Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 14 Maret 2016

TAJUK RENCANA: Dwijalur Pencalonan (Kompas)

Polemik calon perseorangan dan partai politik mengemuka setelah Basuki Tjahaja Purnama menyatakan akan maju lewat jalur perseorangan.

Dalam pemberitaan media sering disebut calon independen. Dalam UU Pemilihan Kepala Daerah ataupun UU Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh disebut calon perseorangan. Calon perseorangan adalah calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diajukan sejumlah orang untuk ikut dalam pemilihan kepala daerah. Selain calon perseorangan, dikenal juga calon yang diajukan partai politik atau gabungan partai politik.

UU Pemerintahan Aceh ataupun UU Pemilihan Kepala Daerah mengadopsi dua jalur untuk pencalonan kepala daerah, yakni calon yang diajukan parpol atau gabungan parpol dan jalur perseorangan. Jumlah dukungan perseorangan diatur dalam undang-undang. Artinya, kedua jalur itu sah dan sesuai dengan aturan undang-undang.

Karena itulah, polemik soal eksistensi calon perseorangan setelah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memilih maju lewat jalur perseorangan untuk pemilihan Gubernur Jakarta menjadi absurd. Tudingan bahwa calon perseorangan adalah upaya deparpolisasi dan cenderung liberal menjadi kehilangan legitimasi yuridisnya. Pertanyaan tentang siapa yang bertanggung jawab jika kepala daerah yang diusung calon perseorangan tidak berkinerja baik seakan juga ahistoris. Pertanyaan sebaliknya bisa diajukan bagaimana dengan Gubernur Riau dan Sumatera Utara yang terjerat kasus korupsi, apakah kemudian partai politik pengusung harus ikut bertanggung jawab? Tidak juga.

Calon perseorangan dan calon parpol tidak perlu dipertentangkan. Itu hanyalah jalan untuk menuju pencalonan. Calon-calon berintegritas yang tidak direkrut parpol karena berbagai macam sebab bisa maju melalui jalur perseorangan. Setelah pemilihan, calon perseorangan—jika terpilih—tetap membutuhkan partai politik di DPRD. Tidak mungkin seorang gubernur atau bupati memutuskan APBD sendiri tanpa persetujuan DPRD.

Pertentangan calon perseorangan atau calon parpol tak perlu dipertajam karena hanya akan meningkatkan suhu politik. Biarkan Basuki melalui Teman Ahok menjaring dukungan KTP untuk Pemilihan Gubernur Jakarta yang membutuhkan sekitar 525.000 dukungan. Apakah syarat itu bisa dipenuhi? Biarkan juga Yusril Ihza Mahendra menggalang dukungan maju lewat perseorangan atau partai politik. Biarkan parpol atau gabungan partai politik menjaring calon. Toh, tahapan Pilkada Jakarta belum dimulai. Belum ada calon gubernur, belum ada juga bakal calon gubernur.

Karena itulah, tepat imbauan Ketua DPP PDI-P Bambang DH dan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto kepada kader PDI-P untuk tetap mendukung Basuki dan Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat sampai masa jabatan berakhir dan membiarkan penjaringan calon gubernur berjalan. Basuki dan PDI-P sejatinya saling membutuhkan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Maret 2016, di halaman 6 dengan judul "Dwijalur Pencalonan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger