Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 11 April 2016

TAJUK RENCANA: PPP Melangkah ke Depan (Kompas)

Partai Persatuan Pembangunan telah bergerak selangkah lebih maju untuk menyelesaikan konflik internal di dalam partai tersebut.

Melalui forum tertinggi partai, yakni Muktamar VIII Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang oleh sebagian orang disebut Muktamar Islah, Muktamar telah memilih Romahurmuziy (42) sebagai Ketua Umum. Muktamar dihadiri antara lain Ketua Majelis Syariah PPP KH Maimoen Zubair sebagai tokoh yang memberikan legitimasi kultural terhadap PPP. Presiden Joko Widodo membuka Muktamar itu dan ditutup Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Terjadinya dinamika dalam Muktamar VIII PPP adalah hal biasa. Terjadinya konflik dalam partai juga biasa. Namun, konflik berkepanjangan di tubuh PPP—sampai mendekati dua tahun—akan berdampak pada partai itu sendiri. Masyarakat menanyakan bagaimana kapasitas elite partai ketika hanya bisa berkonflik tanpa bisa membangun kompromi. Kita hargai langkah PPP membangun konsensus dengan menggelar muktamar sebagai forum tertinggi partai.

Muktamar PPP akhirnya mengantarkan Romahurmuziy sebagai Ketua Umum. Pemungutan suara dilakukan untuk memilih opsi mekanisme pemilihan ketua umum apakah akan menggunakan mekanisme musyawarah-mufakat atau melalui pemungutan suara. Mayoritas pemegang suara menghendaki pemilihan ketua umum dilakukan melalui musyawarah yang mengantarkan Romahurmuziy sebagai Ketua Umum PPP.

Menjadi tugas Romi—demikian Romahurmuziy biasa dipanggil—memantapkan konsolidasi PPP dengan tetap mempertimbangkan rekonsiliasi di tubuh PPP. Sebagai partai yang lahir sejak Orde Baru, kita hargai langkah Romi yang mengembangkan politik akomodatif dengan mengajak semua kekuatan PPP untuk membangun partai. Romi berjanji akan menemui Suryadharma Ali dan juga Djan Faridz untuk bisa kembali bersama membangun PPP.

Partai politik adalah pilar demokrasi. Posisi partai politik penting selain untuk pendidikan politik, juga untuk mengagregasikan kepentingan politik di masyarakat. Namun, demokrasi di era digital, dan kemunculan generasi milenial, bisa menjadi tantangan bagi partai politik jika tidak dikelola dengan benar.

Perbedaan cara pandang terhadap isu strategis akan juga diwarnai dengan cara pandang generasi politik yang berbeda. Generasi silent (kelahiran 1925-1946), generasi baby boom (1947-1964), dengan generasi X (1965-1979), serta generasi milenial (1980-1999) akan mempunyai pola pikir yang berbeda terhadap isu strategis. Romi yang mewakili generasi X seharusnya mampu mengelola PPP dan merespons isu kebangsaan sesuai zaman yang berubah.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 April 2016, di halaman 6 dengan judul "PPP Melangkah ke Depan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger