Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 15 Oktober 2020

COVID-19: Gejala Sisa yang Tak kunjung Reda (ATIKA WALUJANI MOEDJIONO)


DRAWING/ILHAM KHOIRI

Atika Walujani Moedjiono, wartawan Kompas

Sejumlah penderita Covid-19 yang telah sembuh masih mengeluhkan berbagai sequelae (gejala sisa). Keluhan itu, antara lain, sesak napas, sakit kepala, batuk, mudah lelah, diare, mual, sakit perut, nyeri sendi, nyeri dada, pelupa, dan linglung.

Aryati, Guru Besar Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, salah satu yang mengalami. Ia terkena Covid-19 pada akhir Mei dan baru negatif pertengahan Juli. Namun, sampai kini, ia masih sering mengalami nyeri dada, seperti kena serangan jantung. Hasil pemeriksaan dokter, itu adalah miokarditis atau radang otot jantung. Ia juga merasa cepat letih dan menjadi pelupa.

"Penyakit ini tidak bisa diremehkan. Reseptor SARS-CoV-2 ada hampir di seluruh tubuh. Gejala Covid-19 bisa macam-macam, demikian juga gejala sisanya," tutur Aryati, akhir September lalu.

Di berbagai organ itu, termasuk otak yang dilalui pembuluh darah, virus memicu peradangan hebat. Kalaupun penderita selamat, sering kali gejala Covid-19 masih tetap terasa, jauh setelah virus hilang dari tubuh.

Angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2), reseptor atau tempat menempel dan masuknya virus korona baru, ada di berbagai sel jaringan tubuh, seperti di paru, jantung, pembuluh darah, ginjal, usus, dan sistem saraf. Di berbagai organ itu, termasuk otak yang dilalui pembuluh darah, virus memicu peradangan hebat. Kalaupun penderita selamat, sering kali gejala Covid-19 masih tetap terasa, jauh setelah virus hilang dari tubuh.

Menurut laman Mayo Clinic, organ yang terdampak Covid-19 antara lain jantung. Hasil pencitraan menunjukkan kerusakan pada otot jantung meski penderita hanya mengalami gejala ringan. Hal ini bisa meningkatkan risiko gangguan jantung di waktu mendatang.

Seperti halnya pneumonia, Covid-19 juga menyebabkan kerusakan pada alveoli (kantong udara) paru. Jaringan parut yang terjadi menimbulkan masalah pernapasan dalam jangka panjang.

Dampak Covid-19 pada otak bisa menyebabkan stroke, kejang, ataupun sindrom Guillain-Barre, suatu kondisi kelumpuhan sementara, tak hanya pada orang lanjut usia, tapi juga pada orang muda. Covid-19 juga meningkatkan risiko terkena penyakit Parkinson dan Alzheimer.

Selain itu, Covid-19 memicu penggumpalan darah. Gumpalan besar bisa menyebabkan serangan jantung atau stroke. Di luar jantung, gumpalan darah juga bisa mengganggu paru, ginjal, hati, dan pembuluh darah kaki.

Survei dan penelitian

Gejala sisa Covid-19 banyak dikeluhkan, bahkan ada penderita yang harus masuk keluar unit gawat darurat. Hal ini mendorong dilakukan sejumlah survei dan penelitian.

Survei yang dilakukan Patient Led Research for COVID-19, kelompok independen para mantan penderita Covid-19, pada 21 April-2 Mei, lewat berbagai media sosial mendapat 640 respons dari sejumlah negara, yakni Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Kanada, Belgia, Perancis, sejumlah negara di Eropa, Afrika Selatan, dan India.

Hasilnya menunjukkan, setelah dua minggu atau lebih terjangkit Covid-19, para penderita merasakan penurunan aktivitas fisik sangat besar. Jika sebelum sakit 67 persen responden sangat aktif secara fisik, saat survei dilakukan, 65 persen menyatakan tidak bisa lagi banyak bergerak.

Hasil serupa didapat survei CDC Covid-19 Response Team yang dimuat di Morbidity and Mortality Weekly Report dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, 31 Juli 2020. Survei dilakukan 15 April-25 Juni terhadap 292 penduduk usia 18 tahun atau lebih yang hasil tes reaksi berantai polimerase (PCR) untuk SARS-CoV-2 positif. Hasilnya, 47 persen penderita usia 50 tahun ke atas mengaku belum sehat pada 2-3 minggu setelah tes dinyatakan positif.‎

Bahkan, 26 persen orang muda, 18-34 tahun, kondisinya tak kunjung pulih. Padahal, sebelumnya mereka sangat sehat dan tidak memiliki penyakit penyerta.

AP PHOTO/JON SUPER

Warga mengenakan masker untuk memutus rantai penularan SARS-CoV-2 di area perbelanjaan di Manchester, Inggris, Jumat (31/7/2020). Sejumlah negara menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran penyakit. Meski penderita Covid-19 bisa sembuh dengan cepat, beberapa orang mengalam gejala sisa yang bisa meningkatkan risiko penyakit degeneratif di masa depan.

Gejala yang masih dirasakan di antaranya batuk, letih, atau sesak napas. Peneliti menduga infeksi virus korona memicu perubahan jangka panjang pada sistem imun meski virus sudah tidak aktif.

Penelitian Angelo Carfi dan kolega dari Fondazione Policlinico Universitario Agostino Gemelli IRCCS, Roma, Italia, yang dimuat di JAMA, menunjukkan, 125 dari 143 pasien usia 19-84 tahun yang dipantau kesehatannya setelah keluar dari rumah sakit, rata-rata masih merasakan gejala Covid-19 setelah dua bulan. Gejala terutama rasa letih, nyeri sendi, nyeri dada, dan sesak napas.

Direktur Lembaga Penyakit Menular dan Alergi Nasional (NIAID) AS Anthony Fauci, seperti dikutip JAMA, 23 September 2020, meyakini ada cukup banyak orang yang mengalami sindrom pascainfeksi yang bisa "melumpuhkan" selama berminggu-minggu setelah virus tidak ada lagi dalam tubuh.‎

Gejala sisa tidak hanya terjadi pada Covid-19. Infeksi virus lain, seperti virus Epstein-Barr, dapat merusak pembuluh darah dan otot jantung. Infeksi virus korona pada sindrom pernapasan akut parah (SARS) dan sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS), juga menyebabkan gangguan fungsi paru.

AP/JEAN-FRANCOIS BADIAS

Dokter dibantu para perawat menangani pasien Covid-19 di Rumah Sakit Nouvel, Strasbourg, Perancis, Kamis (17/9/2020)

Penelitian Zhancheng Gao dan kolega dari Rumah Sakit Rakyat Universitas Peking, Beijing, China, yang memantau kondisi kesehatan mantan penderita SARS selama 15 tahun (2003-2018), mendapatkan, gejala sisa yang paling parah setelah sembuh dari SARS adalah nekrosis tulang paha dan fibrosis paru.

Jaringan parut dan penurunan fungsi paru itu sebagian besar pulih dalam waktu dua tahun. Demikian juga nekrosis tulang paha akibat terapi steroid dosis tinggi. Penelitian dimuat secara daring di jurnal Bone Research,14 Februari 2020.

Hal serupa muncul di jurnalRespirology, 29 Maret 2010. Penelitian David Hui dan kolega dari Rumah Sakit Prince of Wales, Universitas Hongkong, terhadap 55 orang yang pernah dirawat akibat SARS mendapatkan, fungsi dan kapasitas paru mereka masih terganggu selama 24 bulan pemantauan.

Meski umumnya penderita Covid-19 bisa sembuh dengan cepat, Covid-19 dapat menyebabkan gangguan kesehatan berkepanjangan. Tidak hanya pada orang lanjut usia, juga pada orang muda yang sebelumnya sehat. Parut pada paru dan pembuluh darah bisa meningkatkan risiko gangguan kesehatan di masa depan.

Karena itu, penting untuk mengurangi penyebaran penyakit dengan mengikuti protokol kesehatan, seperti mengenakan masker di tempat umum, menjaga jarak, serta menjaga kebersihan tangan.

Kompas, 14 Oktober 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger