagai salah satu implementasi ajaran agama ini menjadi faktor penting penerimaan guru madrasah terhadap dana pensiun syariah.

Diskursus mengenai dana pensiun syariah bukanlah merupakan wacana yang utopis karena guru madrasah sudah terbiasa memperbincangkan kehidupan di akhirat yang memiliki dimensi waktu jauh melampaui kehidupan masa purnakarya.

Keamanan dana
Setelah secara fundamental tidak terjadi resistensi dana pensiun syariah pada kalangan guru, faktor kedua yang perlu diurai adalah kekhawatiran masyarakat mengenai keamanan dana yang dibayarkannya kepada dana pensiun syariah.

Hal ini sangat krusial mengingat masih marak kasus penipuan di masyarakat. Entah dalam bentuk money game, investasi bodong, promosi paket umrah dan semacamnya.

Membangun kepercayaan guru madrasah terhadap dana pensiun syariah ini tidak mudah karena sejatinya guru madrasah masih sangat asing dengan istilah dana pensiun syariah. Guru madrasah akan berpikir berulang kali sebelum memutuskan untuk menyerahkan dananya kepada dana pensiun syariah.

Dalam konteks ini, peran OJK sangat krusial untuk memberikan literasi dan edukasi kepada guru madrasah. Terutama mengenai aspek pengawasan terhadap dana pensiun syariah dan aspek perlindungan konsumen.

Guru madrasah perlu mendapatkan penjelasan yang cukup mengenai tata cara pengaduan apabila terdapat peserta yang dirugikan oleh pengelola dana pensiun syariah. Semakin mudah mekanisme pengaduan, guru madrasah akan semakin yakin untuk mengikuti program pensiun syariah.

Setelah kedua hal di atas terbangun dengan baik, faktor ketiga yang akan menjadi faktor penentu adalah model pembayaran iuran.

Mengingat para guru tidak setiap saat memiliki uang lebih, perlu dibuat model pembayaran yang lebih fleksibel, baik model pembayaran secara triwulan maupun model pembayaran secara kolektif melalui organisasi perkumpulan guru madrasah. Dalam hal ini, kreativitas DPLK syariah sangat menentukan model pembayaran iuran terbaik yang dapat dipilih.