Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 21 Mei 2016

TAJUK RENCANA: Jakarta-Moskwa Bukan Poros Baru (Kompas)

Apakah hubungan Indonesia- Rusia bisa seerat seperti masa lalu, ketika kemudian terbentuk apa yang namanya "Poros Jakarta-Moskwa".

Pertanyaan tersebut, sebenarnya, sangat mudah dijawab: tentu tidak akan terbentuk hubungan seperti itu atau terbangun poros baru. Mengapa? Zaman sudah berubah. Hubungan model seperti itu, "poros Jakarta-Moskwa", dibentuk ketika dunia masih dilingkupi Perang Dingin, antara Blok Timur dan Barat. Nah, dalam konteks konstalasi politik internasional seperti itu, dua kekuatan utama dunia—Amerika Serikat dan Uni Soviet—berlomba-lomba mencari kawan sebanyak-banyaknya, dalam konteks persaingan kekuatan dan pengaruh.

Memang, persaingan di antara keduanya hingga kini masih terjadi, tetapi tidak seperti dulu lagi, ketika persaingan dilambari ideologi yang berbeda dan berkompetisi. Kekuatan atau kepentingan ekonomilah dan strategis yang kini lebih dominan dalam persaingan itu. Dalam konteks ini, Indonesia, memiliki kebebasan penuh untuk memilih bersahabat baik dengan siapa, negara mana saja. Tentu, pilihan tersebut didasarkan pada kepentingan nasional.

Pertemuan antara Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Rusia Vladimir Putin tentu dalam konteks tersebut di atas. Kedua pemimpin bertemu di kediaman Putin, Bocharoc Rucey, Sochi, Rusia. Jokowi berada di Rusia untuk menghadiri Pertemuan ASEAN-Rusia, di Sochi. Menurut berita yang tersiar, pertemuan itu membahas antara lain hubungan ekonomi dan pertahanan.

Di bidang ekonomi, misalnya, soal perdagangan sawit. Total ekspor minyak sawit Indonesia ke Rusia pada 2015 mencapai 480 juta kilo barrel. Tentu, Indonesia menghendaki bahwa Rusia meningkatkan impor sawitnya dari Indonesia. Sementara dalam hubungan pertahanan, diberitakan Indonesia antara lain akan membeli kapal selam dan pesawat jet tempur multi-peran Sukhoi Su-35. Tahun lalu diberitakan Sukhoi Su-35 tersebut dibeli untuk menggantikan pesawat bikinan AS, F-5 Tiger. Indonesia sudah memiliki skuadron tempur Sukhoi Su-27/30.

Apakah keputusan Indonesia membeli Su-35 itu tidak akan menyinggung AS. Dalam konteks kerja sama internasional, setiap negara—tentu termasuk Indonesia—terbuka untuk mencari teknologi yang baik dan cocok. Indonesia juga menoleh ke Korsel; membangun kapal selam bersama Korsel dan fregat"siluman".

Hubungan antara Indonesia dan Rusia sudah berlangsung 66 tahun, sejak 3 Februari 1950; kedua negara memiliki kedutaan besar sejak 1954. Melihat panjangnya hubungan tersebut, dan sudah melalui fase pasang-surut, naik turun, tentu hubungan sekarang ini lebih difokuskan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tidak sekadar terbawa arus oleh persaingan kekuatan global, meskipun hal tersebut menjadi perhitungan juga.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Mei 2016, di halaman 6 dengan judul "Jakarta-Moskwa Bukan Poros Baru".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger