Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 13 Februari 2016

TAJUK RENCANA: Tak Perlu Revisi UU KPK (Kompas)

Posisi Presiden Joko Widodo sebenarnya tegas dan jelas. Revisi UU KPK hanya untuk memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi!

Perdebatan soal penguatan dan pelemahan KPK itulah yang kini mengemuka di DPR. Untuk memperkuat dan memperlemah KPK pintu masuk yang harus ditempuh adalah merevisi UU KPK. UU KPK sebagai anak kandung reformasi ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri tahun 2002.

Namun dalam perkembangannya, KPK menjadi anak nakal reformasi. KPK telah memenjarakan orang yang membidani kelahirannya. KPK mengantarkan penyelenggara negara ke penjara dan memiskinkan mereka. Dilihat dari kepentingan itu bisa dipahami kalau eksistensi KPK mengancam penyelenggara negara yang ingin memanfaatkan posisinya untuk memperkaya diri sendiri.

Sudah delapan belas kali UU KPK diuji materi, namun Mahkamah Konstitusi masih membentengi KPK. Beberapa kali politisi DPR merancang revisi UU KPK, namun mendapat perlawanan masyarakat. Meskipun harus diakui juga, ada potensi penyimpangan dalam tubuh KPK sehingga Komisi Etik harus lebih aktif. Sejak awal, KPK didesain sebagai lembaga independen. Karena itulah, keinginan politisi menghadirkan Dewan Pengawas yang dipilih Presiden adalah langkah ahistoris dan memenggal independensi KPK. Independensi KPK bakal hilang.

Penyadapan adalah jantung KPK. Hampir semua operasi tangkap tangan, termasuk kepada anggota DPR dan pejabat lain, didahului penyadapan. Memangkas penyadapan dengan izin Pengawas pasti menyulitkan KPK.

Sesuai dengan kompleksitas kejahatan korupsi, KPK seharusnya diberi kewenangan mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri. Namun draf revisi UU KPK yang beredar di masyarakat justru menutup ruang KPK untuk mengangkat penyelidik independen. Niat anggota DPR memberikan ruang kepada KPK menghentikan penyidikan dengan alasan ada tersangka yang meninggal atau sakit, sebenarnya berlebihan. Karena sudah ada pasal dalam pasal 77 KUHP menyatakan hak menuntut gugur jika tersangka/terdakwa meninggal dunia.

Kontroversi memang terjadi. Menarik pandangan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan yang mengatakan sebaiknya DPR menanyakan kepada KPK apakah diperlukan revisi atau tidak? Jika pandangan Zulkifli itu dirujuk, surat Pimpinan KPK, 9 November 2015 jadi jawaban. KPK berpendapat, pada prinsipnya Pimpinan KPK tidak setuju dengan keinginan beberapa orang di DPR untuk merevisi UU KPK. Pimpinan KPK menyarankan segera dibuat UU Perampasan Aset. Itu sejalan dengan dokumen Nawacita. Jika manuver DPR itu berlanjut, publik menunggu sikap Presiden Joko Widodo mau revisi atau tidak.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Februari 2016, di halaman 6 dengan judul "Tak Perlu Revisi UU KPK".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger