Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 08 Juni 2020

ULAS BAHASA: Memperdebatkan ”Normal Baru” (NUR ADJI)


KOMPAS/SRI REJEKI

Beberapa frasa yang muncul sebagai padanan frasa dalam bahasa Inggris, new normal.

Setelah mudik dan pulang kampung, Presiden Joko Widodo melontarkan istilah lama tapi baru: new normal.

Namun, jika mudik dan pulang kampung kemudian ramai diperbincangkan karena warganet tidak setuju dengan makna kedua kata itu yang menurut Pak Jokowi berbeda, istilah new normal ramai dibicarakan lebih karena warganet belum menemukan padanan yang pas untuk frasa yang oleh Pak Jokowi dimaknai sebagai 'tatanan kehidupan baru' tersebut.

Benarkah padanan yang diajukan Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat (15/5/2020) itu sehingga Presiden tidak dipersoalkan warganet?

Kenapa warganet justru mempersoalkan padanan harfiah, yang hanya berupa pembalikan dari struktur MD (new normal) ke DM (normal baru) sesuai dengan struktur bahasa Indonesia?

Lalu, apakah kenormalan baru yang dibakukan Badan Bahasa dapat dijadikan rujukan?

ANTARA/SIGID KURNIAWAN

Presiden Joko Widodo mengambil cairan pembersih tangan, disaksikan Mensesneg Pratikno saat meninjau kesiapan penerapan prosedur normal baru di Masjid Baiturrahim, Kompleks Istana, Jakarta, Kamis (4/6/2020).

Jenis frasa

Berdasarkan kelas kata yang menjadi penamaan frasa bahasa Indonesia, kita mengenal antara lain frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektival, dan frasa adverbial.

Frasa nominal adalah gabungan dua kata atau lebih yang unsur intinya berupa kata benda (nomina). Contoh:hari Senin, bulan Syawal, lahir batin, hak dan kewajiban, bendera negara Timor Leste.

Frasa verbal adalah gabungan dua kata atau lebih yang unsur intinya berupa kata kerja (verba). Contoh: tetap bertahan, berbuat baik, makan minum, sedang tidur, akan pergi ke pasar.

Frasa adjektival adalah gabungan dua kata atau lebih yang unsur intinya berupa kata sifat (adjektiva). Contoh:kursi tua, guru cantik, sangat baik, pintar sekali.

Adapun frasa adverbial adalah gabungan dua kata atau lebih yang unsur intinya berupa kata keterangan (adverbia). Contoh: kurang lebih, lebih baik, kurang dari, tidak kurang.

Dalam banyak kasus, frasa bahasa Indonesia berpola nomina + adjektiva. Itulah sebabnya, Badan Bahasa menyebut bentuk yang tepat adalahkenormalan baru sebagai padanannew normalKenormalan yang merupakan nomina diterangkan oleh kata baru yang merupakan adjektiva.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Foto dari udara, jemaah sedang melaksanakan shalat Jumat di luar Masjid Agung Al-Barkah, Kelurahan Marga Jaya, Bekasi Selatan Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (5/6/2020). Shalat digelar dengan menerapkan protokol kesehatan. Di masa transisi normal baru, jemaah dibatasi 300 orang dari warga sekitar.

Dengan kata lain, bentuk normal baruialah bentuk yang tidak tepat. Ketidaktepatan itu disebabkan kedua kata pembentuk frasa itu berkategori adjektiva.

Menurut Badan Bahasa, kata normalsampai saat ini masih berkategori adjektiva. Belum ada kata normal yang berkategori nomina seperti dalam bahasa rujukannya, Inggris.

"Maka, kita bentuk adjektiva normalmenjadi nomina dengan penambahan konfiks di depan dan di belakang, yakni ke- + -an, menjadi kenormalan," kata Pemimpin Redaksi KBBI Dora Amalia (detik.com, 28 Mei 2020).‎

Dalam kenyataannya, selainkenormalan baru, pengguna bahasa juga memakai istilah lain untuk menggantikan new normal. Pak Jokowi, misalnya, menggunakantatanan kehidupan baru.

Ridwan Kamil di Jawa Barat menggunakan istilah adaptasi kehidupan baru. Beberapa media massa dan penulis opini malah memilih normal baru, alih-alih mempertahankan new normal, yang lebih simpel.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Umat Kristen saat mengikuti ibadah kebaktian di Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Jalan Pajajaran, Sukasari, Bogor, Jawa Barat, yang menerapkan protokol jarak untuk tempat duduk, Sabtu (6/6/2020). Tempat ibadah diizinkan kembali melaksanakan kegiatan peribadatan di masa transisi dari pembatasan sosial berskala besar menuju normal baru.

Pembentukan istilah

Kita mengenal setidaknya ada empat cara pembentukan istilah, yakni dengan penerjemahan (market analysis menjadi analisis market), penyerapan (internet tetap internet), gabungan penerjemahan dan penyerapan (simple table menjaditabel sederhana), dan perekaciptaan istilah (survive menjadi sintas).

Khusus yang terakhir, survive menjadisintas, diusulkan oleh seorang pakar bidang biologi (Mien A. Rifai) pada tahun 1996. Kata ini mengambil pola suka kata terakhir bahasa Indonesia yang mengandung gugus konsonan dan vokal –ntas. Kata dengan –ntastersebut mengandung makna 'keberhasilan upaya mengatasi hambatan', seperti pada kata pintas, tuntas, pantas, atau rantas.‎

Dalam upaya mencari padanansurvive, Mien sebagai pereka cipta beranggapan bahwa ada kesejajaran huruf s pada awal kata seperti dalam kata survive. Maka, muncullah katasintas (Meity Taqdir Qodratillah, Tata Istilah, 2016).

Cara analogi yang dikemukakan Mien A. Rifai itu jangan-jangan dilakukan pengguna bahasa yang memilihnormal baru sebagai padanan new normal. Bedanya, jika Mien beranalogi di tingkat kata, pengguna bahasa beranalogi di tingkat frasa. Bahwa bentuk normal baru tidak sesuai dengan pola frasa bahasa Indonesia seperti yang sudah diutarakan di atas, hal itu sudah jelas.

Namun, ada beberapa contoh frasa yang sejenis dengan itu. Kita mengenal frasa milenial baruetnis baru, ataulansia sehat, misalnya. "Frasa adjektival" ini tidak pernah dipersoalkan pengguna bahasa.

Bahkan, dulu kita kerap menemukan frasa nominal BBM naik, atau BBM turun, sebuah frasa yang keliru karena yang naik atau turun sesungguhnya adalah harganya, bukan BBM-nya.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Petugas menunggu pembeli di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) 31.129.02 di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (2/7/2018). PT Pertamina (Persero) menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax Rp 600, menjadi Rp 9.500 per liter, di Jawa dan Bali per 1 Juli 2018.

Dengan demikian, seharusnya bentuk yang tepat adalah harga BBM naikatau harga BBM turun. Faktanya,BBM naik atau BBM turun selalu muncul dalam penggunaan bahasa. Apakah itu menandakan bentuk ini berterima?

Unsur pembentuk frasa milenial baru, etnis baru, dan lansia sehat ialah adjektiva. Sama seperti harga yang dilesapkan pada BBM naik atau BBM turun, bisa jadi unsur inti dari ketiga frasa di atas juga dilesapkan. Unsur inti tersebut berupa nomina, misalnya saja generasi (milenial baru),kelompok (etnis baru), dan warga (lansia sehat).

Penambahan kata generasi, kelompok, dan warga menyebabkan frasa tersebut menjadi frasa yang utuh. Dengan kata lain, frasa ini memenuhi syarat pola frasa bahasa Indonesia yang berunsur nomina + adjektiva:generasi milenial barukelompok etnis baru, dan warga lansia sehat.‎

Selain itu, maknanya pun lebih jelas.Baru, misalnya, menjelaskan frasagenerasi milenial dan kelompok etnis, sedangkan sehat menjelaskan warga lansia.

Meski demikian, jika mengikuti pola penambahan dengan konfiks ke- + -an, agar sesuai dengan pola frasa bahasa Indonesia, frasa yang terbentuk berbeda maknanya.

Misalnya, keetnisan baru, kemilenialan baru, dan kelansiaan sehat. Makna yang  timbul bukan 'individu atau kumpulan orang', seperti pada milenial baru, etnis baru, danlansia sehat, melainkan 'perihal etnis', 'perihal milenial', dan 'perihal warga'.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Warga lansia mendatangi kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk mengurus kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el), Rabu (3/6/2020). Pelayanan untuk perekaman KTP-el dan pencetakan kartu keluarga kembali dibuka dengan menerapkan protokol kesehatan ketat.

Makna 'perihal' itu pun muncul padakenormalan yang menjadi inti dari frasa kenormalan baru, 'perihal normal' atau 'keadaan normal'.

Data dengan pola adjektiva + adjektiva sebetulnya ditemukan dalam bahasa Indonesia, misalnya cantik jelita ataucerdas cermat. Namun, apakah ini sama dengan normal baru, perlu ditelaah lebih jauh, khususnya terkait dengan maknanya.

Melihat pola yang dipakai Mien A. Rifai, normal baru beranalogi denganetnis barumilenial baru, atau lansia sehat yang dilesapkan nominanya.‎

Pada frasa tersebut sesungguhnya dapat ditambahi, misalnya, kata era, masakondisi, dan sebagainya, yang berkategori nomina (era normal baru,masa normal baru, atau kondisi normal baru).

Contoh frasa seperti ini, baik dengan maupun tidak ditambahi era, masa,atau kondisi, dapat atau banyak kita temukan jika kita meramban di dunia maya.

Selain itu, jika kata normal suatu ketika bertambah kategori menjadi nomina, seperti bahasa rujukannya, Inggris, bukan tidak mungkin frasanormal baru akan diterima sebagai frasa yang sesuai dengan pola frasa bahasa Indonesia.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Pedagang sayuran di Pasar Sukasari, Kota Bogor, mengenakan pelindung wajah saat berjualan untuk mengikuti protokol kesehatan dalam masa normal baru.

Hal itu bisa saja terjadi mengingat katamilenial yang adjektiva kini pun sudah bertambah kategorinya menjadi nomina (lihat KBBI daring). Jadi, mestinya frasa milenial baru dapat dipergunakan tanpa ditambahi dengan kata generasi atau kalangan, misalnya.

Tatanan kehidupan baru seperti yang  diucapkan Pak Jokowi, adaptasi kehidupan baru cetusan Ridwan Kamil, kenormalan baru yang dibakukan Badan Bahasa, atau normal baru yang dipakai sejumlah media dan penulis opini memenuhi syarat-syarat sebagai istilah berdasarkan aturan pembentukan istilah bahasa Indonesia. Mana yang akan dipakai pada akhirnya bergantung pada pengguna bahasa.

Nur AdjiPenyelaras Bahasa Kompas


Kompas, 7 Juni 2020


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger