AFP/WILLIAM WEST

Dua sapi berada di area peternakan pada lahan pertanian yang dilanda kekeringan di dekat Armidale, Negara Bagian New South Wales, Australia, 16 Agustus 2019.

Kekeringan yang melanda Australia merupakan yang terburuk dalam sejarah negara itu. Ancaman terjadinya kelangkaan air semakin nyata.

Menghadapi musim panas pada Desember mendatang, wilayah timur Australia, khususnya di Negara Bagian Queensland dan New South Wales, mengalami kekeringan yang parah. Air kini menjadi barang berharga, sampai-sampai muncul kasus-kasus pencurian air di sana.

Risiko kekeringan yang dialami warga Australia dijuluki sebagai"Day Zero". Istilah itu terkait kebijakan di Cape Town, Afrika Selatan, yang sejak 2018 mengalami kekeringan hebat sehingga warga dijatah dalam pemakaian air sampai sekarang, yaitu 50 liter per hari. "Day Zero" secara harfiah merupakan kondisi di mana aliran air ke keran-keran di seluruh kota mati. Australia saat ini menghadapi risiko itu.

Para ahli di Australia secara intens terus melakukan penelitian terhadap pola iklim yang berubah drastis. Menurut laporan 9news.com.au, kekeringan yang terjadi antara 2001-2009 (millennium drought) menyebabkan kehancuran di wilayah tenggara sampai barat daya Australia, yang ditandai dengan gagal panen yang meluas, kematian ternak, badai debu, dan kebakaran semak.

Fenomena lain yang muncul adalah temperatur udara yang terus meningkat, yang dampaknya adalah mempercepat penguapan air sehingga lahan menjadi semakin kering dan hewan-hewan ternak semakin cepat kehausan, sementara cadangan air terus menipis. Sejak 2016 curah hujan di wilayah itu bukan saja makin berkurang, bahkan berhenti.

Tak ada yang menyangkal bahwa fenomena itu terkait dengan perubahan iklim. Oleh karena itu, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana komitmen Pemerintah Australia dalam memerangi pemanasan global melalui upaya pengurangan emisi gas rumah kaca.

Pada 2016 Australia memutuskan menandatangani Kesepakatan Iklim Paris. Kesepakatan itu merupakan upaya 170 negara untuk memerangi pemanasan global. Australia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebanyak 26-28 persen dari level karbon pada tahun 2005. Target itu akan dicapai selambatnya sampai dengan tahun 2030. Para pengamat menilai upaya yang dilakukan Australia sudah berjalan di jalurnya.

Meski demikian, Australia merupakan salah satu negara penyumbang terbesar karbon dioksida di dunia, di mana setiap warganya berkontribusi sekitar 18,3 ton CO2 per tahun. Penyebabnya antara lain negara ini masih mengandalkan perekonomiannya pada produksi batubara. Konsumsi energi terbesar di Australia didominasi oleh batubara, padahal batubara merupakan penyumbang terbesar untuk pemanasan global selain bahan bakar fosil.