Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 08 Juni 2020

Normal Baru, Maknanya bagi Perempuan (NINUK M PAMBUDY)


ARSIP KOMPAS

Redaktur Senior Kompas, Ninuk M Pambudy

Pemerintah mendefinisikan situasi normal baru akibat pandemi virus korona Covid-19 sebagai "produktif dan aman". Pemerintah akan melonggarkan bertahap pembatasan sosial berskala besar sesuai status penularan baru virus mengikuti situasi tiap wilayah. Apa artinya untuk perempuan?

Pemerintah secara bertahap akan mulai melonggarkan pembatasan sosial bersakala besar setelah meredanya penularan baru virus Covid-19. Jakarta adalah salah satu wilayah yang mempersiapkan diri untuk mulai melonggarkan pembatasan sosial. Kegiatan di ruang publik untuk bidang-bidang tertentu akan kembali dibolehkan setelah evaluasi menyeluruh selesai.

Salah satu alasan pemerintah mulai mempersiapkan pelonggaran bertahap pembatasan sosial adalah agar roda ekonomi dapat segera bergerak. Alasan lain, manusia adalah makhluk sosial, bertemu dan berkomunikasi tatap muka langsung sudah menjadi bagian evolusi manusia selama lebih dari tiga juta tahun. Membatasi manusia terus-menerus terkungkung di dalam rumah untuk waktu panjang melawan proses evolusi tersebut.

Pandemi akibat Covid-19 telah mengubah banyak hal, termasuk cara bekerja. Orang dipaksa bekerja dari rumah, tetapi sebagian besar pekerjaan yang tersedia di Indonesia tidak dapat dikerjakan dari rumah.

HUMAS PEMKOT SURABAYA

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, di sela-sela waktu luang di Balai Kota Surabaya, Rabu (6/5/2020), sedang menghubungi warga Surabaya yang terpapar virus korona agar optimistis bisa segera pulih.

Bagi perempuan, tantangannya menjadi berganda. Sebagai pekerja, harus tetap produktif dalam pekerjaan. Sebagai perempuan, terutama yang telah berkeluarga dan memiliki anak, konstruksi sosial di masyarakat menuntut perempuan juga mengurus rumah, anak, dan kerabat.

Jam kerja perempuan bertambah panjang. Namun, pekerjaan merawat anggota keluarga serta mengurus rumah tangga dianggap sebagai kewajiban yang sudah seharusnya bagi perempuan dan karenanya tidak pernah dihitung nilai ekonominya. Situasi ini membuat posisi perempuan menjadi rentan karena anggapan perempuan tidak memberi sumbangan pada ekonomi keluarga ketika yang dihargai adalah nilai moneter.

Sebagian pasangan muda sudah dapat menerima bahwa tanggung jawab mengurus anak dan rumah tangga tidak tabu lagi dikerjakan bersama oleh laki-laki. Meski demikian, situasi menjadi tidak mudah ketika pilihan yang tersedia tidak banyak.

Dampak ekonomi pada perempuan akibat pandemi sangat besar dan akan memengaruhi proses pemulihan ekonomi perempuan, keluarga, dan perekonomian nasional. Perempuan banyak bekerja di bidang jasa, manufaktur padat karya, dan bidang produksi lain yang paling terdampak oleh pandemi, seperti bisnis eceran, garmen, rokok, alas kaki, industri pariwisata seperti hotel dan restoran, pendidikan, bahkan pertanian dan perikanan.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Penjahit menyelesaikan pengerjaan masker kain untuk Gerakan Sejuta Masker Kain di Tanah Baru, Bogor Utara, Kota Bogor, Senin (6/4/2020).

Feminisasi kerja

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, sejak kasus pertama Covid-19 ditemukan di Indonesia, hingga akhir April lalu ada lebih dari dua juta pekerja dirumahkan atau diberhentikan dari pekerjaan (PHK) hingga 2 Juni 2020. Jika penyebaran virus meluas, akan ada tambahan pengangguran 5,23 juta orang. Sementara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebut, dari jumlah mereka yang dirumahkan atau PHK, 30 persen adalah perempuan.

Meskipun pemerintah menginginkan pengusaha tidak memberhentikan pekerjanya dengan imbalan memberi insentif keringanan pengembalian kredit dan pajak, sulit membayangkan pemutusan hubungan kerja tidak terjadi setelah tiga bulan kegiatan usaha praktis berhenti.

Krisis akibat pandemi Covid-19 mengenai semua orang dan bidang tanpa pandang bulu. Dalam situasi seperti ini, posisi perempuan semakin rentan. Apalagi perempuan memiliki beragam latar belakang sehingga selain memiliki kebutuhan umum khas perempuan, seperti akses pada kesehatan reproduksi, juga memiliki kebutuhan yang tergantung dari latar belakang sosial, ekonomi, dan politik.

Perempuan berada pada bidang pekerjaan dengan penghasilan lebih rendah dari laki-laki. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan, tahun 2019 proporsi laki-laki manajer adalah 69,37 persen dan sisanya perempuan. Laporan BPS "Keadaan Perempuan Indonesia Februari 2019" memperlihatkan, di perdesaan dan perkotaan makin rendah upah, makin besar jumlah perempuan pekerja.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Awak Suroboyo Bus dengan menggunakan kebaya bersiap untuk bertugas di Terminal Bungurasih, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (21/4/2020).

Pekerjaan berupah Rp 200.000 atu kurang per bulan diisi 517.225 perempuan dan 261.023 laki-laki. Pekerjaan berupah di atas Rp 2 juta diisi oleh 8.367.763 perempuan, sedangkan laki-laki ada 23.156.515 orang atau 2,77 kali dari perempuan.

Apabila harus memilih salah satu bekerja dan yang lain mengurus rumah, rumah tangga rasional akan memilih yang berpenghasilan lebih tinggi tetap bekerja dan yang lain tinggal di rumah mengurus keluarga. Situasi ini menimbulkan ketergantungan ekonomi perempuan pada pasangan. Selain itu, jika lama meninggalkan lapangan pekerjaan, peluang perempuan untuk kembali bekerja semakin kecil.

Situasi lain yang dihadapi perempuan adalah bekerja di bidang yang tidak disentuh laki-laki, biasanya karena upahnya kecil dan membutuhkan keterampilan rendah. Feminisasi pekerjaan ini telah terjadi ketika ekonomi Indonesia tumbuh.

Situasi lain yang dihadapi perempuan adalah bekerja di bidang yang tidak disentuh laki-laki, biasanya karena upah kecil dan membutuhkan keterampilan rendah.

Feminisasi pekerjaan menyebabkan posisi perempuan lebih rentan. Karena laki-laki kehilangan pekerjaan, perempuan pada kelompok sosial-ekonomi rentan terpaksa melakukan pekerjaan yang dapat membawa perempuan pergi jauh dari rumah. Misalnya, menjadi pekerja rumah tangga yang dapat membawa jauh dari Indonesia. Atau, menjadi pedagang mikro.

KOMPAS/KHAERUDIN

Para pekerja PT Freeport Indonesia yang mayoritas perempuan menjadi operator loaderjarak jauh di ruang operator Minegem Tambangdeep ore zone (DOZ) di lantai 1 OB 4 CIP MP 72, Tembagapura, Papua, Jumat (17/8/2018).

Pedagang sayur keliling seperti Kasiyem di Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, harus kulak sayur ke pasar untuk dijajakan keliling di kompleks perumahan. Suaminya pekerja serabutan, kehilangan pekerjaan akibat pandemi.

Era baru, pendekatan baru

Forum Ekonomi Dunia (WEF), lembaga internasional berisikan para pemimpin pemerintahan, bisnis, dan organisasi nonpemerintah, menggagas pendekatan baru untuk keluar dari tekanan pandemi Covid-19. Dalam pertemuan awal tahun 2021, WEF mengangkat tema "The Great Rest".

Topik yang akan dibahas, antara lain, komitmen bersama untuk membangun fondasi ekonomi dan sistem sosial untuk masa depan yang lebih adil, berkelanjutan, dan liat. Fondasi itu mensyaratkan kesepakatan sosial yang berpusat pada harkat manusia, keadilan sosial. Kemajuan bidang sosial tidak boleh tertinggal dari pembangunan ekonomi.

Walakin, untuk mencapai masyarakat yang lebih berkeadilan, berkelanjutan, dan liat di masa depan, ada lagi satu syarat yang harus dipenuhi, yaitu tidak boleh ada satu pun anggota masyarakat tertinggal ketika menyusun pranata baru sosial dan ekonomi. Perempuan tidak boleh tertinggal, apalagi ditinggal.

Lies Marcoes Natsir, pendiri lembaga kajian Islam dan jender Rumah Kitab, mengatakan, menyelesaikan ketimpangan jender pertama-tama harus ada pengakuan dari negara dan masyarakat bahwa ada kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam akses dan pemanfaatan sumber daya di masyarakat.

KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO

Para pekerja industri plasma wig dan bulu mata di Desa Bojanegara, Kecamatan Padamara, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (28/9/2018), sedang menyelesaikan kerajinan bulu mata pesanan salah satu pabrik.

Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut, bahkan sebelum ada pandemi Covid-19, banyak tempat kerja melakukan diskriminasi berbasis jender, terutama pada perempuan. Diskriminasi itu menguat saat krisis akibat pandemi Covid-19, terutama pada perempuan hamil dan perempuan dengan anak kecil, yang dipaksa keluar dari tempat kerja.

Banyak pengusaha menolak mengakomodasi permintaan karyawan bekerja paruh waktu setelah kembali bekerja, terutama perempuan, misalnya dari cuti hamil, meskipun ada kewajiban hukum dari pengusaha untuk tetap mempekerjakan. Pekerjaan paruh waktu sering kali tidak didukung pengusaha karena dinilai merugikan perusahaan atau mengurangi keuntungan potensial yang bisa diraih perusahaan.

Pandemi Covid-19 akan mengubah situasi tersebut. Perusahaan besar seperti Twitter sudah menetapkan semua karyawan boleh bekerja secara fleksibel dari mana pun. Unilever Indonesia telah memberlakukan model kerja fleksibel jauh sebelum ada pandemi. Perusahaan ini juga menyediakan ruang penitipan anak di kantor pusat bagi karyawan yang pekerjaannya mengharuskan hadir di kantor.

Unilever Indonesia telah memberlakukan model kerja fleksibel jauh sebelum ada pandemi.

Sebuah BUMN besar, Perusahaan Listrik Negara, menemukan, selama periode bekerja dari rumah karyawan yang memang sejak sebelum pandemi sudah produktif, produktivitasnya tidak berkurang karena bekerja dalam waktu dan tempat yang fleksibel.

Indonesia membutuhkan semua sumber daya manusianya untuk menggerakkan segera kegiatan ekonomi tanpa mengorbankan kesehatan. Yang dapat dilakukan adalah meningkatkan partisipasi dan produktivitas angkatan kerja. Itu artinya perempuan harus diikutsertakan. Caranya, membuat perempuan nyaman dan dan aman memasuki dunia kerja.

Waktu dan tempat bekerja yang luwes akan membuat laki-laki dan perempuan dapat bersama-sama mengatur waktu kerja mereka. Banyak kajian akademis menunjukkan waktu dan jam kerja yang luwes dengan berorientasi hasil menghasilkan produktivitas lebih baik. Selain itu, partisipasi perempuan yang lebih tinggi tidak hanya menaikkan partisipasi, tetapi juga mendiversifikasi lapangan kerja yang akan meningkatkan produktivitas secara nasional.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Peserta aksi membentangkan poster protes dalam aksi damai memperingati Hari Perempuan Sedunia 2020 bersama Aliansi Gerakan Perempuan Anti Kekerasan (Gerak Perempuan) di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (8/3/2020).

McKinsey Global Institute dalam laporan Mei 2018 mengenai kesetaraan jender di Asia Pasifik dengan fokus Indonesia menyebut, skor ketimpangan jender di tempat kerja kita masih tinggi. Dari skor 0 (sangat timpang) hingga 1 (ketimpangan rendah), skor untuk jasa dan faktor pengungkit serta keamanan fisik 0,88 dan 0,82 (medium), skor untuk posisi hukum dan politik 0,37 (sangat timpang), dan skor ketimpangan di tempat kerja 0,52 (tinggi).

Menghilangkan kesenjangan jender tidak mudah, tetapi hambatan untuk membuat perempuan aman dan nyaman bekerja di sektor-sektor ekonomi bisa diupayakan. Dalam situasi kenormalan baru, misalnya, akan sangat menolong jika tersedia angkutan umum dan tempat penitipan anak yang aman dari penularan Covid-19, serta memberikan promosi meskipun waktu dan tempat bekerja luwes.

Perempuan tidak hanya ada di kota dan memiliki kemampuan bekerja dari rumah. Ketua Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) Nani Zulminarni mengingatkan, bantuan pemerintah sering tumpang tindih, tidak sinkron, dan tidak jarang asal-asalan. Bantuan Kartu Prakerja, contohnya, tidak berdasarkan penilaian matang dan sangat bias perkotaan. Padahal, separuh penduduk ada di perdesaan. Perempuan yang memiliki fungsi reproduksinya juga belum terakomodasi.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Sejumlah pekerja menyelesaikan pengerjaan kain tenun Siak di tempat pembuatan tenun Mekar Permai di Jalan Indragiri, Kota Siak Sri Inderapura, Kabupaten Siak, Riau, Jumat (27/12/2019).

Apabila perempuan dapat memasuki tempat kerja tanpa hambatan, McKinsey menghitung akan ada tambahan 135 miliar dollar AS terhadap ekonomi Indonesia pada 2025, naik 9 persen dibandingkan dengan tidak melakukan apa-apa.

Indonesia memiliki sejumlah keunggulan, antara lain pendidikan untuk anak perempuan hampir sama baik dengan untuk anak laki-laki. Yang diperlukan adalah mendorong lagi kewirausahaan perempuan yang sekarang sudah tumbuh serta mendorong perempuan memasuki dunia kerja dengan memberi kemudahan. Untuk masyarakat yang memiliki ketahanan lebih baik, tidak boleh ada satu pun yang tertinggal

Kompas, 8 Juni 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger