Pertarungan dimulai saat parlemen mulai bersidang, Selasa (3/9/2019), ketika aliansi kubu oposisi yang terdiri dari 21 pembangkang Partai Konservatif bersama Partai Buruh, Partai Liberal Demokrat, Partai Nasional Skotlandia menghadang rencana Brexit tanpa kesepakatan lewat voting. Hasilnya, 328 suara menolak Brexit tanpa kesepakatan, 301 suara setuju.
Voting ini menjadi dramatis karena sebelumnya Johnson mengultimatum akan memecat anggota Konservatif yang menentang keputusan partai. Namun, ancaman itu tak menghentikan langkah 21 anggota partai yang merasa kepentingan negara lebih besar daripada kepentingan partai dan karier pribadi. Di antara para pembangkang ini terdapat cucu pahlawan perang Inggris Winston Churchill, Nicholas Soames, yang menjadi anggota parlemen sejak 1997, juga sederet nama penting lain yang pernah menjadi anggota kabinet.
Johnson langsung meluncurkan manuver yang telah disiapkan. Ia mengusulkan opsi percepatan pemilu pada 15 Oktober, dua hari menjelang KTT Uni Eropa dan dua pekan menjelang tenggat Brexit berakhir pada 31 Oktober.
Untuk bisa melaksanakan percepatan pemilu, Johnson membutuhkan dukungan dua pertiga anggota parlemen atau 434 suara. Setelah 21 anggota Konservatif dipecat (mereka tetap menjadi anggota parlemen, tetapi tak beraliansi dengan Konservatif atau Buruh), jumlah kursi Konservatif plus Partai DUP tinggal 299 kursi. Artinya, Johnson butuh dukungan oposisi. Alhasil, pada voting yang dilakukan Rabu (4/9) malam, hanya 298 suara yang mendukung percepatan pemilu 15 Oktober, jauh dari batas minimal yang dibutuhkan.
Sikap Partai Buruh jelas, mereka akan mendukung percepatan pemilu jika RUU Menolak Brexit Tanpa Kesepakatan disahkan menjadi UU. Kubu oposisi yakin, jika usulan RUU percepatan pemilu disetujui, PM Johnson akan menunda realisasinya sampai melewati tenggat Brexit. Artinya, Inggris tetap keluar dari UE tanpa kesepakatan sebelum pelaksanaan pemilu. Oleh karena itu, oposisi akan mengupayakan segala cara agar RUU itu bisa segera diundangkan.
Persoalannya, saat ini RUU ini telah lolos di tingkat majelis rendah (House of Commons), dan kini sedang dibahas di majelis tinggi (House of Lords), dan kemudian disahkan di majelis rendah kembali. Dalam kondisi genting seperti sekarang, manuver sekecil apa pun akan berpengaruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar