Hak pejalan kaki saat ini semakin terampas oleh pertambahan jumlah kendaraan bermotor yang tak terkontrol karena pemerintah tidak mengimbangi dengan pembangunan infrastruktur jalan memadai. Akibatnya, pengendara sepeda motor sering melanggar aturan dengan berkendara di trotoar, bahkan parkir pun di atas trotoar. Pejalan kaki pun dikalahkan.
Tidak hanya kendaraan bermotor, pedagang kaki lima ikut memanfaatkan trotoar sebagai tempat berjualan. Kegiatan berjualan di trotoar sudah dilarang pemda, tetapi nyatanya pelanggaran para pengendara motor dan pedagang kaki lima jarang ditertibkan, bahkan terkesan dibiarkan. Pejalan kaki kembali gigit jari.
Hak-hak pejalan kaki sebenarnya dilindungi hukum, sebagaimana termaktub dalam Pasal 131 UU Nomor 22 Tahun 2009. Di sana tertulis, pertama "Pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain." Kedua, "Pejalan kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang jalan di tempat penyeberangan jalan."
Nyatanya, undang–undang tersebut tidak diterapkan dengan baik dan hak pejalan kaki tidak dipedulikan sehingga terjadi pelanggaran hukum dan hak asasi manusia. Saya sebagai pejalan kaki berharap semoga pemerintah mengawasi penggunaan trotoar dan memberikan sanksi keras untuk yang menyalahgunakannya.
FERDINAND EVANDO
Kp Tanah 80, RT 007 RW 008, Klender, Jakarta Timur
Telepon Rusak
Pada 7 September 2015, petugas IndiHome berpromosi dan pada 12 September memasang fasilitas IndiHome di rumah saya. Namun, setelah pemasangan, telepon rumah saya malah rusak.
Telepon tidak berfungsi sejak tanggal 14 September. Saya sudah menelepon IndiHome, tetapi petugas yang menerima mengatakan tidak dapat membetulkan.
Saya sudah empat kali melaporkan hal ini ke nomor telepon 147, lewat akun FB Telkom Care, Twitter Telkom Care, serta sentral (kantor pusat) 86617066 dan 87795036. Sebelumnya, saya sudah dibantu petugas, tetapi menurut dia hanya sentral yang bisa memperbaiki.
Mohon pihak Telkom segera mengutus petugas karena telepon menjadi alat komunikasi saya dengan berbagai pihak.
TENRI GAU
Pondok Kopi 8 Blok G2 No 8 Perumahan Pondok Kopi, Jakarta Timur
Uang Kompensasi
Enam bulan lalu saya turut menjadi korban jadwal penerbangan domestik dan internasional Lion Air yang amburadul. Bahkan, ada yang ditunda sampai lebih dari 12 jam.
Saya membeli tiket pesawat Lion Air di biro perjalanan Timor Jaya Baru di Jalan Mohammad Yamin, Medan, untuk penerbangan Sibolga-Medan-Jakarta pada Sabtu, 21 Februari 2015.
Penerbangan dari Sibolga ke Bandara Kualanamu berjalan lancar menggunakan Wings Air (Lion Group). Namun, waktu keberangkatan penerbangan Medan-Jakarta berubah dari jadwal semula, pukul 17.40, menjadi pukul 20.45. Berarti terlambat 3 jam 5 menit. Pemerintah telah memerintahkan kepada Lion Air untuk memberikan uang kompensasi Rp 300.000 pada setiap penumpang bila keterlambatan lebih dari tiga jam.
Bersama para penumpang lain, saya mendapat lembar formulir pengajuan klaim (claim form) yang ditandatangani petugas Lion Air. Formulir tersebut bukan lembaran asli, melainkan fotokopian sehingga penumpang menerima lembar formulir dengan nomor seri yang sama.
Karena belum juga menerima transfer uang kompensasi, saya mendatangi kantor Lion di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, dan diterima Sdr Salman. Sesuai permintaan, saya menyerahkan fotokopi formulir pengajuan klaim, KTP, dan halaman depan buku tabungan. Namun, sampai saat ini saya belum menerima uang kompensasi itu.
SAUT HORAS MARTUA MANALU
Jalan Mapilindo, Tergalrejo, Medan Perjuangan, Medan
Tanggapan JNE
Kami ingin menyampaikan permohonan maaf kepada Bapak Afwan Purwanto atas hilangnya barang kiriman via JNE (Kompas, 1/10).
Kami telah merespons dan menghubungi Bapak Afwan Purwanto untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam kesempatan ini kami hendak menginformasikan bahwa permasalahan telah diatasi dan sudah terjadi proses ganti rugi yang sesuai kesepakatan. Selain itu, telah terjadi saling pengertian antara kedua belah pihak.
HENDRIANIDA PRIMANTI
Head Of Media Relations Dept JNE
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Oktober 2015, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar