Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 10 November 2020

PERTUMBUHAN EKONOMI: Resesi dan Pandemi (M FAJAR MARTA)


M Fajar Marta, Wartawan Kompas

Meskipun telah terjerembab dalam lubang resesi pada 2020, perekonomian Indonesia kecil kemungkinan akan mengulangi resesi sebelumnya yang terjadi pada periode 1998 - 1999. Kala itu, resesi yang terjadi tergolong parah dengan kontraksi ekonomi terjadi selama lima triwulan berturut-turut atau 15 bulan dari triwulan I 1998 hingga triwulan I 1999. Untung saja resesi waktu itu tak menjelma menjadi depresi, istilah untuk kontraksi ekonomi lebih dari 18 bulan berturut-turut.

Tahun ini, perekonomian Indonesia mengalami kontraksi selama dua triwulan berturut-turut, yang merupakan batas minimal terjadinya kondisi resesi. Kontraksi ekonomi terjadi pada triwulan II dan III, masing-masing sebesar 5,32 persen dan 3,49 persen. Angka tersebut diperoleh dengan membandingkan nilai produk domestik bruto (PDB) triwulan yang sama secara tahunan (year on year/yoy), metode untuk menghitung pertumbuhan ekonomi.

PDB atas dasar harga konstan Indonesia pada triwulan III 2020 sebesar Rp 2.720,6 triliun. Dibandingkan PDB triwulan III 2019 yang sebesar Rp 2.818,9 triliun, terjadi penurunan sebesar 3,49 persen. Maka, bisa dikatakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2020 minus 3,49 persen secara yoy.

Apakah kontraksi ekonomi akan berhenti di triwulan III atau berlanjut ke triwulan IV 2020? Jawabannya tak tentu, berbagai kemungkinan masih bisa terjadi mengingat tingginya ketidakpastian ekonomi akibat pandemi covid-19. Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2020 faktanya juga meleset dari rentang proyeksi pemerintah yang sebesar minus 1 persen sampai minus 2,9 persen.

Jika pemerintah tetap memproyeksikan pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun 2020 dalam rentang minus 0,6 persen hingga minus 1,7, maka pemerintah harus mengupayakan pertumbuhan ekonomi triwulan IV berada di zona positif agar titik tengah rentang proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 yakni minus 1,15 persen, bisa tercapai.

Namun, mencapai pertumbuhan ekonomi positif pada triwulan IV jelas bukan perkara mudah. Kalaupun pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV kembali negatif, tetap bisa dianggap realistis sepanjang minusnya tak lebih dari sekitar 0,72 persen sehingga minimal masih bisa mencapai batas bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 yang sebesar minus 1,7 persen. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi minus 0,72 persen pada triwulan IV, tetap saja dibutuhkan kerja keras.

Baca jugaEkonomi Mulai Bangkit meski Masih Resesi

Secara umum pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal keempat secara perlahan akan terus membaik, terutama didorong stimulus fiskal dan perbaikan ekspor. Hingga akhir September, belanja negara telah mencapai Rp 1.841,1 triliun atau 67,2 persen dari total anggaran belanja negara tahun ini yang dipatok Rp 2.739,2 triliun.

Ini berarti masih ada alokasi belanja sebesar Rp 898,1 triliun, yang apabila bisa dioptimalkan penyerapannya, maka akan sangat signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi. Penyaluran stimulus fiskal terkait perlindungan sosial dan dukungan UMKM harus terus dipacu seperti halnya pada kuartal ketiga.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Pekerja menggunakan troli untuk mengangkut barang menuju ke tempat jasa ekspedisi di kawasan Jati Baru, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (5/11/2020). Meskipun masih kontraksi, pertumbuhan ekonomi triwulan III  2020 lebih baik dibandingkan  triwulan II 2020.

Kinerja ekspor pada triwulan IV diperkirakan masih berada dalam tren membaik seiring meningkatnya permintaan global, terutama dari AS dan Tiongkok. Secara spasial, perbaikan ekspor juga akan didorong oleh beberapa daerah luar Jawa. Berlanjutnya pembangunan infrastruktur yang menjadi proyek strategis nasional (PSN) juga akan menyangga pemulihan ekonomi.

Namun konsumsi rumah tangga dan investasi akan menjadi tantangan. Daya beli masyarakat masih sangat rendah, terindikasi dari tren inflasi inti yang terus menurun dan belum ada tanda-tanda akan balik arah. Sejak Maret 2020, saat pandemi mulai melanda Indonesia, inflasi inti tergelincir secara konstan dari 2,87 persen menjadi 1,74 persen pada Oktober 2020, berdasarkan data Badan Pusat Statistik.

Baca juga kolom penulis:

Lemahnya daya beli tentu akan memicu kelesuan dan menghambat ekspansi ekonomi. Kredit perbankan juga belum bisa diharapkan untuk mendongkrak ekonomi dan daya beli masyarakat. Pertumbuhan kredit secara tahunan cenderung melambat dan hanya mencapai 0,12 persen pada September 2020, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Perbankan masih enggan menyalurkan kredit yang bunganya terus menurun namun risikonya tetap besar akibat pandemi. Dana perbankan yang melimpah selama pandemi berkat kebijakan quantitative easing dan penciptaan uang oleh bank sentral cenderung hanya dipakai untuk membeli surat utang negara (surat berharga negara/SBN) yang tanpa risiko dan menawarkan imbal hasil relatif tinggi, 6,6 persen untuk tenor 10 tahun.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Ilustrasi layanan perbankan

Selama pandemi, perbankan telah memborong SBN lebih dari Rp 600 triliun sehingga per 2 November 2020, kepemilikan SBN oleh perbankan mencapai Rp 1.342,9, atau sekitar 20 persen dari total dana perbankan.

Perbankan leluasa membeli SBN karena jumlah SBN yang diterbitkan pemerintah tahun ini sangat besar, mencapai Rp 1.174 triliun, hampir 4 kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya, yang digunakan pemerintah sebagai stimulus fiskal untuk penanganan covid-19 dari sisi kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional.

Baca jugaTangani Covid-19 agar Perbaikan Ekonomi Tak Semu

Di sisi lain, kompetitor utama perbankan dalam memburu SBN, yakni investor asing, masih berhati-hati masuk kembali ke Indonesia akibat tingginya ketidakpastian selama pandemi ini.

Di luar itu semua, pengendalian wabah covid-19 tetap akan menjadi faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi triwulan IV. Ekonomi hanya akan membaik bila penyebaran covid-19 bisa dikendalikan. Mendorong perekonomian sekuat tenaga tanpa diiringi penanganan wabah yang baik justru hanya akan memperlambat pemulihan ekonomi.

HUMAS PEMKOT SURABAYA

Sejumlah warga di Taman Bungkul, Jalan Raya Darmo Surabaya, Sabtu (17/10/2020) bersiap menjalani tes cepat dan swab.

Jika semua pihak bersinergi mengendalikan wabah seoptimal mungkin, kita bisa bermimpi pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2020 akan kembali positif.

Kompas, 6 November 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger