ARSIP PRIBADI

Prita H. Ghozie

Pertengahan tahun adalah momen penting bagi banyak orangtua yang anaknya memasuki jenjang pendidikan baru. Meskipun kebutuhannya sudah diketahui secara pasti saat anak lahir, kenyataannya masih banyak orangtua yang kelimpungan mempersiapkan dana saat tagihan pembayaran jatuh tempo. Dengan demikian, mempersiapkan investasi untuk dana pendidikan anak penting untuk dilakukan dalam perencanaan keluarga.

Faktor utama yang membuatnya semakin penting adalah kenaikan biaya pendidikan bisa jadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi bahan kebutuhan pokok. Besaran kenaikan dalam biaya pendidikan tinggi memang sangat bervariasi, bergantung pada jenis sekolah yang dipilih. Ambil contoh saja sekolah dasar nasional plus di bilangan Ragunan, Jakarta. Saat anak memasuki sekolah dasar pada 2011, orangtua harus membayar uang pangkal Rp 49 juta. Sementara saat anak kedua memasuki sekolah yang sama tahun 2014, orangtua harus membayar uang pangkal Rp 54 juta. Kesimpulannya, uang pangkal saja sudah naik 10 persen selama tiga tahun.

Berita baiknya, dalam hal pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, orangtua masih memiliki pilihan sekolah negeri. Secara umum, sekolah negeri tidak mengenakan biaya pendidikan, tetapi diperbolehkan melakukan penggalangan dana berupa sumbangan pendidikan, bantuan pendidikan, dan bukan pungutan.

Faktor berikutnya adalah kesalahan dalam memilih instrumen investasi untuk perencanaan dana pendidikan anak. Pahami bahwa instrumen investasi memiliki hasil imbal balik yang berbeda-beda sesuai dengan jangka waktu. Kebutuhan untuk investasi jangka pendek tentunya berbeda dengan jangka panjang. Pertimbangan antara potensi mendapatkan hasil yang maksimal, potensi risiko investasi, dan jumlah nilai investasi sesuai dengan kemampuan harus menjadi pertimbangan.

Kesalahan yang sering terjadi adalah instrumen investasi yang seharusnya diperuntukkan bagi investasi jangka pendek ternyata ditujukan untuk kebutuhan jangka panjang. Sebaliknya, karena merasa kepepet untuk tujuan jangka pendek, orangtua memilih investasi yang sangat agresif. Akibatnya hasil yang didapatkan tidak maksimal, malah tidak mendekati target. Dalam survei yang dilakukan oleh tabloid ekonomi dan bisnis tahun 2014, ternyata 90 persen dari orangtua di Indonesia telah mencoba mempersiapkan dana pendidikan untuk anaknya.

Urutan teratas yang dipilih oleh orangtua adalah asuransi pendidikan, kemudian diikuti dengan tabungan, emas, properti, dan reksa dana. Namun, usaha keras ini mungkin tidak akan bisa mencapai tujuannya. Mengapa demikian?
Contoh kejadian di masyarakat adalah pemilihan instrumen keuangan untuk dana pendidikan universitas 10 tahun mendatang. Banyak orangtua menggunakan tabungan untuk mencapai hasil dalam jangka panjang. Padahal, dengan potensi imbal hasil hanya setara atau bahkan di bawah inflasi, maka kemungkinan target dana tercapai di masa depan akan semakin kecil.

Untuk mengantisipasi risiko kegagalan dalam perencanaan, berikut ini langkah yang dapat ditempuh. Pertama membuat prioritas perencanaan dana pendidikan anak. Saat anak mulai memasuki usia sekolah, maka orangtua akan berinvestasi untuk dana pendidikan berikutnya serta membayar biaya sekolah bulanan. Fokus utama orangtua sebaiknya untuk memenuhi kebutuhan biaya pendaftaran, tes, dan uang pangkal. Adapun biaya sekolah bulanan dapat dialokasikan dari penghasilan bulanan.

Kedua menghitung berapa dana pendidikan yang harus disiapkan sejak saat ini. Semakin dini orangtua mempersiapkan dana pendidikan anak, maka akan semakin kecil dana investasi yang dibutuhkan. Asumsi kenaikan biaya pendidikan secara umum dapat menggunakan rata-rata 10 persen per tahun. Idealnya, besaran dana yang bisa dialokasikan untuk investasi dana pendidikan anak sebaiknya minimal 10 persen dari penghasilan bulanan orangtua.

Ketiga memilih instrumen keuangan yang tepat untuk berinvestasi. Untuk setiap kebutuhan jenjang pendidikan, dipersiapkan instrumen yang berbeda, yaitu tabungan dan investasi. Sebagai contoh, saat ini anak berusia 1 tahun. Untuk kebutuhan playgroup dan taman kanak-kanak (TK), karena jangka waktunya pendek, pilihlah investasi dengan risiko rendah seperti tabungan pendidikan atau reksa dana pasar uang.

Untuk uang pangkal SD, boleh dipilih berinvestasi di logam mulia jika orangtua berprofil konservatif atau reksa dana campuran yang moderat bagi orangtua yang sudah lebih paham tentang pasar modal. Untuk jenjang SMP hingga masuk perguruan tinggi, berinvestasi di produk yang cukup agresif seperti reksa dana campuran agresif, reksa dana saham, atau di saham biasa adalah hal yang bijaksana. Memang lebih berisiko, tetapi memiliki potensi imbal hasil minimal 10 persen per tahun.

Selama masa perencanaan dana pendidikan masa depan, setiap orangtua yang masih berusia produktif sebaiknya tidak lupa untuk membeli asuransi jiwa. Dengan demikian, jika terjadi risiko kematian bagi pencari penghasilan, maka dana investasi akan tergantikan dengan uang pertanggungan asuransi jiwa.