Menurut perkiraan saya, rumah sakit swasta di Indonesia akan memanfaatkan pasar bebas ASEAN dengan mendatangkan dokter asing yang mempunyai keahlian dan dapat digaji lebih rendah daripada dokter Indonesia. Saya banyak mendengar bahwa dokter spesialis dari Malaysia, Filipina, dan mungkin negara ASEAN lain sedang bersiap untuk berpraktik di Indonesia.
Sebagai orang awam, saya mempunyai kesan bahwa dokter asing memiliki kemampuan lebih tinggi daripada dokter Indonesia. Alasannya, peringkat fakultas kedokteran kita masih kalah dibandingkan dengan peringkat fakultas kedokteran di Singapura dan Malaysia. Jika peringkat fakultasnya kalah, saya rasa kemampuan lulusannya juga mungkin lebih rendah. Pada umumnya dokter spesialis yang berpraktik di rumah sakit swasta adalah dokter tamu. Artinya, mereka bekerja di rumah sakit pemerintah pada jam kerja dan setelah itu berpraktik di rumah sakit swasta. Keadaan ini mungkin menyulitkan bagi pasien untuk dapat menghubungi dokter sewaktu-waktu jika memerlukan.
Saya juga mendapat informasi bahwa dokter tamu ini tidak digaji, tetapi mendapat honorarium dari jasa pelayanannya. Jasa itu dipotong oleh rumah sakit. Dengan demikian, jasa tersebut dapat banyak atau sedikit tergantung jumlah pasien yang berobat. Jika dokter asing digaji oleh rumah sakit swasta, bukan tak mungkin gaji dokter asing akan lebih rendah daripada penghasilan dokter tamu yang selama ini berpraktik di rumah sakit swasta. Apakah tidak mungkin secara bertahap dokter tamu akan tergusur oleh dokter asing yang digaji tetap?
Bagaimana pengaturan praktik dokter asing nantinya di Indonesia? Apakah pemerintah akan memberikan izin seluas-luasnya atau adakah persyaratan yang harus dijalani oleh dokter asing? Jika dokter asing tersebut lulusan fakultas kedokteran di Indonesia, apakah mereka akan diprioritaskan karena sudah memahami pola penyakit di Indonesia dan sudah mampu berbahasa Indonesia? Setahu saya, cukup banyak mahasiswa asing (terutama Malaysia) yang kuliah di sejumlah fakultas kedokteran di Indonesia. Mohon penjelasan Dokter.
T di B
Pasar bebas ASEAN memang menyangkut juga barang dan jasa dalam bidang kedokteran. Pasar bebas ASEAN telah dinyatakan berlaku mulai 31 Desember 2015, tetapi pelaksanaannya secara rinci memerlukan persiapan dan kesepakatan tambahan. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia telah mengkaji baik buruk pelaksanaan pasar bebas dalam bidang kedokteran dan pendapat ini telah disampaikan kepada pihak-pihak berwenang.
Saya sendiri merasa banyak orang Indonesia beranggapan bahwa dokter asing memiliki kemampuan lebih tinggi daripada dokter Indonesia. Mungkin kami masyarakat kedokteran Indonesia kurang akrab dengan masyarakat dan media sehingga masyarakat kita kurang mengenal kemampuan dokter Indonesia. Di Indonesia terdapat lebih dari 70 fakultas kedokteran. Ada yang sudah berdiri lama dan ada juga yang baru didirikan. Namun, pemerintah berupaya agar mutu lulusan fakultas kedokteran di Indonesia memenuhi standar yang ditetapkan. Karena itulah, kurikulum fakultas kedokteran diatur. Dilakukan juga ujian-ujian, termasuk ujian nasional.
Kurikulum pendidikan kedokteran di Indonesia telah lama mengikuti kurikulum pendidikan yang digunakan di dunia. Proses belajar-mengajarnya juga memakai pendekatan sama, yaitu mahasiswa aktif belajar dan dosen lebih sebagai fasilitator. Memang Indonesia masih berusaha keras meningkatkan peringkat universitas atau fakultasnya. Namun, patut diingat, peringkat universitas ditentukan oleh berbagai penilaian, seperti lulus tepat waktu, jumlah dosen bergelar doktor, jumlah penelitian dan paten, serta kepustakaan.
Secara individu, mahasiswa kita tak kalah dari teman-temannya di luar negeri. Mahasiswa kita juga sering mendapat penghargaan di luar negeri. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pernah mengirim sekitar 30 mahasiswa kelas internasionalnya untuk belajar satu tahun di universitas di Australia (dalam rangka mendapat dua gelar). Ternyata separuh dari mereka mendapat penghargaan di Australia, prestasi yang membanggakan. Para dokter kita yang sudah lulus, jika mengikuti pelatihan dan pendidikan tingkat internasional baik tingkat ASEAN maupun kawasan yang lebih luas, tak jarang juga menjadi lulusan terbaik. Kita masih ingat bagaimana dokter-dokter kita yang bekerja di Malaysia ternyata disenangi oleh masyarakat di sana. Namun, pendapat bahwa yang asing lebih baik daripada yang di dalam negeri masih sukar dihilangkan.
Kemungkinan tenaga kesehatan asing, termasuk dokter, akan datang ke Indonesia dan berpraktik di sini karena jumlah penduduk kita amat besar, yaitu hampir 250 juta, dan ekonomi kita juga membaik. Namun, saya rasa mereka memilih untuk berpraktik di kota besar dengan keadaan ekonomi yang baik. Mereka tentu tak akan mau bertugas di daerah terpencil. Kemungkinan mereka menggeser peran dokter tamu di rumah sakit swasta dapat terjadi. Oleh karena itu, kita harus memikirkan bersama agar pelaksanaan pasar bebas ASEAN dalam bidang kedokteran ini tak merugikan dokter kita.
Untuk berpraktik, mereka harus memenuhi persyaratan seperti dokter Indonesia akan berpraktik. Jadi, harus jelas ijazahnya, lulus ujian nasional kita, serta mampu berkomunikasi dengan baik dengan pasien yang berbahasa Indonesia. Sekarang ini yang telah berjalan adalah alih teknologi. Profesi kedokteran di Indonesia mengundang pakar, misalnya pakar cangkok hati untuk operasi cangkok hati di Indonesia sekaligus alih teknologi kepada dokter Indonesia. Persyaratan untuk alih teknologi ini jauh lebih mudah.
Salah satu upaya membendung barang dan jasa asing di negeri kita adalah dengan meningkatkan kecintaan kita kepada Indonesia. Kita dapat mencontoh cara masyarakat Korea fanatik terhadap mobil Korea. Mobil bukan buatan Korea tak banyak dipakai di Korea karena rakyatnya mencintai produk dalam negeri. Sayang sekali, instansi pemerintah kita juga berlindung hanya menjalankan peraturan. Tak disadari keputusan mereka merugikan masyarakat Indonesia. Mereka memang perlu menjalankan peraturan, tetapi harus disertai dengan nasionalisme yang tinggi.
Hubungan dokter pasien dalam mencapai penyembuhan penyakit amatlah penting. Dokter memang harus mempunyai kemampuan cukup dalam bidang kedokteran, termasuk kemampuan berkomunikasi dengan pasien dan keluarga. Saya percaya, jika bersungguh-sungguh, tentulah dokter Indonesia akan lebih akrab berkomunikasi dengan pasien atau keluarga Indonesia dibandingkan dengan dokter asing.
Di sisi lain, pasar bebas ASEAN hendaknya menjadi cambuk bagi para dokter untuk meningkatkan kemampuan serta menjaga perilaku dan etik sehingga menjadi sahabat masyarakat. Pemerintah perlu menjaga agar pasar bebas ASEAN tidak menjadikan kita hanya pasar bagi pihak asing. Mari kita berusaha bersama masyarakat kedokteran Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Bahkan, kita juga harus mempunyai rencana yang baik agar layanan kesehatan kita dapat pula menembus pasar negara lain.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Maret 2016, di halaman 25 dengan judul "Kemampuan Dokter Asing".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar