Langkah AS diambil di tengah tren bunga negatif di negara-negara maju. Kondisi ekonomi dalam negeri serta situasi ekonomi dan keuangan global menjadi pertimbangan utama The Fed mempertahankan bunga inti. Di dalam negeri, The Fed memprediksi perlambatan pertumbuhan perekonomian terbesar dunia itu dua tahun ke depan dengan memangkas proyeksi pertumbuhan PDB AS 2016 dari 2,4 persen menjadi 2,2 persen dan dari 2,2 persen menjadi 2,1 persen pada 2017.
Langkah Fed mempertahankan suku bunga juga menyinyalkan situasi perekonomian global yang lebih serius dari perkiraan sebelumnya. Di antara kekhawatiran terbesar adalah perlambatan ekonomi Tiongkok.
Ancaman resesi memaksa sejumlah negara maju mempertahankan kebijakan suku bunga rendah yang diberlakukan sejak krisis keuangan global 2008, bahkan suku bunga negatif, dalam rangka menstimulasi ekonomi. AS sendiri baru menaikkan suku bunga Desember lalu, sejalan dengan pemulihan ekonomi negara itu, setelah lebih dari tujuh tahun menerapkan suku bunga nol persen. Kenaikan suku bunga sebelumnya pada Juni 2006.
Meski demikian, fondasi pemulihan ekonomi yang belum sepenuhnya solid dan kondisi global membuat normalisasi kebijakan moneter negara itu kemungkinan juga agak tertahan. Komite Pasar Terbuka Federal The Fed hanya memproyeksikan dua kali kenaikan bunga pada 2016 (dari perkiraan semula empat kali) dan dua kali pada 2017.
Semua ini menyiratkan kegamangan The Fed belum akan membaiknya secara signifikan prospek ekonomi dunia 2016 dan 2017. Menaikkan bunga di tengah tren suku bunga negatif global dinilai langkah absurd.
Tekanan untuk menurunkan suku bunga juga terjadi di negara berkembang, termasuk di Indonesia, yakni desakan bagi bank untuk menurunkan suku bunga dalam rangka membalikkan ancaman perlambatan ekonomi. Selain antisipasi terhadap situasi global yang belum akan membaik dua tahun ke depan, langkah mempertahankan suku bunga The Fed paling tidak akan mengurangi potensi gejolak di pasar uang dan bursa saham negara berkembang.
Sinyal normalisasi kebijakan moneter dan spekulasi kenaikan bunga AS telah memicu eksodus modal skala masif dari negara berkembang sepanjang 2015, devaluasi tajam nilai tukar mata uang, dan jatuhnya indeks saham.
Di tengah situasi ketidakpastian global, langkah stimulus di dalam negeri menjadi faktor kunci untuk mencegah guncangan dan stagnasi ekonomi lebih jauh. Ini menjadi tantangan besar di tengah potensi menciutnya penerimaan dalam negeri yang memaksa pemerintah menggali sumber-sumber pembiayaan investasi lain agar program penting, seperti infrastruktur dan stabilisasi ekonomi, tak mandek.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Maret 2016, di halaman 6 dengan judul "Bunga Fed dan Ekonomi Global".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar