Dari sisi kepentingan strategis ekonomi, Uni Eropa (UE) adalah mitra dagang keempat terbesar dan investor ketiga terbesar Indonesia. Kunjungan Jokowi berlangsung di tengah tekanan berat melambatnya ekspor yang dihadapi Indonesia, khususnya akibat pelambatan ekonomi Tiongkok sebagai salah satu mitra dagang terpenting. Kunjungan juga berlangsung di tengah kesulitan besar pemerintah menjaga keberlanjutan pembiayaan proyek infrastruktur yang menjadi prioritas pemerintah.
Oleh karena itu, wajar perdagangan dan investasi menjadi agenda utama untuk dibahas dalam kunjungan lima hari ke tiga negara di Eropa, selain isu keamanan dan terorisme. Dari sisi perdagangan, terobosan sangat diharapkan karena bagi sebagian produsen/eksportir kita, UE masih sulit ditembus. Padahal, potensi peningkatan perdagangan kedua pihak sangat terbuka mengingat belum tergarapnya semua peluang dan komplementaritas tinggi keduanya karena Indonesia dan EU tak bersaing di komoditas ekspor atau pasar yang sama di pasar global.
Stagnasi ekspor RI-UE, yang ditandai penurunan pangsa sejumlah komoditas andalan ekspor Indonesia di pasar UE, menunjukkan Indonesia selama ini belum benar-benar serius menggarap pasar ini. Di satu sisi, kita dihadapkan pada ketakmampuan produk kita sendiri memenuhi berbagai standar dan ketentuan yang berlaku di UE. Namun, di sisi lain, hambatan restriktif—khususnya nontarif—perdagangan yang berlaku di UE juga jadi persoalan.
Sudah sering pemerintah, termasuk Jokowi sendiri, mempersoalkan banyaknya hambatan yang dihadapi komoditas ekspor Indonesia di pasar UE, mulai dari makanan, elektronik, hingga sawit dengan Indonesia produsen terbesar dunia. Kasus terakhir menimpa CPO dan produk turunannya yang kena perlakuan diskriminatif Perancis.
Keluhan juga pernah disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang memprotes aturan terkait perikanan di G-20, UE termasuk di dalamnya, yang dianggap merugikan sektor perikanan Indonesia.
Di sinilah dipandang perlunya jalur lebih formal dengan mempercepat perundingan kesepakatan perdagangan kedua pihak dalam kerangka Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-UE (IEU-CEPA). Kehadiran kesepakatan yang diharapkan bisa membantu peningkatan akses Indonesia ke pasar UE dan kerja sama ekonomi lebih jauh ini penting mengingat banyak negara pesaing sudah lebih dulu memiliki kesepakatan serupa dengan UE.
Sementara terkait kepentingan menarik investor UE, lewat berbagai forum yang diselenggarakan pemerintah selama ini, kita berhasil menjaring minat banyak investor global untuk investasi di Indonesia. Sayangnya, dalam realisasinya sangat minim karena ketidaksiapan Indonesia sendiri, khususnya terkait perbaikan iklim investasi.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 April 2016, di halaman 6 dengan judul "Mengoptimalkan Kerja Sama RI-UE".

Tidak ada komentar:
Posting Komentar