Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 08 September 2020

CATATAN URBAN: Imajinasi dan Daya Kreasi untuk Menerabas Barikade Korona (NELI TRIANA)


Separuh tahun ini terlewati dalam cengkeraman pandemi. Belum ada tanda hantaman wabah ini akan segera berakhir meskipun vaksin disebut-sebut tersedia per Januari tahun 2021. Ekonomi Indonesia tumbuh minus setengah tahun terakhir. Presiden Joko Widodo menyatakan, resesi sudah di ambang pintu. Diperlukan strategi jitu dan segala daya upaya agar resesi itu tidak jadi bertamu dan menetap.

Pada masa pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang terus diperpanjang dan keran perjalanan dengan berbagai moda dibuka, berbagai kegiatan ekonomi lintas daerah diharapkan kembali bergairah. Namun, seiring pergerakan warga yang kian mudah itu, kasus positif Covid-19 di hampir semua wilayah Nusantara terus bertambah. Pada Jumat (4/9/2020) kemarin, misalnya, lonjakan angka positif harian mencapai 3.269 kasus. Kawasan perkotaan dengan konsentrasi penduduk lebih banyak menjadi penyumbang kenaikan angka kasus positif terinfeksi virus korona baru, termasuk Jakarta dan sekitarnya.

Seiring mobilitas warga yang kembali naik dan lonjakan kasus harian terus mencatat rekor baru, gerak roda perputaran ekonomi belum terlihat menambah kecepatan yang signifikan. Yang muncul malah kabar kasus positif korona di kluster-kluster industri.

Ikhtiar mencari jalan keluar bersama menjadi tantangan baru bagi kemampuan adaptasi manusia yang sebelumnya telah teruji beribu tahun.

Seperti dilaporkan di media ini pada 4 September, konsumsi rumah tangga yang jadi penyumbang terbesar produk domestik bruto terus turun, dari 2,84 persen pada triwulan I-2020 jadi minus 5,51 persen. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, hingga 31 Juli lalu, 3,5 juta pekerja formal dan informal dirumahkan serta diberhentikan.

Menurut survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Litbang Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan, serta Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, pandemi Covid-19 menyebabkan 39,4 persen bisnis di Indonesia gulung tikar. Sementara 57,1 persen bisnis lain mengalami penurunan produksi, sedangkan bisnis yang tidak terdampak hanya 3,5 persen.

Survei oleh tiga lembaga tersebut dilakukan pada 24 April-2 Mei 2020 dengan 2.160 responden adalah penduduk usia 15 tahun ke atas di 34 provinsi. Hasil survei mencatat, 15,6 persen pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan 40 persen pekerja mengalami penurunan pendapatan. Sebanyak 7 persen buruh mengalami penurunan pendapatan sampai dengan 50 persen.

Menurunnya kegiatan ekonomi tersebut terpotret jelas di lapangan. Sebagian kawasan permukiman di Ibu Kota dan kota-kota tetangganya yang biasanya sepi saat hari kerja kini justru ramai. Selain karena anak-anak dan sebagian orang dewasa belajar serta bekerja dari rumah, sebagian lagi karena memang mereka telah dirumahkan alias tak lagi punya pekerjaan.

Di permukiman kelas menengah dan menengah atas dengan luas tempat tinggal memadai, menjaga jarak antar-orang masih memungkinkan. Di kawasan padat penduduk, menjaga agar penghuninya tetap bermasker saat berada di luar rumah dan berjarak dari orang lain saja menjadi tantangan tersendiri, baik bagi warga yang bersangkutan maupun aparat penegak aturan. Di luar persoalan kelas ini, secara umum protokol kesehatan untuk pencegahan penularan wabah jamak dilanggar di tingkat pejabat sampai rakyat kebanyakan.

Terkadang geram melihat ada orang yang tak bermasker, melupakan aturan menjaga jarak fisik, hingga berbondong-bondong ke Puncak, Bogor, untuk berwisata atau pulang mudik. Meskipun demikian, dapat dimengerti walau tidak dapat diterima, mengapa orang bertindak sesukanya mengabaikan potensi tertular ataupun menularkan Covid-19.

Publik selama beberapa bulan ini selalu dilanda kekhawatiran tertular, ditambah tekanan ekonomi, kebosanan, dan rasa terombang-ambing karena ketidakpastian kapan pandemi berakhir. Di sisi lain, para pejabat dan figur publik seperti "santai-santai" saja bergerombol, berfoto tanpa masker, sekalipun dalam urusan dinas.

Di tengah situasi yang "gila" ini, sesungguhnya banyak hal yang bisa dipetakan dan dicarikan kanal pelepasannya. Ada kebutuhan mendapat sumber rezeki baru, keinginan menikmati hiburan, mencari sumber-sumber informasi tepercaya, sampai mendesaknya hasrat tetap menjalin relasi sosial yang baik dengan teman, kolega, tetangga, atau keluarga tanpa harus mengorbankan kesehatan. Dari bermacam kebutuhan itu, tanpa menafikan penanggulangan dari sisi kesehatan, muncul peluang-peluang kegiatan ekonomi baru yang barangkali tidak terpikirkan sebelumnya.

TANGKAPAN LAYAR DARI INSTAGRAM MANDE.RESTO

Diano Eko (39), pemilik Rumah Makan Mande-Bopet Asli Minang, memanfaatkan peluang usaha melalui platform digital untuk mempertahankan usahanya. Menurut dia, penjualan daring telah membantu mempertahankan usaha di tengah pandemi Covid-19.

Melakukan segala sesuatu secara virtual seperti yang sekarang terjadi adalah terobosan baru, bentuk respons awal kita menyikapi bencana non-alam ini. Untuk sesaat, kebuntuan akibat pandemi seakan terpecahkan. Kemudian, saat orang-orang di-PHK atau pekerjaan utamanya tak lagi menghasilkan sebanyak sebelum pandemi, sebagian dari mereka menemukan peruntungan dengan menjadi pengusaha kecil-kecilan di rumah.

Namun, karena melemahnya sumber pendapatan utama, orang cenderung semakin menahan pengeluaran dan menyimpan hartanya di tengah ketidakpastian ini. Otomatis daya beli publik menurun dan ini akan berdampak secara berantai.

Sampai kapan usaha mikro rumahan yang menawarkan barang atau makanan kebutuhan sehari-hari bisa bertahan menjajakan produknya via kenalan, grup Whatsapp, dan media sosial lain serta lewat aplikasi pesan antar makanan? Apalagi, tingkat persaingan tinggi akibat jumlah "pemain" yang terus bertambah. Seiring berjalannya waktu, seleksi alam akan terjadi.

Berkaca dari hal itu, penggerak ekonomi skala besar tetap butuh digulirkan. Laksana sebuah mesin, ketika roda besar berputar, roda-roda kecil yang terkait dengannya turut berputar serempak. Pemerintah jelas menyadari hal ini sehingga berupaya menguatkan daya beli dengan menyiramkan pelbagai bentuk bantuan sosial kepada warga tak mampu dan stimulus bagi usaha kelas kakap.

Presiden telah menginstruksikan kepada jajaran menteri kabinetnya, gubernur, wali kota/bupati untuk memangkas rencana belanja nasional dan daerah. Anggaran dialihkan dan difokuskan untuk program penanganan wabah dan bantuan langsung bagi masyarakat. Salah satunya melalui program padat karya tunai (PKT) atau cash for work yang dipercayakan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).‎

KOMPAS/ZULKARNAINI

Kawasan tepi Sungai Daroy, Banda Aceh, Aceh, yang dibenahi melalui program Kota Tanpa Kumuh.

Alokasi dana PKT sebesar Rp11,3 triliun disiapkan dengan target penyerapan tenaga kerja sebesar 614.480 orang di 34 provinsi di Indonesia. Bagian dari program PKT, khususnya yang menyasar kawasan urban, adalah program Kotaku (Kota Tanpa Kumuh). Pada masa pandemi, selain menjadi penjamin adanya pemasukan bagi warga, pengadaan infrastruktur lokal lain yang terkait upaya antisipasi penularan Covid-19 bisa masuk dalam program PKT.

Akan tetapi, seperti halnya program bantuan langsung lain yang menyasar warga miskin, penyerapan PKT secara umum dan Kotaku hingga Agustus ini  baru 45,67 persen dan 54,94 persen. Dampak yang dirasakan warga pun jika dihitung kasar baru berkisar separuhnya saja.

Menciptakan roda penggerak baru

Kondisi saat ini menyebabkan banyak aktivitas yang susah diharapkan bakal kembali bisa berjalan layaknyabusiness as usual. Semua pihak diharapkan bisa beradaptasi makin cepat dengan perubahan yang terus menggelinding.

Melihat gedung-gedung hotel, restoran, dan kantor yang sebagian kini tak terisi, misalnya, kira-kira dapat dimanfaatkan untuk apakah bangunan yang didirikan dengan uang tak sedikit serta diproyeksikan bertahan di atas 20-30 tahun itu? Bagaimana penggunaannya kali ini bisa memicu serangkaian kegiatan yang menguntungkan banyak pihak?

Dalam beberapa kanal pemberitaan luar negeri, ada saran agar untuk sementara ini industri wisata beralih melayani kebutuhan kelas menengah atas yang berkenaan dengan pandemi. Dengan tetap menerapkan harga sesuai kelasnya, tetapi dengan tambahan fasilitas sesuai protokol kesehatan pencegahan penularan wabah, hotel bisa melayani mereka yang ingin memulihkan diri setelah sembuh dari Covid-19 atau mereka yang harus melakukan isolasi mandiri karena menjadi kasus positif tanpa gejala. Hotel bisa bekerja sama dengan rumah sakit atau fasilitas kesehatan swasta dalam memastikan perawatan kesehatan diperoleh bagi tetamunya tersebut.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Karyawan bagian layanan kamar menyemprotkan disinfektan ke kamar yang ditawarkan untuk paket isolasi mandiri di Hotel Grand Whiz Poin Simatupang, Jakarta, Kamis (16/4/2020).

Pertunjukan hiburan melibatkan seniman lokal untuk menjamu tamu terbatas dapat pula ditawarkan di hotel. Segala kegiatan yang dulu identik dengan mengumpulkan massa sekarang bisa diubah disajikan dalam skala kecil dan terpisah-pisah di area terbuka di kompleks hotel ataupun memanfaatkan gedung atau fasilitas lain yang kini tak lagi berfungsi maksimal. Hal ini bisa menutup akses virus korona baru tersebar, tetapi membuka kesempatan bergulirnya dampak ikutan ekonomi yang tak kalah besar dengan era prakorona.

Rantai kegiatan yang melibatkan banyak pihak dimungkinkan terjadi karena  hotel-hotel berfungsi kembali. Tak terhingga kemungkinan yang akan muncul jika kita bisa menajamkan indera, meraba, dan mengungkit tuas pemutar ekonomi yang pas di antara kabut tebal musibah ini.

Bicara soal pasokan bahan pangan, misalnya, selain untuk industri seperti perhotelan, akan ada celah lain yang terbuka. Salah satunya, di masa rentan tertular penyakit ini, tubuh butuh pasokan makanan sehat bergizi guna meningkatkan imunitas, tetapi tetap ramah di kantong.

Di tingkat warga, selain industri pertanian dan perkebunan yang telah lebih dulu ada, berkembang pula gerakan pertanian perkotaan. Mengapa tidak kita dorong kebijakan pusat dalam mewujudkan ketahanan pangan yang lebih relevan dan mudah direalisasikan saat ini?

Dari sejumput ilustrasi di atas, tergambar bahwa masalah yang kompleks akibat pagebluk membutuhkan solusi yang juga berlapis-lapis. Ikhtiar mencari jalan keluar bersama menjadi tantangan baru bagi kemampuan adaptasi manusia yang sebelumnya telah teruji beribu tahun. Disertai kemampuan berimajinasi dan daya kreasi baru tak terbatas, semua celah peluang pantas dimanfaatkan. Kata orangtua dahulu, jika ada kemauan, ada inisiatif, maka selalu ada cara mengatasi krisis. Semoga.

Kompas, 5 September 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger