Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 13 Februari 2016

Pelebaran Jalan di Kota Tua//Terlambat Daftar PUPNS (Surat Pembaca Kompas)

Pelebaran Jalan di Kota Tua

Rencana pelebaran jalan lingkungan di Pecinan Kota Tua, Jakarta, sebaiknya dibuat dengan penuh pertimbangan agar tidak menggusur kelenteng tertua Jin De Yuan.

Gara-gara rencana pelebaran Jalan Kemenangan III oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pembangunan kembali Kelenteng Jin De Yuan yang terbakar habis pada 2 Maret 2015 tertunda hampir setahun. Soalnya, rencana itu telah menggeser garis sempadan bangunan (GSB) sekitar 5 meter dan akan memangkas sebagian bangunan cagar budaya yang sudah berusia 3,5 abad itu.

Rencana itu meresahkan Pengurus Yayasan Wihara Dharma Bhakti yang berniat merekonstruksi salah satu bangunan cikal bakal Kota Tua itu. Oleh karena itu, Dinas Tata Ruang DKI Jakarta harus bijak membenahi Kota Tua, terutama kawasan Pecinan Lama, dengan komitmen melindungi dan melestarikan bangunan cagar budaya.

Salah satu ciri Pecinan di kota tua mana pun di Jawa, misalnya Tangerang, Lasem, dan Tegal, adalah jalan lingkungan yang sempit. Pada dekade 1970-an, ketika Gubernur Ali Sadikin giat melaksanakan proyek pelebaran jalan-jalan di Jakarta, ia juga amat berhati-hati menyangkut kota tua.

Daerah Pecinan Lama yang terkena GSB hanya Jalan Raya Glodok-Pancoran, Kali Besar Timur, Pintu Kecil, Pintu Besar Selatan, dan Gajah Mada. Proyek tidak menyentuh kawasan inti Pecinan, walau Jalan Toko Tiga sempit.

Di zaman VOC, Kelenteng Jin De Yuan berada di tepi timur Pecinan Lama, di barat daya tembok benteng Kota Batavia. Di sebelah timur Kelenteng Jin De Yuan merupakan lapangan terbuka cukup luas, sekarang disebut Glodok.

Dalam rencana pelebaran jalan, lebih bijaksana jika menarik GSB ke arah sisi timur Jalan Kemenangan III, demi pelestarian bangunan bersejarah Kelenteng Jin De Yuan.

Dalam merekonstruksi Kelenteng Jin De Yuan, sebaiknya dibentuk tim yang berpengalaman dan paham seni budaya Tionghoa sehingga mengikuti asas kosmologik Tionghoa "Tian Di Ren" (Langit, Bumi, dan Umat Manusia).

HENDRA LUKITO

Jalan Duri Nirmala II, Kepa Duri, Jakarta

Terlambat Daftar PUPNS

Badan Kepegawaian Nasional mencatat, 106.038 pegawai negeri sipil terancam kehilangan status PNS-nya karena hingga 31 Desember 2015 belum mendaftar dalam proses pendataan ulang PNS secara daring.

Salah satu di antaranya adalah saya. Saya tidak setuju kalau dipecat. Itu tindakan yang tidak adil karena saya sudah mengabdi hampir 30 tahun. Idealnya adalah dipensiunkan atau diberi pesangon. Kalau langsung dipecat, berarti tidak ada penghargaan atas pengabdian kami.

Saya terlambat mendaftar karena di internet disebutkan bahwa pendataan ulang pegawai negeri sipil (PUPNS) diperpanjang hingga akhir Februari 2016. Selain itu, jika data sudah masuk, tidak bisa lagi diperbaiki. Ini yang menjadi masalah bagi saya sebagai pengajar di Universitas Negeri Manado (Unima). Saya sudah kuliah S-2 dan sudah ujian seminar hasil (prakualifikasi) pada Oktober 2010. Namun, saat mengurus berkas untuk ujian komprehensif saya diharuskan membayar SPP selama lima semester pertama, padahal saya adalah penerima beasiswa.

Pembayaran beasiswa waktu itu dilakukan asdir II dan bendahara Program Pascasarjana (PPS) Unima. Seusai menerima beasiswa, slip SPP tidak langsung diserahkan kepada kami. Ketika terjadi pergantian pimpinan dan bendahara, slip SPP itu tidak ada. Saya disuruh membayar, tetapi saya tidak mau karena saya penerima beasiswa dan itu bukan kesalahan saya. Saya sudah menemui rektor, direktur PPS dan asdir II. Tak ada hasil.

Pada Agustus 2015 saya mendaftar kembali untuk penyelesaian ujian komprehensif. Saya mengumpulkan uang dengan susah payah untuk membayar SPP. Namun, saya dan teman-teman angkatan 2010 ke bawah harus mengurus nomor induk mahasiswa baru.

Pada Oktober 2015, saya tidak bisa ikut ujian komprehensif karena sudah sistem daring. Infonya, baru semester berikut saya dapat menyelesaikan ujian.

Saat mengisi formulir PUPNS, saya tidak mungkin menulis pendidikan terakhir S-1, tetapi saya juga tidak bisa menulis S-2, karena belum ujian komprehensif. Maka, saya berencana mengisi formulir PUPNS setelah ujian komprehensif pada Januari atau Februari 2016.

RICHARD TUWOLIU MANGANGUE

Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Manado, di Tondano

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Februari 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger