Di tengah munculnya kekhawatiran terhadap kekuatan kohesi masyarakat, daya tahan Indonesia meningkat, menurut Indeks Negara Rentan.
Peringkat Indonesia dalam Fragile States Index (Indeks Negara Rentan/INR) tahun 2019 membaik, menjadi 70,4 dari nilai tahun 2018 sebesar 72,3. Semakin besar nilai indeks, berarti negara itu semakin rentan. Indeks yang dikeluarkan lembaga nirlaba Fund for Peace ini mengukur 12 indikator yang dibagi ke dalam empat kelompok indikator.
Kelompok indikator kohesi mengukur, antara lain, keamanan negara: siapa mengontrol aparat keamanan serta hubungan antara keamanan dan kewarganegaraan; pengelompokan berdasarkan suku, etnis, dan agama, juga para elite masyarakat; serta fragmentasi di antara kelompok-kelompok di masyarakat, terutama yang berbasis ciri sosial atau politik, akses terhadap layanan dan sumber daya yang tersedia, serta inklusi ke dalam proses politik.
Kelompok ekonomi mengukur penurunan ekonomi anggota masyarakat, ketimpangan kesejahteraan, dan keluarnya anggota masyarakat dari suatu negara. Kelompok politik mengukur legitimasi negara, layanan publik, serta hak asasi manusia dan penegakan hukum. Sedangkan kelompok sosial mengukur tekanan demografis, pengungsi di dalam dan luar wilayah negara, serta intervensi pihak luar.
Dari 12 indikator, skor Indonesia naik—yang artinya kerentanan meningkat—pada kelompok indikator kohesi, yaitu fragmentasi elite dan ketidakpuasan (grievance) kelompok-kelompok di masyarakat serta pada kelompok indikator sosial, yaitu tekanan demografis.
Indeks ini mengingatkan ada pekerjaan rumah bersama untuk menjaga ketahanan negara. Indeks ini sekaligus mengajak kita semua, terutama para elite negara, bekerja bersama memperbaiki akses masyarakat secara adil terhadap sumber daya ekonomi dan sosial serta meningkatkan partisipasi warga di dalam proses politik.
Kita telah melalui tahap pemungutan suara Pemilu 2019 dan secara de facto merasakan ada pengelompokan cukup nyata di masyarakat akibat pilihan politik.
Apabila kita percaya pada Indeks Negara Rentan, menarik mengikuti pandangan ekonom Raghuram Rajan dalam The Third Pillar (2019). Mantan Gubernur Bank Sentral India dan Direktur Riset Dana Moneter Internasional itu berpendapat, agar masyarakat hidup sejahtera dan merasa bahagia, perlu keseimbangan di antara tiga pilar, yaitu negara, pasar, dan komunitas. Komunitas, yaitu kelompok sosial di dalam suatu lingkungan tertentu di dalam negara yang kadang memiliki warisan budaya dan sejarah yang sama.
Melihat kondisi masyarakat global, termasuk Indonesia, menghadapi serbuan ekonomi pasar bebas yang diamplifikasi secara digital, memperkuat komunitas dengan mendorong menemukan nilai-nilai bersama untuk menangkal pengaruh buruk, mulai dari berita bohong hingga aparat pemerintah yang nakal, dapat meningkatkan ketahanan negara. Apalagi, sebagian besar masyarakat kita masih mengandalkan hubungan yang erat di dalam komunitasnya.
Kompas, 29 April 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar