Dengan berpikir penuh optimistis, kita mengucapkan "selamat bekerja" kepada kabinet baru dan semoga sukses. Namun, tak ada salahnya kita mendengar apa yang diberikan sebagai catatan bagi Kabinet Kerja, mulai dari soal the right man on the right place hingga pertanyaan tentang siapa yang akan memajukan perekonomian kreatif.
Pertama-tama kita bisa memahami posisi Presiden yang dihadapkan pada banyak faktor saat menyusun kabinet. Ada tarikan antara kepentingan partai pengusung dan kepentingan teknis profesional. Jika yang muncul seperti yang diumumkan, itulah kompromi terbaik yang bisa dicapai. Apakah itu merupakan dream team atau second best, biarlah kinerja membuktikan.
Memang sebagian pengamat memberi nilai sedang pada kabinet yang oleh Presiden dinamai Kabinet Kerja. Namun, lebih baik kita menyimpan saja dulu penilaian dini ini.
Dari sudut pandang lain, posisi yang dipandang mentereng ini sesungguhnya meniscayakan tanggung jawab dan amanah yang sangat berat. Tantangan apa saja yang ada di depan sudah sering kita dengar, mulai dari ketahanan pangan hingga kecukupan energi. Di atas masalah klasik di atas, Presiden Jokowi masih menetapkan program kemaritiman yang di satu sisi benar secara ide, tetapi kita belum tahu bagaimana cara mencapainya.
Apa pun komentar terhadap kabinet, dan seberat apa pun tantangan yang dihadapi, kita berharap pemerintah berhasil. Ya, ini karena tak ada ruang untuk kegagalan.
Karena sudah dipilih melalui seleksi kompetensi dan integritas, mestinya tak ada lagi hal yang mengganggu Kabinet Kerja untuk mewujudkan janji kampanye Presiden. Namun, sekalipun secara individu para menteri sudah dipilih, tetap diperlukan dirigen yang hebat, agar orkestra mampu tampil (dalam hal ini berkinerja) prima.
Tuntutan kinerja tak bisa ditawar karena Presiden menyampaikan banyak janji dan harapan yang telanjur tumbuh dan sudah terbangun tinggi di masyarakat. Harapan tinggi muncul mengingat masih banyak perikehidupan yang masih harus diperbaiki.
Kesejahteraan telah diupayakan oleh pemerintahan sebelum ini, tetapi di sana-sini masih banyak yang harus disempurnakan. Indeks kesenjangan yang melebar, masih belum terangkatnya kehidupan petani, nelayan, dan rakyat kecil pada umumnya, menjadi faktor imperatifnya.
Selain di dalam negeri, kita juga awas bahwa era Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah menjelang tiba. Ini menuntut respons segera. Di sini kita melihat urgensi pengembangan sumber daya insani yang kompetitif.
Sekali lagi, kita tak ingin berapriori terhadap Kabinet Kerja Presiden Jokowi. Kita memberi kesempatan agar pemerintah bisa bekerja sebaik-baiknya, mewujudkan semua janji kampanye. Sudah terlalu lama kita menunggu harapan itu muncul.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009752758
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar