Keputusan tersebut diambil Putin bersamaan dengan usaha untuk menghidupkan kembali upaya politik guna mengakhiri perang di Suriah yang sudah berlangsung selama lima tahun. Sudah demikian banyak korban tewas, lebih dari 250.000 orang dan jutaan orang mengungsi.
Selama ini, usaha-usaha diplomatik untuk mengakhiri konflik belum menunjukkan tanda-tanda positif. Karena itu, keputusan Moskwa tersebut diharapkan akan memberikan dampak positif bagi usaha pencarian perdamaian. Sekurang-kurangnya, keputusan Putin itu akan memaksa Presiden Suriah Bashar al-Assad berpikir ulang dan bersedia untuk bersikap lebih luwes dalam mengupayakan perdamaian.
Namun, apakah benar-benar Rusia keluar dari Suriah? Pertanyaan tersebut dijawab Moskwa dengan tetap meninggalkan sistem pertahanan anti-pesawat terbang di Suriah. Sistem rudal dari permukaan ke udara S-400 akan menjadi perisai udara bagi Suriah. Dengan tetap meninggalkan sistem pertahanan ini, berarti Rusia tetap akan mengontrol ruang angkasa Suriah, alat penangkis terhadap negara-negara lain—seperti Turki, Arab Saudi, dan mungkin malahan AS—yang mungkin akan menerapkan zona dilarang terbang di atas Suriah.
Pendek kata, Rusia, meskipun sudah menarik mesin perangnya dan juga pasukannya (diperkirakan selama enam bulan mendukung pasukan pemerintah Bashar al-Assad memerangi kelompok oposisi bersenjata, Rusia menempatkan 3.000-6.000 tentara), tidak akan sepenuhnya meninggalkan Suriah. Sebab, Suriah memiliki arti strategis, terutama dengan pelabuhan Tartus, yang sangat penting bagi Rusia.
Lalu, apa yang diharapkan Rusia dengan menarik pasukannya itu? Tujuan utama Rusia terlibat langsung dalam perang di Suriah dapat dikatakan tercapai: mencegah Barat memaksa penggantian kepemimpinan dari luar, dan menegaskan citra Rusia sebagai pemain utama di panggung dunia sekarang ini. Sebab, selama enam bulan didukung pasukan Rusia, Bashar al-Assad semakin kuat dan dapat merebut atau menguasai kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai pasukan oposisi.
Kini, dengan menarik mundur pasukannya, Rusia juga akan dicatat sebagai memperlancar proses perdamaian karena kebijakan itu akan memaksa Bashar al-Assad menyadari kenyataan bahwa arus perdamaian demikian kuat. Langkah Moskwa ini juga bisa dikatakan akan mendorong bangkitnya kembali kerja sama politik Rusia dengan AS untuk mendorong perdamaian. Yang lebih penting lagi, kebijakan Moskwa itu diharapkan akan melunakkan sikap AS dan Barat dalam kasus Ukraina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar