Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 07 Juni 2019

INDUSTRI DIGITAL: ”Influencer” Tak Lagi Bebas dari Jerat Hukum (ANDREAS MARYOTO)

KOMPAS/ILHAM KHOIRI
Andreas Maryoto, wartawan senior Kompas

Seorang yang berpengaruh di media sosial (influencer) bernama Sophie Hinchliffe diperiksa oleh  otoritas pengatur periklanan Inggris (Advertising Standards Authority/ASA). Ia yang memiliki 2,5 juta pengikut di akun media sosialnya ini diduga tidak membuka secara jelas kemungkinan ada pesan iklan dan kemungkinan dia dibayar di salah satu unggahannya.

Beberapa media Inggris, seperti The Guardian dan The Independent, memberitakan setidaknya ada tiga orang  yang melaporkan unggahan Sophie yang lebih dikenal dengan nama Mrs Hinch di media sosial terkait dengan unggahan tips kebersihan. Di dalam unggahan itu ia menyebut produk Flash dan Febreze yang keduanya dibuat oleh Procter & Gamble. Mereka yang melaporkan menduga Sophie menerima sejumlah uang dari unggahan ini.

Masalah muncul karena berdasarkan aturan setempat, mereka yang menjadiinfluencer harus secara jelas dan tegas menyatakan bahwa mereka dibayar atau mendapatkan sesuatu ketika mempromosikan, membahas, dan berbincang tentang sebuah produk di media sosial. Adalah tindakan ilegal apabila mereka mengunggah material seperti itu tanpa membuat pernyataan bahwa mereka menerima pembayaran atau barang dari pihak ketiga.

GETTY IMAGES NORTH AMERICA / AFP/JUSTIN SULLIVAN
Seorang yang berpengaruh di media sosial (influencer) tak bisa sembarangan mempromosikan sebuah produk. Di Inggris, seorang influencer bisa terkena kasus hukum jika tidak secara tegas menyatakan bahwa mereka dibayar terkait unggahannya.

ASA menyebutkan, terdapat ratusaninfluencer yang melanggar aturan, tetapi sejauh ini hanya diberi saran dan nasihat agar mereka menaati aturan dan bekerja dalam koridor hukum yang berlaku. Hal yang sama juga diberikan kepada Sophie. Ia sendiri mengakui masalah ini dan belajar banyak tentang konten yang termasuk dalam kategori promosi dan tidak. Ia mengatakan akan lebih berhati-hati dengan unggahannya.‎

Bahwa tindakan-tindakan itu tergolong ilegal sebenarnya dipahami banyak kalangan, tetapi mereka kadang mencuri-curi agar konten seperti itu lolos ke media sosial. Pasalnya pernyataan bahwa konten itu dibayar perusahaan tertentu akan mengurangi minat orang untuk membaca atau memperhatikan konten tersebut.

Sebuah riset menyebutkan, pernyataan seperti itu mengurangi paparan ke calon konsumen dan juga penjualan sebuah produk sekitar 5 persen. Tegasnya, orang cenderung tidak membeli ketika ada pernyataan bahwainfluencer dibayar untuk mengunggah material tertentu.

Sebuah konten pemasaran akan makin banyak dilihat ketika tidak ada pesan vulgar tentang produk itu. Publik cenderung menerima materi yang tersamar, memberi informasi, dan memperkaya pandangan mereka meski kadang disponsori oleh perusahaan tertentu.

Baca juga: Mal Baru Bernama Instagram

Otoritas dan publik Inggris memiliki perhatian tinggi terhadap masalah ini karena influencer sangat memengaruhi calon konsumen untuk membeli sebuah produk. Mereka memiliki dampak yang kuat bagi calon pembeli ketika mereka mempromosikan sebuah produk.

Oleh karena itu, ASA dan The Competition and Markets Authority telah membuat panduan untuk parainfluencer pada tahun lalu. Sejumlahinfluencer mendukung upaya itu dan berkomitmen untuk menaatinya.

Kompas, 6 Juni 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger