Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 12 November 2014

TAJUK RENCANA: Pencurian Ikan dan Kedaulatan RI (Kompas)

KESEMRAWUTAN pengelolaan kekayaan laut Indonesia kembali menjadi sorotan setelah Presiden Joko Widodo bertekad membangun poros maritim.
Pencurian kekayaan laut Indonesia, terutama ikan, terjadi bertahun-tahun. Caranya bermacam-macam. Ada kapal asing masuk ke perairan Indonesia dan mengambil ikan tanpa izin. Cara lain dengan menggunakan satu izin untuk satu kapal, tetapi digunakan untuk 3-4 kapal bersamaan. Ada pula kapal ikan yang tidak membongkar semua ikan tangkapannya di Indonesia.

Negara merugi karena ikan yang seharusnya memakmurkan nelayan kita raib dicuri orang asing. Negara juga kehilangan pendapatan dari pungutan. Ironisnya pencurian tersebut sedikit banyak dibantu oknum aparat pemerintah.

Banyak alasan dikemukakan mengenai tidak pernah tuntasnya pengamanan laut. Mulai dari tidak tersedia kapal patroli yang cukup hingga lemahnya koordinasi pengawasan dan tidak efektifnya pengaturan.

Kita menyebut diri negara agraris dan sekaligus bahari. Selama bertahun-tahun kita lebih menaruh perhatian pada pengembangan negara agraris karena tanah yang subur dipupuk debu letusan gunung berapi. Laut bahkan pernah dipandang sebagai pemisah daripada penghubung 17.000-an pulau di Indonesia, suatu konsep yang dibangun pemerintahan kolonial.

Nyanyian anak-anak tentang kegagahan pelaut Nusantara yang menjelajahi samudra-samudra besar hanya berhenti sebagai kidung yang tak berkaitan dengan praktik konkret. Padahal, luas lautan hampir dua pertiga total luas Indonesia yang 5,2 juta kilometer persegi.

Sejak Wawasan Nusantara, yaitu prinsip negara kepulauan, dideklarasikan pada 13 Desember 1957 melalui Deklarasi Juanda, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi termasuk laut sekitar, di antara, dan di dalam kepulauan Indonesia. Deklarasi ini diterima masyarakat internasional melalui konvensi hukum laut Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1982.

Sejatinya pencurian ikan adalah pelanggaran kedaulatan negara. Hampir tidak ada negara lain membiarkan kapal asing memasuki perairannya dengan berbagai alasan. Saat Presiden Jokowi ingin menjadikan Indonesia poros maritim dunia, mengamankan kekayaan laut adalah bagian sentral kerja kabinet. Selain koordinasi yang baik, juga harus tersedia cukup wahana dan sumber daya manusia.

Membangun poros maritim tetap harus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu menjaga prinsip satu kesatuan wilayah Indonesia meliputi darat, laut, udara, dan segala kekayaan di dalamnya. Karena itu, menetapkan batas-batas negara juga tidak boleh ditunda-tunda.

Presiden diharapkan segera menjelaskan lebih detail gagasan menjadikan Indonesia poros maritim dunia dan rencana kerja pemerintahannya. Harapan rakyat, pemerintahan ini sungguh menjaga kedaulatan wilayah NKRI.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010042755
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger