Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 31 Juli 2020

PEMBANGUNAN DESA: Dana Desa dan Ilusi Pemberdayaan (MUHTADI)


KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Warga menyirami tanaman cabai menggunakan air yang diambil dari saluran yang terhubung dengan mata air di Dusun Stabelan, Desa Tlogolele, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (10/7/2020). Keberadaan saluran air yang dibangun menggunakan dana desa dari pemerintah tersebut membantu pemenuhan kebutuhan air bagi sekitar 132 keluarga di dusun terdekat dari puncak Gunung Merapi itu.

Tahun 2020, dana desa sebesar Rp 72 triliun (Kompas.com, 17/2/2020). Modal yang cukup besar untuk mendongkrak pembangunan ekonomi dan kesejahteraan di perdesaan. Dana ini diperuntukkan bagi kegiatan produktif, antara lain pengolahan pascapanen di bidang pertanian, industri kecil dan rumahan di perdesaan, budidaya pada sektor perikanan, peternakan, dan perkebunan, serta desa wisata.

Dana desa yang besar ini menarik jika dilihat dari perspektif pemberdayaan masyarakat karena dana ini akan cukup potensial untuk menjadi pengungkit perekonomian desa. Dana desa menjadi stimulan untuk mengembangkan potensi wilayah menjadi aktivitas ekonomi yang produktif.

Selama ini, dana desa kurang mendukung pemberdayaan masyarakat dengan segala potensinya. Ada dilema pada dana desa yang besar yang  menyebabkan ilusi pemberdayaan. Dana desa tidak sungguh-sungguh menjadi pengungkit kegiatan ekonomi produktif di desa atau melahirkan warga desa yang mampu menjadi wirausaha (entrepreneur). Hal ini karena dana desa turun ke masyarakat tidak didukung oleh variabel-variabel lain.

Sebagaimana penjelasan Shardlow (1998:32), "pemberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka". Output pemberdayaan masyarakat adalah kemandirian masyarakat. Jika dilaksanakan sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat, dana desa seharusnya dapat menumbuhkan dan mengembangkan kemandirian ekonomi masyarakat desa.

Ada dilema pada dana desa yang besar yang menyebabkan ilusi pemberdayaan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan dana desa untuk pemberdayaan masyarakat, yakni, pertama, pengkajian mengenai potensi desa secara akurat. Perlu ada kajian intensif yang mendalam, terutama potret dan data tentang tingkat partisipasi, modal sosial, dinamika kelembagaan lokal, ataupun budaya masyarakat.

Kajian dapat dilakukan dengan metode partisipatoris sehingga tingkat otensitas dan akurasi data dapat menjadi input yang tepat untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat desa. Mungkin pemakaian teknologidrone juga dapat dilakukan untuk mendapat data mengenai pepohonan, batas desa, luas dan kondisi wilayah, dan profil keadaan desa lainnya.

Data yang akurat ini penting karena akan menjadi pijakan untuk perencanaan program di desa. Inputdata ini dapat menjadi model dan kegiatan apa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga program pemberdayaan masyarakat itu benar-benar bermanfaat secara sosial, ekonomi, serta kultural. Persoalan data ini menjadi penting untuk keberhasilan program pemberdayaan masyarakat desa.

KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA

Proyek padat karya di Desa Nayubaya, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, dengan memanfaatkan dana desa, 18 Juni 2020. Proyek jenis ini perlu diperbanyak di desa-desa di NTT.

Kedua, peningkatan kapasitas dan kompetensi masyarakat. Dana desa akan berguna untuk pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan jika kapasitas dan kompetensi masyarakat mengalami penguatan. Masyarakat diberikan pelatihan yang intensif untuk keterampilan teknis mengelola potensi dan memenuhi kebutuhan desa.

Masyarakat, misalnya, diberikan pelatihan cara beternak ikan yang berkualitas. Di sisi lain, masyarakat perlu diberi motivasi, didampingi agar tidak mudah menyerah, menghidupkan kreativitas dan kemampuan berinovasi sehingga memberi nilai tambah pengelolaan dana yang berdampak peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dana desa yang besar tidak akan bermakna kemandirian bagi penerimanya jikalau penguatan kompetensi dan kapasitas terabaikan. Oleh karena itu, dana desa akan bergerak tak pasti dan sia-sia jika para penerimanya tidak memiliki peta jalan (road map) untuk apa dan digunakan bagaimana dana yang tersedia untuk memperkuat ekonomi rumah tangga dan roda ekonomi desa. Yang terjadi sebaliknya, dana desa kurang efektif pemanfaatannya untuk pemberdayaan masyarakat di berbagai aspek ataupun potensinya.

Padahal, syarat penting dalam pemberdayaan masyarakat untuk pembangunan desa yang berkelanjutan adalah tumbuhnya kompetensi dan kapasitas dari kelompok sasaran atau masyarakat. Karena dana desa hanya stimulan atau rangsangan saja, tanpa kompetensi dan kapasitas yang baik, hal itu justru akan menumbuhkan ketergantungan, bukan kemandirian.

Dana desa yang besar tidak akan bermakna kemandirian bagi penerimanya jikalau penguatan kompetensi dan kapasitas terabaikan.

Jika ketergantungan yang terjadi, masyarakat tidak mandiri lagi ketika dana desa yang diberikan sudah terserap semua. Masyarakat kembali miskin, baik itu miskin inisiatif, kreativitas, maupun modal usaha. Bahkan, mereka menjadi tergantung pada dana yang ada untuk kelanjutan program pemberdayaannya.

Hal lain yang penting dalam kaitan dana desa adalah penguatan kelembagaan desa sebagai penyangga dan penopang proses serta sirkulasi untuk pemberdayaan masyarakat. Penguataan kelembagaan desa ini dilaksanakan pada aspek administrasi dan organisasi, kepemimpinan, serta jaringan kemitraan.

Ketiga, semua pemangku kepentingan (stakeholder) di desa memiliki perspektif pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan. Hal ini penting agar semua komponen yang ada di masyarakat memiliki keinginan, tekad, dan tindakan yang mencerminkan pentingnya membangun kemandirian ekonomi masyarakat. Sinergi antara semua komponen menjadi faktor yang akan membawa keberhasilan dari implementasi dana desa untuk kegiatan-kegiatan produktif di masyarakat.

KOMPAS/ANGGER PUTRANTO

Wisatawan melihat batik produksi warga Desa Kemiren di rumah pajang yang dikelola BUMDes Jolo Sutro di Banyuwangi , Jawa Timur, Senin (2/12/2019). Aneka unit usaha BUMDes Jolo Sutro Desa Kemiren mampu menyumbang pendapatan asli desa hingga Rp 9 juta tiap tahun.

Kebersamaan adalah modal sosial yang sangat diperlukan untuk efektivitas pemberdayaan masyarakat berbasis dana desa. Kegagalan program pemberdayaan bisa terjadi karena kurang sinergi dan koordinasi antar-pemangku kepentingan yang terlibat langsung ataupun tidak langsung.

Soliditas semua pihak untuk berkontribusi pada program pemberdayaan masyarakat desa kunci keberhasilan program tersebut. Soliditas dan sinergi merupakan dua hal penting bagi keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat berbasis dana desa untuk peningkatan kesejahteraan masyakat.

Ketiga hal di atas perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam implementasi penyaluran dana desa agar dana desa dapat memberdayakan masyarakat desa dari segala aspeknya, tidak hanya bidang ekonomi.

Jika dana desa yang diberikan justru kontraproduktif, yakni menjadi penyebab ketergantungan pada masyarakat desa, tidak menciptakan kemandirian, berarti dana desa telah menimbulkan ilusi pemberdayaan yang tidak bermakna apa-apa. Semoga tidak demikian.

(Muhtadi, Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam Fidikom UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)


Kompas, 24 Juli 2020


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger