Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 17 Juni 2015

Problem Mendasar Pilkada (TOTO SUGIARTO)

Tahapan pemilihan gubernur, bupati/wali kota serentak sudah dimulai. Namun, berbagai masalah masih menghadang proses rotasi kepemimpinan daerah yang akan memilih 9 gubernur, 224 bupati, dan 36 wali kota ini.

Masalah mutakhir yang paling mengancam suksesnya pilkada adalah terlambatnya pengucuran dana untuk anggaran penyelenggaraan. Selain terlambat, beberapa pemerintah daerah mengucurkan anggaran kepada KPU setempat secara mencicil. Hal ini memperbesar risiko terganggunya tahapan pilkada yang amat rapat. Terhambat sedikit saja, penyelenggaraan pilkada akan sangat terganggu.

Di sisi lain, anggaran untuk pengawasan lebih parah. Yang paling akhir, sekitar 117 daerah belum menandatangani naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) untuk pengawasan. Di daerah yang sudah menandatangani pun, baik anggaran untuk KPU maupun untuk Bawaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota, belum tentu pencairan dananya lancar. Bahkan, di daerah yang pencairannya lancar pun belum tentu anggaran mencukupi untuk semua agenda, terutama agenda baru yang menjadi tanggung jawab penyelenggara, seperti anggaran untuk kampanye dan pengawas TPS.

Pertanyaan mendasar

 Terkait berbagai perkembangan menjelang pilkada, terdapat dua "wajah" yang saling muncul di hadapan kita dan berusaha berebut peran. "Wajah" pertama yang muncul adalah wajah yang selalu memikirkan Republik.

Apa pun yang dipikirkan dan dilakukan selalu berorientasi demi terciptanya kebaikan umum, kebaikan bersama sebagai bangsa. Wajah ini berupa kehendak untuk menciptakan pemilu yang sukses, sukses dari sisi penyelenggaraannya dan sukses dari sisi kualitasnya. Pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota serentak 9 Desember 2015 nanti dikehendaki berlangsung secara lancar, jujur, dan adil.

"Wajah" kedua adalah "wajah" yang sebaliknya. Wajah yang membuat kita bermuram durja. "Wajah" tersebut adalah kehendak yang diwujudkan dalam Langkah-langkah kontra produktif. Wajah muram ini dipertontonkan di hadapan kita oleh berbagai aktor, yaitu pemerintah daerah, DPR, dan Kemendagri.

 Pemerintah daerah terlihat mempersulit pengucuran anggaran pilkada. Anggaran untuk KPU terlambat dan lebih parah lagi, dikucurkan secara mencicil. Sementara anggaran untuk pengawasan, baik yang diperuntukkan bagi Bawaslu provinsi untuk pemilihan gubernur maupun bagi Panwaslu kabupaten/kota untuk pemilihan bupati/wali kota, bahkan banyak yang belum ditandatangani NPHD-nya. Artinya, jangankan pengucuran anggaran, penandatanganan pun belum dilakukan.

Keterlambatan anggaran ini bisa berbuah terganggunya atau tidak optimalnya tahapan yang sudah berjalan, yaitu terkait dengan daftar pemilih. Pemutakhiran dan pengawasan terhadap daftar pemilih terancam kacau-balau. Pemilu yang jujur dan adil sulit terwujud jika daftar pemilihnya saja kacau-balau. Sebelumnya, wajah muram juga muncul di DPR. Seperti kita ketahui bersama, tarik-menarik kepentingan politik pragmatis-transaksional membuat DPR lambat menyelesaikan UU Pilkada.

Keterlambatan ini membuat anggaran pilkada tak tercantum dalam APBN Perubahan (APBN-P) 2015. APBN-P disahkan 13 Februari 2015, sementara UU Pilkada belum ada, akibatnya anggaran pilkada tak masuk APBN-P. Inilah awal dari semua kekacauan anggaran yang dihadapi KPU, Bawaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota sekarang ini. Dengan kata lain, problem mendasar pilkada sekarang ini berawal dari berlarut-larutnya penyelesaian UU Pilkada di DPR. Ketiadaan nomenklatur ini kemudian diselesaikan dengan hibah.

Kemendagri turut mempertontonkan wajah muram. Pasalnya, Mendagri terkesan lambat merevisi permendagri yang tidak mengakomodasi semua keperluan pilkada. Dalam permendagri yang ada, yaitu Permendagri Nomor 44 Tahun 2015, banyak kepentingan pengawasan yang tidak terakomodasi. Revisi Permendagri Nomor 44 Tahun 2015 tak terhindarkan. Mendagri harus secepatnya menandatangani itu.

Pertanyaan mendasarnya adalah bagaimana mengatasi langkah-langkah kontra produktif politisi agar demokrasi dapat maju selangkah menuju demokrasi yang terkonsolidasi. Jika ini tak terjawab, demokrasi akan terjerembap pada kualitas yang buruk akibat penyelenggaraannya, termasuk pengawasan, tak optimal.

Mengawal bersama

 Implikasi anggaran yang bermasalah di atas terhadap tahapan pilkada yang sudah berjalan saat ini adalah terganggunya kesiapan pemutakhiran daftar pemilih dan pengawasan progres daftar pemilih. Sebagai catatan penting, pengawasan merupakan mandat UU, penyimpangan terhadap itu merupakan pelanggaran terhadap UU. Selain itu, tidak terawasinya suatu tahapan pemilu juga tentu berpengaruh pada legitimasi hasil tahapan tersebut.

Permasalahan lainnya adalah langkah pemerintah daerah untuk mengucurkan anggaran secara mencicil. Langkah ini berpotensi menggagalkan pilkada secara keseluruhan. Jika banyak pemerintah daerah menahan dana atau tersendat-sendat dalam pencairannya, pemerintah daerah mempersulit terciptanya pemilu lokal yang berkualitas di daerahnya. Konsekuensi logis yang perlu dikhawatirkan misalnya adalah dalam hal pengawasan. Jika pengawasan terhambat, kecurangan akan meningkat.

Mungkinkah keluar dari problem mendasar seperti diuraikan di atas. Pasal 131 UU No 8 Tahun 2015 menyebutkan, salah satu bentuk partisipasi masyarakat adalah pengawasan pada setiap tahapan pemilihan. Jika progres tahapan yang dilakukan KPU dan pengawasannya yang dilakukan pengawas formal berpotensi terganggu, rakyatlah yang bisa mengawal agar proses tahapan berjalan lancar dan terawasi.

Di sinilah pentingnya menggalakkan partisipasi publik dalam pengawasan pemilu. Pengawasan partisipatif dapat menjadi cara untuk menekan berbagai pihak agar menjalankan fungsinya dengan semestinya. Akhirnya, tekanan publik dapat mengamankan pemilu lokal ini agar berjalan baik demi terwujudnya pemilu yang jujur dan adil

TOTO SUGIARTO

Ketua Departemen Riset dan Konsulting PARA Syndicate

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Juni 2015, di halaman 7 dengan judul "Problem Mendasar Pilkada".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger