Media nasional dan internasional menaruh harapan pada pemerintahan Jokowi-Kalla. Majalah Time membuat judul "Hope" dalam sampulnya. Sejumlah media nasional terbitan 21 Oktober 2014 menulis dengan huruf besar "Bergerak Bersama", "Bergerak Bersama demi Indonesia Raya", "Mari Bergotong Royong". Warga Ibu Kota mengantarkan Presiden Jokowi dan Wapres Kalla ke Istana. Dwitunggal itu disambut kerumunan warga yang memenuhi jalan dari Gedung MPR hingga Istana Negara. Optimisme!
Optimisme memang tinggi ketika itu. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, optimisme mengempis. Gejala ini terjadi pada sejumlah pemimpin negara, termasuk presiden sebelumnya di Indonesia. Tingkat popularitas Presiden Jokowi-Wapres Kalla menurun pada tahun pertama, meski pada masyarakat bawah kepercayaan masih ada. Manajemen ekspektasi publik menjadi kuncinya. Masalah yang dihadapi pemerintah tidak mudah. Situasi ekonomi dihadapkan pada ketidakpastian global. Era komoditas yang selama beberapa tahun terakhir menjadi penopang pertumbuhan ekonomi mulai berakhir.
Pelambatan ekonomi global juga dirasakan negara lain. Namun, kita mencatat kegagapan pemerintah juga nyata. Sektor ekonomi, pengendalian harga, melemahnya rupiah, paling dikeluhkan. Apa yang dibayangkan pemerintah bahwa pertumbuhan ekonomi akan meningkat pada waktu tertentu belum menjadi kenyataan. Serapan anggaran untuk pembangunan infrastruktur tersendat, penyerapan dana desa membutuhkan waktu.
Deregulasi pemerintahan Jokowi-Kalla sedikit membuka ruang gerak bagi dunia usaha. Kita pun berharap menginjak tahun kedua, Presiden Jokowi-Wapres Kalla bisa menunjukkan kesamaan langkah bersama-sama dengan anggota Kabinet Kerja menghadapi situasi perekonomian yang tidak mudah dan geopolitik yang dinamis. Manajemen pemerintahan bisa lebih dimaksimalkan. Pidato Presiden bahwa tidak ada visi menteri, yang ada adalah visi Presiden, perlu dikawal dalam implementasinya. Presiden harus punya kata akhir terhadap perdebatan di antara anggota kabinet karena presidenlah penanggung jawab pemerintahan.
Bagaimana menggerakkan mesin birokrasi pada eselon satu dan eselon dua adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Presiden Jokowi dan Wapres Kalla harus bisa mengontrol bahwa apa yang telah diputuskan pada level pusat juga bisa berjalan di bawah.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Oktober 2015, di halaman 6 dengan judul "Jokowi-Kalla, Setahun Kemudian".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar