Kami bergabung dalam Forkom (Forum Korban Majesticland), kelompok warga yang tertipu oleh perusahaan pengembang PT Graha Anggoro Jaya.
Permasalahan berawal medio 2014, saat itu Majesticland, anak perusahaan PT Graha Anggoro Jaya, gencar memasarkan produk perumahan dan apartemennya di Yogyakarta. Ada Best Western Condotel di Janti, M-Icon Apartemen di Jalan Kaliurang, Grand Bale Apartemen di Timoho, Majestic Banguntapan Residence di Banguntapan, dan Perumahan Nyaman Sendangsari (PNS)/Villa Wisata Kampoeng Jogja di Pajangan.
Mereka juga menggandeng instansi pemerintah dan bahkan menamakan salah satu proyek seolah-olah untuk PNS. Peletakan batu pertama oleh Bupati Bantul Sri Widati saat itu. Maka, kami pun tidak ragu berinvestasi.
Namun, tanda-tanda ketidakberesan mulai kami rasakan. Proyek apartemen Best Western terhenti dan tak ada lagi peralatan. Demikian juga dengan dua lokasi perumahan, sekarang mangkrak. Bahkan, kantor Majesticland di Wisma Hartono, Jalan Sudirman, Yogyakarta, sudah kosong, disegel pengelola gedung karena menunggak sewa.
Seluruh kontak yang kami dapatkan dari perusahaan ini tak bisa ditelepon. Para marketing yang dulu bersinggungan langsung dengan kami dirumahkan. Notaris tempat kami membuat perjanjian pun ternyata sekadar mencatat, tanpa memegang dokumen dan legalitas dari obyek perjanjian.
Kami sudah melaporkan kejadian ini kepada kepolisian, lembaga Ombudsman DIY, dan media massa pun ikut memberitakan kasus kami. Dari berita ataupun informasi Ombudsman, ternyata seluruh proyek Majesticland tidak berizin, bahkan status tanahnya pun bermasalah.
Kami sudah melaporkan sejak November 2015, tetapi oknum-oknum perusahaan itu masih tak tersentuh. Bahkan, mereka beraksi lagi di Mojokerto, Jawa Timur. Uang yang mereka larikan adalah segenap hidup kami. Benar bahwa beberapa dari kami ada kelebihan dana untuk berinvestasi, tetapi lebih banyak lagi dari kami yang harus berutang, menggadaikan harta kami, supaya bisa mewujudkan rumah idaman kami. Sekarang semua itu musnah.
Bagaimana mungkin proyek-proyek besar itu bisa berjalan tanpa perizinan? Tanpa pengurusan penguasaan tanah? Betapa nyatanya pembiaran-pembiaran itu terjadi. Kasus kami ini adalah contoh nyata kebrobrokan sistem di daerah, yang berimbas langsung pada masyarakat.
DWI TAAT ARYANTO
Mewakili Forum Korban Majesticland
Tanggapan CGV Blitz
Dalam Kompas (7/3) dimuat surat Ibu Natasha, berisi keluhan atas layanan petugas CGV Blitz yang tidak sopan. Sehubungan dengan itu, kami sampaikan bahwa pada hari itu juga kami telah menghubungi Ibu Natasha melalui telepon untuk menyampaikan permintaan maaf atas permasalahan yang terjadi serta ketidaknyamanan yang dialami.
Berkenaan dengan dana Ibu Natasha yang telah terdebet, kami telah menindaklanjuti dengan mengembalikan dana tersebut langsung ke rekening Ibu Natasha. Kami juga mengundang Ibu Natasha dan keluarga untuk kembali menikmati layanan Velvet Class di CGV Blitz.
Ibu Natasha telah menerima permintaan maaf serta solusi yang kami tawarkan. Dengan demikian, permasalahan telah selesai untuk kedua belah pihak.
DIANA ABBAS
Head of Operation Planning & Service Academy Dept CGV Blitz
Tanggapan Palyja
KompasMinggu (28/2) memuat beberapa surat pembaca terkait pelayanan Perusahaan Air Minum Lyonnaise Jaya (PAM Palyja), dan menjadi masukan berharga bagi kami.
Palyja sedang menindaklanjuti semua keluhan tersebut. Satu keluhan sudah kami tanggapi karena yang bersangkutan juga mengirim ke media lain.
Selama 18 tahun terakhir, Palyja telah melayani akses air bersih bagi masyarakat di wilayah barat Jakarta. Jumlah sambungan bertambah dua kali lipat menjadi 404.000 sambungan dan meningkatkan pelayanan air bersih bagi masyarakat berpenghasilan rendah dari 60.000 orang pada 1998 menjadi lebih dari 500.000 orang di akhir 2015.
RAHMAT SAMULO
Vice President Director PT PAM Lyonnaise Jaya
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Maret 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar