Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 28 November 2019

TAJUK RENCANA: Anak Jalanan Juga Warga Negara (Kompas)


KOMPAS/RIZA FATHONI

Anak-anak di bawah umur mengamen di persimpangan lampu merah di kawasan Gelora, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2019). Sejumlah anak-anak telah lama menjadi korban eksploitasi kaum dewasa untuk bekerja hingga larut malam dengan mengamen hingga berjualan di pinggir jalan. Perlu penanganan secara menyeluruh dari sejumlah pemangku kepentingan untuk mengatasi fenomena ini.

Anak jalanan seperti fenomena gunung es, yang tidak tercatat jauh lebih besar dari yang tampak di permukaan. Mereka juga warga negara yang harus diurus.

Harian Kompas membuat laporan mengenai anak jalanan yang belum mendapatkan perhatian penuh dari negara. Data Kementerian Sosial menunjukkan, hingga tahun 2018 jumlah anak jalanan di beberapa kota besar ada 12.000 orang.

Provinsi dengan jumlah anak jalanan terbesar adalah Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. Mereka terutama berada di kota-kota besar, dengan kemiskinan dan perkampungan kumuh ikut mewarnai.

Menelusuri kehidupan anak jalanan, kita akan menemukan kehidupan anak-anak yang rentan dan telah mengalami kekerasan fisik, psikologis, ekonomi, dan seksual.

Ada banyak hal menyebabkan anak-anak lari dari rumah dan keluarga, memilih menghabiskan waktu di jalanan untuk bekerja atau hidup menggelandang di jalanan. Mereka juga dapat bersama keluarganya hidup di jalanan.

Kemiskinan dan suasana rumah yang tidak mendukung beraktivitas dengan tenang menyebabkan anak meninggalkan rumah. Ada anak yang bekerja di jalan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya, yaitu makan, dan membantu ekonomi keluarga. Ada juga anak yang dipaksa orangtuanya bekerja di jalanan karena orangtuanya menganggur atau tidak memiliki pekerjaan tetap.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Seorang anak jalanan mencari uang dengan berpose menjadi patung di depan Stasiun Tebet, Jakarta Timur, Jumat (22/11/2019)

Negara wajib mengurus fakir miskin dan anak telantar, seperti amanat Pasal 34 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah sudah berupaya mengurus anak jalanan, tetapi umumnya belum menyentuh kebutuhan dasar mereka.

Mengadakan rumah singgah tidak selalu menjadi jalan keluar. Anak-anak yang terbiasa hidup di jalanan tidak serta-merta dapat hidup dalam lingkungan yang mengajarkan ketertiban dan disiplin.

Di tengah kampanye pemerintah meningkatkan kualitas manusia melalui perbaikan infrastruktur sosial, yaitu pendidikan, kesehatan, dan pangan seimbang, anak-anak jalanan memerlukan penanganan khusus.

Karena itu, kita angkat topi terhadap Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Dia menangani anak jalanan bukan hanya karena tanggung jawab sebagai wali kota, tetapi karena welas asih dan perhatian tulus pada masa depan anak-anak tersebut dengan keyakinan setiap anak memiliki kelebihan dan potensi tumbuh menjadi manusia seutuhnya.

Meski bukan satu-satunya hal yang mendorong anak berada di jalanan, kemiskinan menjadi faktor penting penyebab sehingga mengatasi kemiskinan harus terus dilakukan. Dan, kepala daerah sangat berperan memberantas kemiskinan.

Memberantas kemiskinan dapat dimulai dengan memberi identitas kartu tanda penduduk dan sertifikat kelahiran kepada anak jalanan dan orangtuanya agar mereka mendapat layanan negara, mulai dari pendidikan gratis, kesehatan, hingga pangan seimbang. Layanan itu menjadi hak anak-anak tersebut karena mereka juga warga negara.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Seorang anak dengan naik gerobak, diajak memulung di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (23/11/2019).

Kompas, 28 November 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger