Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 05 Desember 2014

TAJUK RENCANA: Rusia Menghadapi Ancaman Resesi (Kompas)

Rusia menghadapi tekanan berat dari ekonomi dalam negeri karena harga minyak turun dan nilai tukar mata uang rubel merosot.
Situasi ini menjadi tantangan bagi Presiden Vladimir Putin yang masih sangat populer di dalam negeri setelah menganeksasi Crimea di Ukraina, Maret lalu.

Ancaman resesi di Rusia yang besar ekonominya 1,4 triliun dollar AS disebabkan harga minyak bumi turun. Ini terjadi bersamaan dengan sanksi ekonomi Barat setelah Rusia menduduki Crimea. Perekonomian Rusia diprediksi akan terkontraksi 0,8 persen tahun depan.

Rusia mengandalkan ekonominya dari ekspor minyak bumi, 60 persen pendapatan berasal dari minyak bumi. Di dalam APBN negara itu, minyak bumi dipatok pada harga 96 dollar AS per barrel. Sekarang harganya turun ke sekitar 70 dollar AS, harga terendah dalam lima tahun terakhir.

Meski ada harapan harga minyak akan kembali ke 80 dollar AS per barrel tahun depan, nilai tukar rubel sudah turun lebih dari 30 persen terhadap dollar AS dan devisa yang lari dari negara itu diperkirakan 128 miliar dollar AS. Inflasi diprediksi 9 persen dan lebih tinggi lagi pada tahun depan.

Krisis ekonomi karena harga minyak bumi turun bukan pertama kali dialami Rusia. Rendahnya harga minyak bumi berkepanjangan menyebabkan Uni Soviet pecah dan membuat pemerintah kesulitan membayar utang. Keadaan ekonomi Rusia kini lebih baik, terutama sektor swasta. Rusia punya dana cadangan pemerintah 90 miliar dollar AS yang dikelola Dana Kesejahteraan Nasional.

Dalam pidato tahunan nasional Kamis kemarin, Putin menuduh Barat meremehkan kekuatan Rusia dan menghalangi Rusia menjadi negara dengan ekonomi kuat.

Namun, Putin menyebut tidak akan memutus hubungan dengan Barat. Hubungan dengan negara-negara Amerika Selatan, Afrika, dan Timur Tengah akan diperkuat. Dia juga memerintahkan bank sentral Rusia tegas mencegah spekulan mengambil untung dari fluktuasi nilai tukar rubel.

Ironisnya, Rusia masuk di dalam kelompok ekonomi bertumbuh cepat bersama Brasil, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan (BRICS). Pengelompokan itu berdasarkan pertumbuhan ekonomi, kekuatan politik, dan besarnya populasi. Krisis juga menimbulkan pertanyaan tentang nasib Bank Pembangunan Baru yang digagas BRICS.

Dunia menunggu dapatkah Putin menyelamatkan ekonomi Rusia dan memenuhi janji memakmurkan rakyat melalui kenaikan upah, pendidikan lebih baik, dan perumahan lebih murah. Hal ini akan menentukan apakah akan terjadi gejolak protes di dalam negeri.

Pengelolaan ekonomi dalam negeri secara berhati-hati tidak bergantung pada ekspor komoditas primer, dan fokus membangun dalam negeri, tampaknya masih menjadi mantra sakti membangun pengaruh di dunia daripada ekspansi militer.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010479773
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger