Mursi adalah presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis lewat pemilihan umum. Setelah meraih gelar doktor dari Amerika Serikat pada 1985, Mursi kembali ke Mesir dan mengajar di Universitas Zagazig, Mesir. Sejak itulah Mursi bergabung dengan Ikhwanul Muslimin (IM) yang sekarang ditetapkan sebagai organisasi terlarang.

Mursi terpilih sebagai anggota parlemen Mesir tahun 2000-2005 mewakili Zagazig. Mursi pun maju dari Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) yang berafiliasi dengan IM dan terpilih pada Pemilu 2012, pemilu pertama setelah rezim Hosni Mubarak tumbang.

Kematiannya akan membuat tekanan internasional kepada Pemerintah Mesir terkait hak asasi manusia meningkat. IM menggambarkan kematian Mursi sebagai "pembunuhan" dan menyerukan massa berkumpul pada pemakamannya di Mesir dan di luar kedutaan besar Mesir di seluruh dunia.

Mursi menjalani hukuman 20 tahun karena tuduhan membunuh demonstran selama demonstrasi pada 2012 dan hukuman seumur hidup karena spionase dalam kasus yang berkaitan dengan Qatar. Dia telah membantah tuduhan itu.

Mursi menderita diabetes dan tekanan darah tinggi serta dirawat di rumah sakit (RS) swasta dan RS polisi di Kairo. "Kami memandikan jenazahnya di RS Penjara Tora, menshalatkan di sana, dan menguburkannya di kompleks pemakaman Nasr City, Kairo," ujar Ahmed Mursi, anak Mursi.

Ucapan belasungkawa datang dari pemimpin negara di kawasan, seperti Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, dan dari pemimpin Hamas Palestina. "Mursi adalah martir," kata Erdogan.

Setelah terpilih, Mursi berjanji membawa agenda Islam moderat agar Mesir masuk ke era baru demokrasi, antara lain ditandai keterbukaan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Namun, pada praktiknya, Mursi mengasingkan ribuan orang dan menuduhnya merampas kekuasaan, memaksakan Islam konservatif, dan salah mengelola ekonomi.

Inilah yang membuat Mursi selalu didemo hingga akhirnya militer kembali masuk ke politik. Menjabat menteri pertahanan di era Mursi, Jenderal Abdel Fatah el-Sisi melakukan kudeta, yang diawali dengan menunjuk Adly Mansour sebagai pejabat presiden sementara. Sejak itu, 3 Juli 2013, militer berkuasa di Mesir. El-Sisi membuat konstitusi baru dan referendum akan digelar untuk meminta persetujuan rakyat Mesir agar dirinya bisa berkuasa hingga 2030. Di sisi lain, oposisi utama FJP kehilangan tokoh yang disegani.