Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 12 Maret 2016

TAJUK RENCANA: Kok Asap Masih Muncul? (Kompas)

Di harian ini, kemarin, kita membaca kerugian berikut kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana asap pada tahun 2015.

Ada kerugian senilai Rp 209 triliun, Indeks Standar Polusi mencapai level maksimum 1.000, dan lebih dari 500.000 orang menderita infeksi saluran pernapasan akut. Tidak kalah menyedihkan adalah kerugian lingkungan, yang jika diuangkan—kalau ini bisa—sekitar Rp 3,8 triliun. Belum lagi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan, yang jumlahnya mencapai 15,95 juta ton per hari.

Semestinya pengalaman sangat buruk itu membuat kita trauma dan mengambil tindakan sangat tegas, lebih tegas dari apa pun yang pernah diambil sebelumnya, untuk mencegah berulangnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Namun, membaca berita utama harian ini kemarin, optimisme di atas seolah pupus.

Memang, menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, titik api di Riau pada periode sama tahun 2016 ini jauh lebih kecil dibandingkan 2015. Namun, di Kalimantan Timur, jumlah titik api meningkat tajam. Di Kalimantan Selatan yang pada tahun lalu tidak ada titik panas, kini muncul sebanyak 27.

Menteri LHK mengatakan, mengecilnya jumlah titik api menjadi bukti daerah lebih baik dalam pencegahan dan penanganan titik api. Namun, untuk Kalimantan, meningkatnya titik api disebabkan daerah tersebut sangat kering. Faktor kelalaian dan kesengajaan masyarakat juga masih ada. Kita hargai upaya pemerintah mencegah dan menangani karhutla. Namun, kalau karhutla masih terjadi lagi, sulit untuk tidak mengatakan upaya pencegahan belum cukup.

Masuk akal kalau empat elemen masyarakat, yakni Wahana Lingkungan Hidup, Lembaga Adat Melayu Riau, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau, dan Rumah Budaya Sikukeluang, melayangkan gugatan kepada pemerintah, dalam hal ini adalah Presiden, Menteri LHK, Menteri Pertanian, Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Kesehatan, dan Gubernur Riau. Keempat lembaga itu mendaftarkan gugatan warga negara karena sudah 60 hari pemerintah tidak menjawab surat somasi.

Kita garis-bawahi notifikasi yang disampaikan, yaitu agar pemerintah mencegah berulangnya karhutla. Namun, kebakaran itu terjadi lagi pada Maret ini. Isi gugatannya masuk akal, antara lain, agar pemerintah mengalokasikan dana khusus pencegahan dan penanggulangan karhutla dan dampaknya di Provinsi Riau. Presiden diminta meninjau ulang izin usaha pengelolaan hutan dan perkebunan yang terbakar. Presiden juga diminta membuka rumah sakit khusus paru-paru dan penyakit lain akibat asap.

Kita sengaja menurunkan ulasan ini dengan harapan ada langkah konkret. Asap, sekali lagi menjadi batu ujian, apakah Indonesia negara yang pembelajar atau bukan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Maret 2016, di halaman 6 dengan judul "Kok Asap Masih Muncul?".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger