Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 17 Maret 2016

Supersemar dan Tertib Arsip (AZMI)

"Surat Perintah Sebelas Maret itu mula-mula dan memang sejurus waktu, membuat mereka bertampik sorak-sorai kesenangan. Dikiranya SP Sebelas Maret adalah satu penyerahan pemerintahan, dikiranya SP Sebelas Maret itu satu Transfer of Authentic, of Authority, padahal TIDAK. SP Sebelas Maret adalah suatu perintah pengaman, perintah pengamanan jalannya pemerintahan...."

Kalimat di atas adalah kutipan dari isi pidato Presiden Soekarno dalam peringatan HUT Ke-21 RI pada 18 Agustus 1966. Pidato Presiden Soekarno ini terdapat dalam arsip film di Arsip Nasional Republik Indonesia.

Dengan arsip film ini, kita ditunjukkan salah satu bukti bahwa Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) 1966 memang ada dan Presiden Soekarno benar mengeluarkannya.

Tanggal 11 Maret 2016 adalah tahun ke-50 lahir dan sekaligus rahibnya naskah asli Supersemar sebagai rekaman faktual sejarah awal transisi kekuasaan pemerintahan di negara kita. Rahibnya naskah asli Supersemar mengakibatkan data tertulis kebenaran isi informasi Supersemar belum diketahui sehingga menimbulkan kontroversi.

Seperti dalam tulisan saya dalam media ini pada 10 Maret 2015, bahwa Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) belum pernah menyimpan naskah asli Supersemar. ANRI hanya menyimpan arsip naskah Supersemar dalam tiga versi, yang diterima dari Sekretariat Negara RI, Pusat Penerangan TNI AD, dan Yayasan Akademi Kebangsaan. Jika dilihat dari aspek intelektual (isi, huruf, ejaan) ataupun fisik (kertas, tinta, atribut), ketiga naskah itu memiliki perbedaan satu dengan lainnya.

Rahibnya dokumen-dokumen bersejarah (arsip, naskah kuno, artefak budaya) di negara kita kerap terjadi. Hal ini menunjukkan ada yang tidak beres dengan pengelolaan arsip/dokumen bersejarah pada lembaga negara, perpustakaan, dan museum kita.

Khusus kasus raibnya naskah asli Supersemar, ini merupakan gambaran lemahnya pengelolaan arsip pada lembaga negara. Mengapa? Sebab, naskah asli Supersemar setelah ditandatangani Presiden Soekarno di Istana Bogor, kemudian dibawa oleh Brigjen M Jusuf, Amirmachmud, Basuki Rahmat, dan M Panggabean untuk diberikan kepada Letjen Soeharto di Jakarta. Sejak itu, naskah asli Supersemar tidak lagi diketahui keberadaannya atau raib sebelum sempat diserahkan kepada ANRI sebagai arsip bersejarah.

Arti Supersemar

Melalui tulisan ini saya mencoba membuka kembali memori kita tentang catatan sejarah bangsa, khususnya sejarah awal transisi kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru, melalui pendekatan kearsipan dengan mengetahui satu jenis arsip bernama naskah asli Supersemar.

Dengan dikeluarkannya Supersemar 1966, situasi politik di Indonesia mengalami perubahan besar: kekuasaan Presiden Soekarno meredup, dan kekuasaan Letjen Soeharto meningkat.

Bagi kelompok yang pro-Letjen Soeharto, Supersemar dianggap sebagai penyerahan kekuasaan dan "tiket" awal Jenderal Soeharto untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari kebijakan dan aksi Jenderal Soeharto setelah menerima Supersemar, yakni membubarkan PKI, menangkap sejumlah menteri loyalis Presiden Soekarno, dan mengontrol media massa di bawah Pusat Penerangan Angkatan Darat. Namun, bagi kelompok yang pro Presiden Seokarno, Supersemar adalah surat perintah pengendalian keamanan, termasuk keamanan Presiden dan keluarganya, bukanlah sebagai pengalihan kekuasaan.

Dikotomi tersebut tentunya akan terus berlanjut sebelum naskah asli Surpersemar ditemukan. Ketiadaan naskah asli Supersemar sebagai catatan sejarah awal Orde Baru dapat dibelokkan dan tidak lagi jujur sehingga generasi muda bangsa tumbuh tanpa landasan sejarah pasti dan meraba-raba mencari kebenaran di tengah kegelapan sejarah bangsanya sendiri.

Bukanlah hal yang mudah untuk memastikan informasi sebenarnya yang terekam dalam Supersemar untuk pelurusan sejarah bangsa, khususnya sejarah awal transisi kekuasaan Orde Lama kepada Orde Baru tanpa melihat naskah asli Supersemar. Mempelajari naskah asli Supersemar adalah langkah awal untuk menemukan catatan sejarah itu secara faktual, yang dapat diterima oleh dua kelompok yang saling berseberangan, baik yang  pro Soeharto maupun yang pro Soekarno. 

Tertib arsip kepresidenan

Ada dua hal strategis dalam lingkungan pemerintahan di negara kita, yaitu presiden dan lembaga kepresidenan. Presiden adalah pimpinan tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Adapun lembaga kepresidenan (Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Kantor Staf Presiden, dll) adalah lembaga negara yang tugasnya melekat dengan Presiden dan berada pada ring satu di lingkungan istana. Arsip yang diciptakan Presiden dan lembaga kepresidenan punya nilai strategis dan nilai sejarah yang tinggi.

Dalam konsep kearsipan, arsip yang diciptakan oleh Presiden dan lembaga kepresidenan adalah arsip kepresidenan (presidential archives), yaitu rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media yang diterima dan dibuat Presiden, staf presiden, dan unit kerja yang fungsi dan tugasnya berkaitan dengan tugas-tugas Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Supersemar adalah salah satu jenis dari arsip kepresidenan berupa surat perintah.

Di Amerika Serikat (AS), kebijakan dan praktik pengelolaan arsip kepresidenan merupakan program strategis Pemerintah AS, yang dilakukan bersama lembaga kepresidenan (Executive Office of the President) dan National Archives and Records Administration (NARA) AS.

Upaya penyelamatan arsip kepresidenan di AS pada awalnya bukan tanpa hambatan, baik yang terkait masalah teknis maupun legal formalnya. Namun, dengan upaya sungguh-sungguh dan dukungan pemangku kepentingan, upaya penyelamatan arsip kepresidenan kemudian menjadi diperhitungkan sebagai kegiatan strategis pemerintahan AS. Salah satu upaya penting yang telah berhasil dilakukan adalah penyelamatan arsip pemerintahan Presiden Richard Nixon pada 1974, khususnya arsip kasus Watergate.

Melihat keberhasilan dan manfaat besar kegiatan pengelolaan arsip kepresidenan bagi pemerintah-bangsa AS, dan dunia internasional, maka pada 1978 Kongres AS meloloskan UU tentang Arsip Kepresidenan. Di dalamnya, antara lain, memuat perubahan kepemilikan arsip resmi Presiden dan Wakil Presiden AS dari milik pribadi menjadi milik publik, dan menetapkan profesi arsiparis sebagai profesi yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dan penyelamatan arsip kepresidenan di akhir periode pemerintahan.

Bagaimana dengan praktik pengelolaan arsip kepresidenan di Indonesia? Hilangnya naskah asli Supersemar merupakan salah satu potret belum tertibnya pengelolaan arsip kepresidenan pada lembaga kepresidenan. Seharusnya, sebagai negara demokrasi dengan sistem pemerintahan yang mirip dengan AS, Indonesia dapat meniru bagaimana Pemerintah AS mengelola arsip kepresidenannya secara profesional.

Semoga saja, memasuki 50 tahun lahirnya Supersemar menjadi momentum bagi lembaga kepresidenan dan ANRI untuk melakukan transformasi pengelolaan arsip kepresidenan di Indonesia secara profesional. Dengan demikian, arsip kepresidenan terkelola secara benar dan menjadi sumber informasi bagi presiden dalam pengambilan keputusan pemerintahan dan kenegaraan. Selain itu, nilai kultural yang dimiliki arsip kepresidenan dapat didayagunakan dalam pembangunan memori kolektif, identitas, dan jati diri bangsa sehingga dapat memperkuat restorasi sosial dan diplomasi internasional Indonesia di bidang sosial, politik, dan kebudayaan.

AZMI 

Direktur Pengolahan  Arsip Nasional Republik Indonesia

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Maret 2016, di halaman 7 dengan judul "Supersemar dan Tertib Arsip".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger