Namun, dana yang didapatkan partai politik dari negara tahun 2019 dan 2020 sudah lebih jelas. Seperti diberitakan, 10 parpol pemilik kursi DPR, tahun ini, akan memperoleh bantuan pemerintah Rp 121,92 miliar. Tahun depan, bantuan itu bertambah sekitar Rp 4,45 miliar (Kompas, 21/6/2019).

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Deretan bendera partai politik peserta Pemilu Serentak 2019 menghiasi jalan layang di kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (7/4/2019). Pemilu Serentak membuat kinerja partai politik tidak maksimal untuk mengenalkan kadernya dalam pemilu legislatif, karena disibukkan upaya pemenangan capres-cawapres yang diusung atau didukung partai politik. Ini membuat gaung pemilu legislatif kalah pamor jika dibandingkan dengan pemilu presiden.

Kenaikan dana bantuan pemerintah, yang dianggarkan pada APBN, tak tampak besar. Namun, jika membandingkan jumlah partai yang bisa menempatkan wakilnya di DPR periode 2019-2024 lebih sedikit ketimbang periode 2014-2019, kenaikan itu tentu terasa tinggi. Sepuluh partai menempatkan kadernya di parlemen periode 2014-2019. Pemilu 2019, dengan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4 persen, lebih tinggi daripada Pemilu 2014, menghasilkan 9 parpol di Dewan. Kursi di DPR periode 2019-2024 sebanyak 575, lebih banyak ketimbang periode sebelumnya, yaitu 560 kursi.

Dana bantuan untuk parpol berpotensi bertambah karena masih akan dibahas bersama pemerintah dan DPR. Parlemen adalah kumpulan wakil partai yang tentunya berkepentingan dengan bantuan dari negara. Bantuan untuk parpol diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik, sebesar Rp 1.000 per suara hasil pemilu legislatif. Bantuan itu mengacu pada perolehan suara Pemilu Legislatif 2014. Untuk bantuan tahun 2020, tentu akan mengacu hasil Pemilu 2019.

Jajak pendapat Kompas, Februari lalu, memperlihatkan tak banyak rakyat bersedia membantu keuangan partai. Parpol bergantung pada bantuan pemerintah serta sumbangan dari anggota yang menjadi pejabat, wakil rakyat, atau sumbangan pihak lain yang tak mengikat. Akibatnya, korupsi membelit partai dan kadernya. Kalau melihat situasi ini dan posisi partai sebagai institusi yang amat penting dalam demokrasi, bantuan keuangan dari pemerintah memang pantas diberikan.

Namun, jika melihat kinerja DPR selama ini, rasanya tidak rela uang negara, yang diperoleh dengan memungut pajak dari rakyat dan usaha lain, diberikan kepada partai. Apalagi, anggota DPR/DPRD adalah profesi yang paling banyak terjerat korupsi sepanjang 2004-2018, yaitu 247 orang. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada periode itu mencatat ada 998 orang, beragam profesi yang terbelit korupsi, dan yang terbanyak adalah wakil rakyat.

Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia mencatat, DPR periode 2019-2024 didominasi wajah baru, sekitar 65 persen, meski 94 anggota lama kembali mencalonkan diri. Wajah baru di Senayan itu memberikan harapan baru akan kinerja Dewan yang lebih baik. Namun, mereka perlu dipersiapkan.

Bantuan bagi parpol bisa diarahkan untuk mempersiapkan wakil rakyat secara lebih baik. Partai perlu mengumumkan program penguatan kadernya di DPR/DPRD. Jika itu terjadi, tentu rakyat rela uangnya dipakai untuk melahirkan wakil rakyat yang lebih berkualitas dan berkinerja lebih baik.