Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 07 Februari 2020

Perlu Diantisipasi, Perlambatan Ekonomi Akibat Virus Korona (BANU ASTONO)


DIDIE SW

Banu Astono, wartawan harian Kompas tahun 1991-2019.

Terhitung sejak 30 Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi menyatakan virus korona sebagai darurat internasional. Virus ini dinilai telah menjadi ancaman serius dalam kesehatan publik global dan WHO menyiapkan langkah penanganan lebih lanjut.

Menurut Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, putusan itu diambil setelah melakukan sidang Komisi Darurat–sebuah panel para ahli independen di tengah meningkatnya bukti penyebaran virus ke 18 negara. Komite sepakat bahwa kasus penyebaran virus korona sudah  memenuhi kriteria darurat kesehatan publik.

Berdasarkan data WHO per 3 Februari 2020, penyebaran virus korona tipe baru 2019-nCOV yang terdeteksi positif mencapai 17.391 kasus di 24 negara. Sebanyak 17.238 kasus terjadi di China. Rinciannya, 2.296 orang mengalami gangguan kesehatan serius, 361 orang meninggal, dan sisanya positif terjangkit virus.

Sedikit berbeda, laporan Komisi Kesehatan Nasional China (China's National Health Commission) menyebut, di negara itu ada tambahan korban meninggal sebanyak 57 orang dan 2.829 orang lagi terinfeksi virus. Dengan demikian, jumlah korban positif terpapar virus sebanyak 17.205 orang.

Di luar China, kasus telah merebak ke 23 negara dengan 153 kasus dan 1 orang meninggal. Tiga negara yang melaporkan kasus positif terpapar virus korona satu kasus di  Finlandia, India, dan Filipina dengan keseluruhan kasus memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan.

Beberapa negara melaporkan penambahan kasus, yakni Vietnam, India, Amerika Serikat, dan Jerman. Negara lainnya jumlahnya tetap. Sebagian besar memiliki riwayat perjalanan ke China.

AFP/STR

Para pekerja menyiapkan tempat tidur di pusat pameran yang diubah menjadi rumah sakit di Wuhan, Hubei, China, Selasa (4/2/2020). Pemerintah setempat berencana mengubah tiga tempat lain, termasuk gimnasium, menjadi rumah sakit untuk menerima pasien gejala ringan untuk penyakit akibat virus korona baru.

Dampak bagi Indonesia

Perkembangan  virus korona yang kian serius mendorong pemerintah melakukan langkah antisipasi. Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Minggu (2/2/2020), di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, menegaskan, terhitung sejak Rabu (5/2/2020) pukul 00.00, menutup penerbangan langsung dari dan ke China. Pemerintah Indonesia juga mencabut sementara fasilitas bebas visa dari China.

Hal ini diperkirakan bisa membawa dampak pada kinerja pariwisata. Berkaca pada wabah SARS-CoV dan MERS-CoV yang pernah terjadi pada 2002, virus korona yang lebih masif dan cepat penyebarannya dipastikan berdampak pada perekonomian global, termasuk pariwisata.

Indonesia mulai merasakannya. Indikasinya, Asita Bali melaporkan, sekitar 3.400 turis asal China batal berwisata ke Bali. Manajer Area Manado Lion Air Group Irwan mengatakan, mulai Februari 2020, penerbangan langsung dari delapan kota di China ke Manado akan dihentikan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sebanyak 1,919 juta turis asal China berkunjung ke Indonesia pada Januari-November 2019. Jumlah ini sekitar 12,87 persen dari 14,915 juta wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia pada periode tersebut. Meski trennya menurun, tetapi masih ada indikasi positif dan ini harus diupayakan agar tidak menjadi negatif.

Data BPS melaporkan, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia Oktober 2019 naik 4,86 persen dibandingkan jumlah kunjungan pada Oktober 2018. Namun, jika angka ini dibandingkan dengan September 2019, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada Oktober 2019 turun 3,28 persen.

 

Pengetatan lalu lintas barang

Berkaitan dengan perkembangan dan pengumuman "Darurat Kesehatan Global", Kementerian Pertanian memperketat impor produk pertanian asal China. Langkah ini dilakukan oleh pemerintah untuk mengantisipasi masuknya penyebaran virus dengan melakukan kehati-hatian atau antisipasi. Kementan menegaskan, sampai akhir Januari belum ditemukan adanya komoditas impor asal China yang terkontaminasi virus korona.

Namun, mengantisipasi hal yang lebih buruk, Senin (3/2/2020), Menteri Pertanian Agus Suparmanto, saat berada di  Pasar Senen, Jakarta Pusat, menegaskan, membatasi impor sejumlah barang konsumsi dari China. Langkah ini diambil untuk mengantisipasi penyebaran virus korona. Sebab, dengan kondisi yang tidak menentu seperti saat ini dan adanya korban meninggal, selain yang terinfeksi terus bertambah, maka langkah yang paling efektif adalah membatasi impor dari negara asal virus.

Kekhawatiran serius

Melihat perkembangan epidemi virus korona, pemerintah terus memonitor dan mewaspadai perkembangan penyebaran virus. Wabah ini dapat mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi China sehingga harus diantisipasi spill over(perembesan) ke dalam negeri. Oleh sebab itu, jika kondisi itu terjadi, akan berpotensi menekan permintaan China terhadap ekspor Indonesia.

Berdasarkan data BPS, ekspor nonmigas Indonesia ke China pada 2019 mencapai 25,852 miliar dollar AS atau 16,68 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia. Sementara impor nonmigas Indonesia dari China pada 2019 senilai 44,578 miliar dollar AS atau 29,95 persen dari total impor nonmigas Indonesia.

Oleh sebab itu, wajar jika pemerintah khawatir virus korona akan memengaruhi realisasi investasi dari China ke Indonesia. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan, realisasi investasi China di Indonesia Januari-September 2019 mencapai 3,313 miliar dollar AS untuk 1.619 proyek. Nilai investasi itu merupakan yang kedua terbesar setelah Singapura.

Selain itu, kekhawatiran investor akan perlambatan kian menguat karena kasus ini mengingatkan kembali akan dampak dari virus SARS, 17 tahun silam. Kebijakan China memperpanjang libur Imlek hingga 2 Februari 2020 dipastikan mengganggu kegiatan produksi barang. Kekhawatiran ini semakin serius karena Suzhou, kota industri utama seperti Wuhan di dekat Shanghai, memperpanjang liburan hingga 8 Februari, sehingga jika pabrik di China tertatih-tatih, dunia akan terdampak.

Indonesia mandiri

Tanpa menghilangkan rasa solider dan simpati soal epidemi, Pemerintah Indonesia saatnya mengantisipasi kemungkinan terjadinya perlambatan ekonomi. Langkah yang diambil, menyiapkan sektor industri dalam negeri mana yang sangat mungkin ditingkatkan kinerjanya. Dengan cara memanfaatkan nilai tambah yang masih mungkin dari berbagai komoditas mentah, yang selama ini diekspor ke China dalam bentuk gelondongan atau curah.

Memanfaatkan komoditas agroindustri mentah, bahan baku penolong, ataupun produk manufaktur lainnya dioptimalkan untuk produk dalam negeri. Dengan demikian, tidak saja akan ada nilai tambah dan kemungkinan masuknya beberapa negara investor non-China ke Indonesia, tetapi juga peluang substitusi impor produk agroindustri, khususnya buah-buahan.

Pelemahan ekonomi karena melorotnya impor bahan baku dan penolong dari "Negeri Panda", serta terkuncinya ekspor mentah Indonesia ke China bisa diatasi. Dengan demikian, tekanan pada neraca perdagangan bisa dikurangi. Sementara beberapa produk manufaktur dari sektor industri yang tak mampu bersaing karena produk impor, baik legal maupun ilegal dari China ke pasar domestik, bisa dikurangi.

Pada waktu yang sama, pemerintah berpeluang memandirikan ekonomi sektor UKM, UMKM, dan koperasi agar kembali bergairah untuk berbisnis atau menjalankan roda industri. Selain itu, produk manufaktur makanan dan buah lokal bisa mengganti buah impor jeruk dan apel dari China.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Pedagang buah memilah jeruk impor dari China sebelum dibawa ke Rangkasbitung, Banten, di Stasiun Palmerah, Jakarta, Rabu (19/6/2013).

Menurut data BPS, beberapa komoditas impor yang naik adalah apel dan jeruk dari China. Impor terbesar pada November 2019 dari tiga negara, yakni China, Jepang, dan Thailand. Impor buah-buahan dari China pada bulan lalu tercatat sebesar 134,42 juta dollar AS. Angka impor itu naik jika dibandingkan dengan Oktober 2019 yang hanya 90,34 juta dollar AS. Angka impor ini juga naik jika dibandingkan dengan November 2018 sebesar 64,17 juta dollar AS.

Langkah taktis yang harus dilakukan adalah mendorong semua pihak terkait, khususnya komisi di DPR yang membidangi industri, perdagangan, dan pembangunan, agar segera melakukan rapat kerja dengan mitra terkait. Komisi terkait di DPR bisa mengusulkan insentif dan langkah perbaikan iklim usaha, penguatan sektor perdagangan, produksi, energi, dan investasi sebaik dan setepat mungkin.

Pada saat yang sama, DPR mendorong pemerintah dan lembaga terkait untuk merancang cara menarik wisatawan Nusantara agar lebih kuat lagi melakukan perjalanan domestik. Dengan demikian, destinasi wisata domestik bangkit, okupansi maskapai penerbangan meningkat, dan industri UKM bergairah karena kembali hidup sebagai pusat kuliner dan oleh-oleh.

Kompas, 5 Februari 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger