Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengabaikan lagi hukum internasional terkait pendudukan Dataran Tinggi Golan, Tepi Barat, dan Jalur Gaza oleh Israel.

Ketiga daerah itu, Dataran Tinggi Golan, Jalur Gaza, dan Tepi Barat, merupakan wilayah negara Palestina. Israel menduduki Dataran Tinggi Golan, Tepi Barat, dan Jalur Gaza pada perang Arab-Israel tahun 1967. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 242 dan 338 menyerukan Israel mundur dari semua wilayah yang diduduki melalui kekuatan militer tersebut.

Sejak saat itu, AS selalu menggunakan istilah pendudukan (occupied) ketika menyebut penguasaan ketiga wilayah itu oleh Israel. Namun, dalam laporan tahunan Departemen Luar Negeri (Deplu) AS tahun 2019 yang dirilis Rabu (13/3/2019), istilah pendudukan itu diganti dengan kalimat "berada di bawah kontrol Israel". Sejak perang 1967, masyarakat internasional terus menolak pendudukan Israel terhadap ketiga daerah itu. Bahkan, Resolusi PBB Nomor 2334 Tahun 2016 menyatakan, aktivitas pembangunan permukiman Yahudi di daerah itu dinyatakan melanggar hukum internasional dan tidak memiliki dasar hukum.

Penghilangan istilah pendudukan itu memperlihatkan kian dekatnya hubungan Israel dan pemerintahan Trump. Kebijakan AS di Timur Tengah sejak di bawah Trump seolah tak memperhitungkan isu perdamaian Palestina. Di awal ia berkuasa, Trump melontarkan keinginan memindahkan kantor Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Jerusalem, yang sudah dilaksanakan pada Mei 2018.

"Membaca Laporan Hak Asasi Manusia Departemen Luar Negeri AS, sangat jelas pemerintahan Trump mengarahkan semua cabang pemerintah untuk menutupi pendudukan Israel dan pelanggaran HAM Israel yang merajalela," ujar Hanan Ashrawi, anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Kebijakan AS itu tak hanya membuat perdamaian semakin sulit terwujud, tetapi kini pasti lebih sulit lagi. Penyelesaian perdamaian dengan mengakui keberadaan negara Palestina dan Israel yang digagas PBB kian jauh dari kenyataan. Palestina tentu tak mau kehilangan Tepi Barat dan Jalur Gaza serta Suriah tidak mau kehilangan Dataran Tinggi Golan.

"Ini bukan masalah hak asasi manusia dan itu tidak berarti bahwa kebijakan kami berubah. Kami memutuskan untuk tidak menggunakan istilah itu dalam laporan karena itu bukan terminologi hak asasi dan itu sangat mengganggu," ujar Michael Kozak, Juru Bicara Deplu AS.