Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 21 Mei 2016

TAJUK RENCANA: Waisak dan Budaya Kebangkitan (Kompas)

Aktualisasi Waisak 2560/2016 memperoleh momentum. Sema- ngat keberagamaan menemukan titik temu dalam perayaan Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei.

Artikel "Prasyarat Budaya Kebangkitan" oleh Yudi Latif dalam Kompas (20 Mei) kemarin mengajak kita melakukan introspeksi. Mengapa bangsa yang pernah penuh percaya diri justru mengalami keterpurukan? Nasionalisme masa lalu yang bersifat negatif (defensif) perlu diubah menjadi nasionalisme positif (progresif). Perlu dilakukan gerak budaya kebangkitan.

Dalam kaitan aktualisasi Waisak tahun ini, ajakan itu inspiratif. Tiga peristiwa suci terjadi pada hari purnama sidi, kelahiran 623 sebelum Masehi, pencerahan sempurna 588 SM, dan wafat Buddha Gautama 543 SM, bermuara pada kemuliaan. Kemuliaan karena kebangkitan dalam hidup keagamaan tidak berbicara tentang nanti, tetapi tentang sekarang.

Dalam bejana aktual dan riil kita, kemuliaan itu berarti bagaimana Waisak 2560/2016 kita pungut sebagai momentum bangkit dari kondisi keterpurukan menuju kondisi kebanggaan sebagai bangsa besar, bangsa yang pernah mampu menyatakan kemerdekaan terbebas dari keterpurukan sebagai menus--inlander.

Ajakan Revolusi Mental yang digaungkan Joko Widodo sebelum terpilih sebagai presiden RI mengingatkan kembali gertakan revolusi mental Bung Karno pada 1957. Gerakan revolusi mental itu, dia tegaskan, gerakan menggembleng manusia Indonesia menjadi manusia baru, menjadi elang rajawali yang berjiwa api.

Keterpurukan tak hanya dalam hal ketertinggalan dari bangsa lain, tetapi juga dalam banyak bidang. Taruhlah contoh, budaya politik yang seharusnya mengedepankan kebaikan bersama (bonum commune)justru merebak menjadi transaksional, praktik korupsi tak lagi dimaknai pembusukan (corruptio),tetapi sesuatu yang lazim.

Kondisi kejiwaan zaman edan, tidak terjadi pada era zaman Ranggawarsita. Sekarang ini, siapa pun yang tidakngedan tidak akan kebagian. Rasa perasaan umum itu mengecualikan sejumlah kecil pribadi dan kelompok. Mereka tertatih-tatih berjuang menemukan celah sempit mengembalikan marwah politik terbebas dari politik uang-transaksional, dan perilaku korup yang sejatinya menambalkan kekeroposan bangsa ini.

Perayaan Waisak 2560/2016 menawarkan kesempatan kita menata kembali cara bernegara dan berbangsa. Revolusi Mental bukanlah impian besar, bukan juga bahan kampanye calon presiden, tetapi pertobatan (metanoia)total. Sudah saatnya kita menata kembali keadaban dan etika politik, sekadar contoh, demi kemuliaan Indonesia saat ini dan di hari-hari yang akan datang.

Selamat Hari Raya Waisak 2560/2016 bagi yang merayakan!

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Mei 2016, di halaman 6 dengan judul "Waisak dan Budaya Kebangkitan".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger