Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 05 Desember 2019

INDUSTRI DIGITAL: Pertarungan Sistem Pembayaran di 2020 (ANDREAS MARYOTO)

KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Andreas Maryoto, wartawan senior Kompas

Berbagai analisis mengenai tren industri digital pada tahun 2020 telah bermunculan. Tentu saja banyak prediksi yang muncul secara global.

Salah satunya, tren membangun sistem pembayaran di berbagai platform diperkirakan akan meningkat. Tak sedikit pula mengarah ke kompetisi untuk mendapatkan pasar di tengah kemungkinan merger dan akuisisi perusahaan sistem pembayaran yang bisa berpengaruh ke pasar di Tanah Air.

Secara global, tren pembangunan sistem pembayaran makin kencang dilakukan. Facebook telah membangun Facebook Pay dan Whatsapp membangun Whatsapp Pay. Jauh sebelumnya, Uber juga telah membangun Uber Pay. Agak unik, mereka terlambat membangun sistem pembayaran dibanding perusahaan teknologi dan usaha rintisan di Asia yang telah lama membangun sistem pembayaran seperi di China dan Indonesia.

Saat ini, kita kerap melihat persaingan antara GoPay, Ovo, LinkAja, dan Dana dalam menawarkan sistem pembayaran di berbagai tempat. Mungkin kelak kita akan melihat penawaran yang lain semisal dari WhatsApp Pay atau sistem pembayaran yang lain.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Pengusana ultra mikro menerima pembayaran dengan GoPay dalam acara peluncuran ekosistem digital pembiayaan ultra mikro di Jakarta, Selasa (11/12/2018). Guna memudahkan pemantauan pinjaman dan mengurangi penggunaan uang tunai, pemerintah bekerja sama dengan lembaga yang bergerak dalam bidang digital payment, seperti, T-cash, T-money, dan GoPay untuk penyaluran bantuan kepada pengusana ultra mikro atau UMi.

Whatsapp Pay tengah dikaji di India dan Indonesia. Langkah di India lebih maju karena telah mendapat persetujuan dari berbagai lembaga setempat. Mereka melakukan riset dan uji coba di kedua negara itu kemungkinan karena pasarnya sangat besar. Literasi keuangan yang minim menjadi ceruk yang bisa dimasuki ketika aplikasi percakapan sudah dikenal banyak orang.

Semula, sistem pembayaran Whatsapp Pay akan diluncurkan akhir tahun ini, tetapi kemungkinan mundur tahun depan. Berbeda dengan India yang mandiri, penerapan Whatsapp Pay di Indonesia mungkin akan menggandeng sistem pembayaran yang sudah ada karena aturan yang tergolong sulit dan ketat. Di dalam negeri dikabarkan ada usaha rintisan berbasis aplikasi percakapan yang juga tengah mengembangkan sitem pembayaran, mirip dengan WeChat.

Demikian pula Facebook Pay yang diluncurkan bulan lalu di Amerika Serikat. Rupanya mereka lebih mengarah ke remitansi para pekerja-pekerja migran. Kesulitan-kesulitan dalam mengirim uang menjadi peluang bagi Facebook untuk menggarap pasar ini. Facebook Pay menjanjikan kemudahan untuk transaksi pengiriman uang dari para pekerja ke keluarga mereka. Meski demikian, sepertinya itu target antara saja.

Mereka ingin membangun sistem pembayaran yang juga dikaitkan dengan berbagai laman dagang di Facebook. Dalam jangka panjang, mereka ingin memperbesar transaksi di dalam ekosistem Facebook sehingga cita-cita lebih besar, yaitu penggunaan mata uang Libra, bisa dilakukan.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Petugas melayani nasabah yang hendak menambah jumlah saldo uang elektroniknya di gerai Ovo di Jakarta, Jumat (29/11/2019). Perusahaan penyelenggara uang elektronik berlomba-lomba menawarkan cashback untuk menarik minat pengguna baru serta meningkatkan nilai transaksi. Menurut data Bank Indonesia, sebanyak 28 perusahaan penerbit uang elektronik yang terdaftar.

Dalam beberapa bulan ke depan, Facebook, Whatsapp, dan Instagram akan merapikan sistem pembayaran di ketiga aplikasi itu sehingga sangat mungkin mereka akan masuk ke dalam bisnis e-dagang langsung.

Kabar lainnya yang selama ini sudah beredar di dalam negeri adalah Grab, perusahaan teknologi berbasis layanan transportasi, membeli Ovo dan Dana. Keduanya dikabarkan akan dimerger untuk memperkuat sistem pembayaran di bawah Grab sehingga bisa bersaing dengan GoPay.

GoPay sendiri sekarang lebih banyak meningkatkan layanan ke konsumen. Pengalaman konsumen berupa mudah digunakan dan aman akan terus ditingkatkan di tengah persaingan yang mengandalkan strategi "bakar duit".

Studi terbaru lembaga Deloitte menyebutkan bahwa tahun 2020 merupakan tahun pertaruhan besar bagi sistem pembayaran. Mereka menyatakan bahwa industri sistem pembayaran akan memperlebar pasar dan mengidentifikasi kemungkinan pendapatan baru. Salah satu yang menantang adalah transakasi antarnegara. Oleh karena itu, Deloitte melihat ada potensi besar dilakukan kolaborasi antarpenyelenggara sistem pembayaran untuk menggarap pasar yang belum masuk ke dalam sistem pembayaran mereka.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Karyawan memperlihatkan laman LinkAja pada telepon seluler di kantor LinkAja di kawasan Sudirman Central Bussines District (SCBD), Jakarta, Kamis (11/4/2019). LinkAja adalah penggabungan pengelolaan uang elektronik berbasis server yang dikeluarkan sejumlah perusahaan BUMN.

Meski banyak prediksi berkait dengan tren sistem pembayaran 2020, Deloitte tetap melihat pengalaman konsumen dan kenyamanan dalam transaksi tetap menjadi kunci kesuksesan industri sistem pembayaran. Penggunaan teknologi diharapkan makin membuat konsumen merasa nyaman dan aman.

Bank sentral pun mulai terlihat cenderung memfasilitasi perkembangan sistem pembayaran ini. Bank Sentral Amerika Serikat, misalnya, telah mengumumkan aturan baru yang mempercepat pembayaran. Bank Sentral China malah telah berencana mengizinkan tujuh lembaga sebagai lembaga distribusi mata uang kripto.

Kompas, 5 Desember 2019


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger