Revolusi Musim Semi 2011?
Dunia politik di Mesir, memang, setelah tumbangnya Presiden Hosni Mubarak (2011), terus bergejolak, bagaikan air yang mendidih. Kita menyaksikan, pemerintahan demokratis pertama sebagai hasil revolusi—di bawah kepemimpinan Presiden Muhammad Mursi—tidak berumur lama. Ia hanya berkuasa sejak 30 Juni 2012 hingga 3 Juli 2013. Ketika itu, ia disingkirkan oleh Abdel Fatah El-Sisi, pemimpin militer yang sekarang menjadi presiden Mesir.
Penggulingan Mursi itu didukung para ulama di Al- Azhar, pemimpin Gereja Koptik, dan tentu saja para pemimpin partai oposisi. Tidak ketinggalan, kaum muda dan kelas menengah yang sebelumnya ambil bagian atau bahkan motor Revolusi Musim Semi berada di barisan Abdel Fatah El-Sisi. Dramatis.
Tak hanya Mursi yang disingkirkan, Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Muslim), yang merupakan mesin penggerak kekuatan utama dan penyokong utama Mursi, pun dibersihkan. Begitu banyak tokoh Persaudaraan Muslim dan juga pendukungnya ditangkap, diadili, dijatuhi hukuman, bahkan hukuman seumur hidup dan hukuman mati. Persaudaraan Muslim pun dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Sungguh, sebuah perubahan yang begitu cepat.
Melihat yang terjadi di Mesir sekarang ini seperti membaca ulang sejarah negeri itu. Sejarah selalu berulang. "Jalan hidup" Persaudaraan Muslim pun demikian. Dahulu, di awal republik, sempat bergandengan tangan dengan pemerintah, lalu dilarang, dan para pemimpinnya dijatuhi hukuman, termasuk hukuman mati. Sekarang pun terjadi serupa.
Berita terakhir adalah dijatuhinya hukuman mati terhadap pemimpin tertinggi Persaudaraan Mesir, Mohamed Badie, dan 13 orang lainnya. Hakim pengadilan militer menyatakan, mereka terbukti menghasut massa untuk melakukan kekacauan di Rabaa al-Adawiya, Kairo, saat penyingkiran Mursi. Selain mereka, puluhan orang lainnya dihukum seumur hidup. Bukan kali ini saja pengadilan militer Mesir menjatuhkan vonis mati terhadap para pemimpin dan pendukung Persaudaraan Muslim, sejak 2013. Sudah demikian banyak yang dihukum mati dan seumur hidup.
Tentu, pertanyaan yang muncul adalah apakah dengan cara seperti itu demokrasi Mesir dibangun? Apakah vonis mati dan seumur hidup terhadap lawan-lawan politik juga merupakan cita-cita Revolusi Musim Semi? Sudah pasti, Pemerintah Mesir memiliki alasan mengapa hukuman berat itu—yang meski dikecam PBB—dijatuhkan. Stabilitas keamanan dan politik selalu dikatakan sebagai prasyarat pembangunan. Itulah alasan mereka. Kita tetap bertanya: inikah jalan yang sesungguhnya dipilih Mesir?
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 April 2015, di halaman 6 dengan judul "Demokrasi Mesir Mahal Harganya".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar