Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 05 Januari 2015

TAJUK RENCANA Evaluasi Keselamatan Penerbangan

DI tengah pencarian korban dan kotak hitam AirAsia QZ 8501, Kementerian Perhubungan membekukan izin terbang rute Surabaya-Singapura maskapai itu.

Keputusan dikeluarkan sebagai sanksi karena maskapai melanggar ketentuan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Nomor AU.008/30/6/DRJU.DAU-2014 tanggal 24 Oktober 2014.

AirAsia Indonesia diizinkan menerbangi rute Surabaya-Singapura pada Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu. Penerbangan QZ 8501 rute Surabaya-Singapura dilakukan pada Minggu (28/12/2014). Pesawat hilang kontak dengan menara pengawas lalu lintas udara di Jakarta pukul 06.17 WIB saat berada di atas laut antara Belitung dan Kalimantan. Ada 162 orang di pesawat dan hingga Minggu (4/1) sore 34 jenazah telah ditemukan.

Apabila tak mendapat izin, mengapa sebuah pesawat komersial dapat terbang? Bagaimana dengan Bandar Udara Changi sebagai penerima? Kita tahu, penerbangan antarnegara memerlukan izin otoritas resmi dari dua negara.

Sebelum itu, AirAsia Indonesia diketahui tidak memberi uraian singkat kepada pilot QZ 8501 sebelum terbang sesuai dengan ketentuan. Padahal, tatap muka antara petugas operasi penerbangan dan pilot, selain membahas cuaca, penting untuk memastikan kesiapan pilot.

Kita tidak dapat mengatakan dua hal di atas penyebab musibah QZ 8501. Penyebab pasti ditentukan berdasarkan rekaman data penerbangan, termasuk percakapan pilot, di dalam kotak hitam yang tengah dicari tim Komite Nasional Keselamatan Transportasi dan Badan SAR Nasional.

Namun, dua temuan Kementerian Perhubungan tersebut menjadi catatan penting untuk membenahi sistem keselamatan penerbangan nasional.

Memastikan keselamatan bukan hanya persoalan melengkapi kebutuhan perangkat keras dan lunak serta infrastruktur fisik meskipun hal ini tidak dapat diabaikan. Apalagi ke depan jumlah orang bepergian di dalam dan ke luar negeri ataupun datang ke Indonesia melalui udara terus bertambah.

Lebih penting dari itu adalah mempersiapkan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Masyarakat Indonesia sedang bertransformasi dari masyarakat tradisional menuju masyarakat teknologi tinggi. Teknologi memiliki logikanya sendiri yang menuntut kedisiplinan, ketepatan, ketekunan, dan ketelitian hingga tingkat nano.

Musibah QZ 8501 hendaknya jangan hanya untuk mencari kesalahan dan siapa yang salah meskipun tetap harus ada yang bertanggung jawab. Kita berharap otoritas yang mengampu keselamatan transportasi mengevaluasi seluruh sistem, mulai dari petugas lapangan sebagai ujung tombak hingga ke pucuk pimpinan pembuat dan pengawas kebijakan.

Hanya dengan semangat bersama-sama memperbaiki diri dan meningkatkan mutu, dunia penerbangan Indonesia dapat naik kelas dalam menjamin keselamatan penerbangan.

Sumber: ‎http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011205085 


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger