Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 13 Juli 2016

Pertentangan Nuranidalam Diri Kapolri (PANDA NABABAN)

Hari ini dijadwalkan Komisaris Jenderal Tito Karnavian dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Kepala Polri yang ke-23.

Empat puluh delapan tahun yang lalu, tepatnya pada 15 Mei 1968, Komisaris Jenderal Hoegeng Iman Santoso dilantik Presiden Soeharto sebagai Kapolri ke-5 menggantikan pejabat lama, Jenderal Polisi Soetjipto Joedodihardjo.

Selesai upacara pelantikan di Istana Negara, Hoegeng kembali ke rumah dinasnya di Jalan Madura No 8, Menteng, Jakarta Pusat. Dia kaget karena menemukan ada gardu jaga atau rumah monyet, istilah saat itu untuk gardu jaga yang biasanya ditempatkan persis di samping pintu gerbang masuk rumah. Pada masa itu hampir semua rumah pejabat tinggi, termasuk Panglima Kodam atau Kepala Polisi Daerah, dihiasi rumah monyet tersebut.

Menjauhkan dari rakyat

Pagi hari, sewaktu Hoegeng berangkat ke istana, rumah monyet itu belum ada. Eh, siangnya sekembali Hoegeng dari istana, di sisi gerbang masuk ke rumah sudah ada rumah monyet itu. Begitu turun dari mobil, Hoegeng segera memerintahkan membongkar gardu itu.

"Rumah monyet itu menjauhkan saya dari rakyat," demikian alasan Hoegeng.

Hoegeng yang terkenal dekat dengan wartawan itu mengungkapkan bagaimana pertentangan nurani yang bergejolak di hatinya sesaat setelah selesai pelantikan di istana.

Sewaktu bersama istri dan anak-anaknya memasuki rumah, Hoegeng melihat ada kotak besar karton berukuran 75 cm x 50 cm x 30 cm dengan merek menyolok: Philips. Si pengirim adalah kenalannya yang saat itu tidak mempunyai kasus atau perkara di kepolisian.

Temannya ini memberikan hadiahportable Philips yang dapat membuat rekaman lengkap dengan sound system-nya. Apalagi dia tahu, Hoegeng senang menyanyikan lagu-lagu keroncong dan hawaian.

Pribadi Vs Kapolri

Saat itu hati Hoegeng bergolak.

Terima nggak hadiah ini, yang diberikan bertepatan dengan dilantiknya dia jadi Kapolri?

Ini hari pertama jadi Kapolri.

Ini awal dari debutnya sebagai pemimpin tertinggi dari korps kepolisian.

Hoegeng tidak pikir panjang atas cobaan ini. Segera dia ambil dua lembar kertas folio dan karbon hitam untuk alas supaya ada salinan suratnya itu. Di atas tengah kertas folio itu, dalam huruf kapital, Hoegeng menulis judul "Hoegeng Pribadi vs Hoegeng Kapolri".

Dengan kalimat pembuka atas surat yang akan dikirimkan kepada temannya yang memberikan portable Philips tersebut, Hoegeng menyatakan bahwa saat ini terjadi pertentangan dalam dirinya sebagai Hoegeng Pribadi melawan Hoegeng Kapolri. Terjadilah dialog sebagai berikut.

Hoegeng Pribadi : Wah, terima kasih Philips ini. Cocok dengan hobiku.

Hoegeng Kapolri : Ingat sumpah jabatanmu tadi di istana!

Hoegeng Pribadi : Temanku yang memberi ini kan nggak ada urusan dengan polisi.

Hoegeng Kapolri : Betul. Tadi kan kau bersumpah, "Demi Tuhan tidak akan menerima langsung atau tidak langsung hadiah apa pun..."

"Sahabatku yang baik", kata Hoegeng dalam suratnya, "ternyata dalam dialog di atas, Hoegeng Pribadi kalah. Karena itulah, dengan iktikad baik, saya kembalikan hadiah ini. Salam."

Surat Hoegeng itu dimasukkan ke dalam amplop dan, bersama portable Philips itu, dikirimkan kepada temannya itu.

Selama ini Hoegeng masih menyimpan kopi karbon surat itu dan dengan bangga dia tunjukkan kepada wartawan bahwa dia secara moral berhasil menang menjaga kemuliaan dari sumpah jabatan yang diucapkannya hingga saat dia mengakhiri masa jabatan Kapolri pada 2 Oktober 1971 atau 3 tahun 4 bulan kemudian.

Anak kandung Hoegeng, Aditya S Hoegeng, menceritakan suasana yang terjadi pada saat Hoegeng menyelesaikan jabatannya sebagai Kapolri. Saat itu Hoegeng memanggil istrinya, Merry, dan anaknya, Aditya Soetanto, Reni Soerjanti, dan Sri Rahayu.

"Kami disadarkan Bapak bahwa setelah dia berakhir jadi Kapolri, ternyata kami tidak mempunyai rumah sama sekali" ujar Aditya.

Bangga dan hormat

Istri dan ketiga anaknya tetap bangga dan hormat atas sikap moral suami dan ayahnya hingga di akhir hayat (Hoegeng berusia 82 tahun saat meninggal pada 14 Juli 2004).

Nah, bagaimana dengan Komisaris Jenderal Tito Karnavian yang hari ini dilantik jadi Kapolri?

Apakah Tito Pribadi akan mampu dikalahkan Tito Kapolri?

Komisaris Jenderal Tito Karnavian, begitu selesai mendapatkan persetujuan dari DPR untuk jadi Kapolri, mencanangkan sikapnya untuk memberantas korupsi di dalam tubuh Polri serta menindak manipulasi perkara yang ditangani Polri. Kejelasan sikap moral dan tindakan nyata Kapolri yang baru ini sangat menentukan tingkah polah seluruh korps kepolisian dalam menegakkan hukum dan melindungi rakyat.

Bagaimanapun juga, pribadi Tito Karnavian setelah menjadi Kapolri otomatis menjadi panutan atau jadi contoh teladan serta jadi patron dari seluruh slagorde polisi. Mampukah dia meniru sikap moral Hoegeng atau dapatkah Tito menjadi serasi dengan Presiden Jokowi yang hidup sederhana (dalam arti sebenarnya) dan menentang KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) serta tegas. Karena itu, semoga pilihan Presiden Jokowi tepat adanya. Rakyat menanti.

PANDA NABABAN

Wartawan Senior

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Juli 2016, di halaman 7 dengan judul "Pertentangan Nuranidalam Diri Kapolri".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger