Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 09 April 2015

TAJUK RENCANA: Memutuskan Pimpinan Polri (Kompas)

Presiden Joko Widodo, Senin lalu, akhirnya bertemu dengan pimpinan DPR untuk membicarakan pencalonan Kapolri.

Pimpinan DPR bisa menerima penjelasan Presiden Jokowi yang tidak akan melantik Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri. Padahal, Budi Gunawan telah lulus dalam uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi III DPR. Presiden Jokowi memutuskan tidak melantik Budi Gunawan karena alasan yuridis dan sosiologis.

Masalah pencalonan Kapolri menjadi begitu rumit dan kompleks. Pada awalnya, Presiden Jokowi mengusulkan Budi Gunawan, Kepala Lembaga Diklat Polri, sebagai calon Kapolri. Namun, setelah Presiden Jokowi berkirim surat kepada DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Meski berstatus tersangka, Budi Gunawan tetap dinyatakan "fit" dan "proper" oleh DPR untuk ditetapkan sebagai Kapolri.

Budi Gunawan melawan dengan mengajukan permohonan praperadilan dan dimenanginya. Hakim Sarpin Rizaldi menerima permohonan Budi Gunawan dan menyatakan penetapan tersangka oleh KPK tidak sah. Hakim Sarpin mengklaim melakukan penemuan hukum dengan mengatakan penetapan tersangka adalah obyek praperadilan. Putusan hakim Sarpin itu memicu kontroversi karena berbeda dengan KUHAP. Namun, terlepas dari kontroversi itu, putusan Sarpin haruslah dihormati meskipun ada hakim lain yang punya pandangan berbeda.

Kasus Budi Gunawan memicu kriminalisasi pada pimpinan KPK. Istilah kriminalisasi itu dibantah pimpinan Polri karena memang ada fakta hukumnya dan ada masyarakat yang melaporkan dugaan pidana yang dilakukan pimpinan KPK yang kemudian nonaktif karena berstatus tersangka. Pimpinan KPK melimpahkan berkas perkara Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung dan kemudian Kejaksaan Agung melimpahkan berkas Budi Gunawan kepada Mabes Polri.

Pelimpahan berkas Budi Gunawan dari Kejaksaan Agung kepada Polri didasarkan pada kesepakatan bersama pimpinan KPK-Polri dan Kejaksaan Agung. Pelimpahan berkas Budi Gunawan ke Mabes Polri itu memicu kritik. Mabes Polri segera akan menentukan nasib perkara Budi Gunawan tersebut.

Energi bangsa telah terkuras untuk itu. Kita berharap kerumitan hukum dan politik yang kait-mengait itu segera diakhiri. Kita berharap kekosongan kursi Kapolri segera diisi, termasuk posisi Wakil Kapolri. Membiarkan Polri dengan lebih dari 400.000 anggota tanpa pimpinan bukanlah langkah yang bijaksana dan hanya akan menimbulkan ketidakpastian yang rawan dipolitisasi. Siapa pun yang memimpin Polri ke depan, semangat untuk memberantas korupsi, menegakkan hukum secara jujur, dan mengayomi masyarakat haruslah tetap menjadi tugas yang utama.

Publik menunggu sikap DPR untuk mengakhiri situasi penuh ketidakpastian ini.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 April 2015, di halaman 6 dengan judul "Memutuskan Pimpinan Polri".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger