Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 19 November 2015

Tajuk Rencana: KTT APEC dan Pemulihan Ekonomi (Kompas)

Perkembangan global membuat KTT APEC tidak steril dari isu yang berpotensi mendistraksi KTT dari agenda penting kerja sama ekonomi kawasan.

Selain isu keamanan terkait insiden serangan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah, hampir bisa dipastikan isu Laut Tiongkok Selatan juga menjadi salah satu agenda pembahasan pada KTT APEC Manila pekan ini.

Isu keamanan dan konflik wilayah memang tak bisa dilepaskan dari dampaknya terhadap ekonomi kawasan. Namun, perebutan panggung di APEC membuat harapan bagi dicapainya solusi bersama atas kemelut pelemahan ekonomi global dewasa ini pada KTT Manila, seperti diharapkan Indonesia, juga kian berat.

KTT APEC Manila berlangsung saat perekonomian dunia dihadapkan pada situasi sulit, dengan perekonomian-perekonomian besar nyaris seluruhnya melambat atau terancam resesi. Tanpa komitmen dan langkah bersama menggerakkan ekonomi, sulit berharap akan terjadi pemulihan ekonomi global pada 2016.

Komitmen bersama ini penting mengingat dalam situasi krisis seperti sekarang, negara-negara di dunia, termasuk perekonomian besar, cenderung memilih menempuh kebijakan proteksionis dan inward-looking yang justru kontraproduktif bagi upaya pemulihan global. Persoalannya, bisakah berharap dari KTT kali ini? Beberapa tahun terakhir, APEC terus menjadi sasaran kritik karena kegagalan mewujudkan apa yang jadi kesepakatan di APEC. APEC yang beranggotakan 21 negara serta mewakili 40 persen penduduk dunia, 57 persen PDB, dan 47 persen perdagangan global dinilai semakin mandul sebagai forum kerja sama ekonomi dan liberalisasi perdagangan. Forum ini juga dihadapkan pada krisis eksistensial.

Terbentuknya organisasi seperti Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) adalah bukti nyata kegagalan APEC. Argumennya, jika APEC berfungsi, tak akan ada kebutuhan negara-negara untuk membentuk entitas besar baru yang sama-sama bertujuan untuk mendorong agenda perdagangan bebas. Yang ada, keberadaan entitas baru justru mengancam soliditas forum APEC itu sendiri.

Sulit berharap APEC menjadi forum kerja sama dan penyelesaian isu-isu ekonomi kawasan manakala APEC sendiri bukan lagi prioritas dalam politik domestik negara-negara anggotanya. Belum lagi gugatan masyarakat sipil yang melihat agenda kebijakan ekonomi APEC selama ini justru memperburuk kemiskinan dan ketimpangan serta kian mengukuhkan dominasi kekuatan korporasi.

Kebijakan APEC dituding lebih banyak mengakomodasi kepentingan korporasi besar global ketimbang pekerja, petani, dan masyarakat pribumi. Di sinilah prinsip inklusivitas ekonomi sebagai tema yang diangkat Filipina selaku tuan rumah menjadi relevan dalam rangka mewujudkan distribusi manfaat liberalisasi yang lebih adil.

Kritik dan krisis eksistensial ini harus dijawab para pemimpin APEC, antara lain lewat tawaran solusi nyata atas persoalan ekonomi kawasan pada KTT Manila ini.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 November 2015, di halaman 6 dengan judul "KTT APEC dan Pemulihan Ekonomi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger