Setelah menembus level Rp 13.000 per dollar AS dua pekan lalu, rupiah praktis bertahan di atas level Rp 13.000 per dollar AS pekan ini, dan diperkirakan sulit bisa kembali ke level Rp 10.000 per dollar AS dalam waktu dekat.
Kendati menganggap pergerakan rupiah masih dalam batas normal, pemerintah tampaknya juga mulai gerah dengan perkembangan rupiah. Rapat kabinet terbatas pun digelar Presiden Joko Widodo. Pemerintah juga memberikan sinyal bakal segera meluncurkan sejumlah kebijakan untuk stabilisasi dan memperkuat rupiah, awal April.
Kita masih menunggu langkah-langkah dimaksud. Namun, kita sepakat, di tengah berbagai tekanan terhadap nilai tukar, upaya mencegah hilangnya kepercayaan pada rupiah menjadi hal mendesak untuk ditempuh saat ini.
Kita melihat, meski kepanikan berlebihan tak terlihat di pasar valas, dampak pelemahan rupiah sudah terasa. Dunia usaha dan industri—terutama yang memiliki utang valas dan ketergantungan besar pada bahan baku impor—mulai mengeluh. Konsumen juga merasakan dampaknya melalui kenaikan harga berbagai produk impor.
Meski depresiasi mata uang merupakan tren global, posisi Indonesia dianggap lebih rentan terhadap tekanan eksodus modal asing, antara lain karena neraca transaksi berjalan yang defisit. Belum lagi situasi ketidakpastian politik dan ekonomi dalam negeri, yang jika dibiarkan berlarut-larut bisa memicu sentimen negatif investor.
Dari pernyataan pemerintah dan BI yang kita tangkap sejauh ini, pelemahan rupiah dianggap bisa ditoleransi karena semua mata uang juga melemah. Sikap tenang pemerintah juga dilandasi pertimbangan pelemahan rupiah justru berdampak positif pada APBN. Cadangan devisa juga relatif aman di posisi 115,5 miliar dollar AS.
Di satu sisi, sikap tenang dan keberadaan BI di pasar memang dibutuhkan untuk memberikan ketenangan pasar. Namun, sampai di mana rupiah akan dibiarkan melemah?
Absennya kebijakan yang memberikan arah jelas ke mana rupiah bergerak bisa mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor yang berharap pelemahan rupiah sekarang ini hanya sementara sebelum akhirnya berbalik menguat. Pelajaran dari krisis sebelumnya, dalam kondisi panik dan hilang kepercayaan, pasar bisa bertindak tidak rasional sehingga berbahaya bagi stabilitas ekonomi.
Karena itu, tak cukup hanya meyakinkan investor dan masyarakat bahwa kondisi fundamental ekonomi dalam keadaan baik, pemerintah dan BI harus mampu meyakinkan bahwa perekonomian tetap dalam kendali kuat mereka dan mereka tak akan membiarkan rupiah terus melemah.
Langkah mencegah kerentanan rupiah dan perekonomian dalam jangka panjang perlu ditempuh, termasuk membenahi struktur ekonomi, menyediakan instrumen investasi jangka panjang, insentif bagi eksportir untuk memarkir devisa ekspor di dalam negeri, mengurangi ketergantungan impor, dan manajemen valas.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Maret 2015, di halaman 6 dengan judul "Menunggu Kebijakan Penguatan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar