Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 19 November 2015

Tajuk Rencana: Nilai Tambah Komoditas Perkebunan (Kompas)

Jatuhnya harga komoditas dunia berdampak langsung terhadap petani. Harus ada perbaikan komoditas agrobisnis untuk menciptakan nilai tambah.

Periode keemasan harga komoditas dunia mulai memudar sejak akhir tahun lalu, berlanjut tahun ini, dan belum tampak tanda-tanda membaik tahun depan.

Pelemahan harga juga terjadi pada produk perkebunan ekspor Indonesia. Harga minyak sawit, karet, dan kakao ikut tertekan seiring pelemahan perekonomian dunia.

Harian Kompas, awal pekan ini, melaporkan kesulitan petani karet, kakao, dan kopi yang diperparah pelambatan perekonomian dunia sehingga menyeret harga komoditas.

Semua komoditas perkebunan memiliki persoalan mendasar nyaris sama, yaitu belum baiknya praktik budidaya tanaman, tidak tersedia cukup bibit yang baik bagi petani, dan penanganan pasca panen yang tidak baik.

Persoalan penting lain adalah tidak kunjung terjadinya proses industrialisasi memadai di dalam negeri untuk memberi nilai tambah pada hasil perkebunan.

Nilai tambah terbesar terjadi pada proses pengolahan menjadi produk akhir. Harga eceran permen cokelat ukuran 100 gram produksi dalam negeri, misalnya, adalah Rp 35.000-Rp 40.000. Sementara harga biji kakao asalan saat ini di Sulawesi Selatan—salah satu pusat penghasil kakao—hanya Rp 37.000 per kilogram. Hal yang sama terjadi pada karet, kopi, dan kelapa sawit.

Jika ditelisik, dalam tiap rantai produksi, mulai dari pengolahan hingga pemasaran produk komoditas, terjadi masalah. Sering kali hal itu seperti lingkaran bersambung. Di tingkat petani, misalnya, harga yang jatuh membuat petani tidak mengurus tanamannya. Hal itu berakibat pada penurunan produktivitas dan kualitas hasil sehingga berujung pada semakin rendahnya pendapatan petani.

Intervensi pemerintah diperlukan untuk memutus siklus tersebut. Keterlibatan pemerintah diperlukan untuk mendorong proses industrialisasi hasil perkebunan. Kita harus meningkatkan nilai tambah produk perkebunan demi kemakmuran petani dan pendapatan negara.

Intervensi pemerintah diperlukan di dalam sistem agrobisnis. Di bagian produksi, petani memerlukan bibit yang baik, ketersediaan kredit murah untuk mengganti tanaman tua, sarana produksi, dan pendampingan penyuluh untuk mengatasi persoalan budidaya. Keterlibatan petani dalam proses pasca panen dapat didorong dengan merevitalisasi sistem resi gudang.

Untuk membangun industri pengolahan, investor memerlukan iklim usaha yang memberi kepastian hukum, selain kepastian pasokan dalam hal jumlah dan kualitas. Pemerintah perlu memastikan hal tersebut terpenuhi.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 November 2015, di halaman 6 dengan judul "Nilai Tambah Komoditas Perkebunan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger