Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 23 Juli 2016

Sulit Kuliah ke Luar Negeri//Memenangkan dan Memenangi//Parkir Tidak Aman (Surat Pembaca Kompas)

Sulit Kuliah ke Luar Negeri

Saya lulus SMA Negeri 1 Prambanan, Sleman, DI Yogyakarta, tahun 2016. Meski dari keluarga miskin, sejak SD saya bercita-cita agar saat tamat SMA bisa kuliah di 100 besar universitas top dunia. Sejak kelas VIII SMP saya sudah meriset syarat penerimaan kuliah S-1 di universitas papan atas dunia dan berjuang untuk menembusnya.

Awal 2016 saya melamar ke beberapa universitas top di Inggris dan Australia dan mengikuti proses seleksinya. Bulan Maret dan April 2016 saya mendapat panggilan dan dinyatakan diterima di Universitas Melbourne dan Universitas Monash. Saya memilih Universitas Melbourne. Namun, semua calon mahasiswa dari negara berkembang, termasuk Indonesia, harus melalui kelasfoundation selama 10 bulan.

Saya harus tiba di Melbourne paling lambat tanggal 17 Juli 2016 jika ingin kuliah Agustus 2016 ini. Saya sudah berusaha mencari, tetapi tidak ada beasiswa untuk program foundation. Umumnya beasiswa—termasuk dari Pemerintah Indonesia—hanya tersedia untuk S-1 (3 tahun), S-2, dan S-3. Hal ini sangat merugikan siswa tamatan SMA dan miskin seperti saya. Kini saya terancam tidak bisa berangkat dan saya percaya banyak remaja mengalami kesulitan serupa.

Untuk itu, saya mohon kepada Mendikbud agar mengatur pendidikan di Indonesia agar bisa langsung diterima kuliah S-1 di luar negeri. Caranya dengan membuka kelas-kelas persiapan khusus standar foundation di ibu kota provinsi untuk menampung anak-anak yang mau melanjutkan S-1 ke luar negeri. Cara ini tidak hanya memudahkan cita-cita anak miskin Indonesia untuk kuliah di universitas papan atas dunia, tetapi juga menghemat biaya. Memang ada beberapa college di Jakarta yang menyelenggarakan program foundation, tetapi biayanya sangat mahal. Bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Selama ini banyak tamatan SMA Indonesia dari keluarga mampu yang langsung ikut foundation di luar negeri. Namun, kalau pemerintah bisa membuka kelas khusus foundation di tiap provinsi, peluang akan lebih terbuka lebar bagi tamatan SMA kita untuk kuliah di luar negeri. Selain itu, uang dari setiap orangtua siswa tidak mudah mengalir ke luar negeri sehingga mengurangi dampak negatif pada kondisi ekonomi negara kita.

Jika tidak bisa membuka kelas foundationatau O-Level di Indonesia di setiap provinsi, mohon pemerintah menyediakan beasiswa sejak masafoundation atau O-Level.

VITASARI EW, GTS II BLOK M-4, RT 008, KAMPUNG PETIR, DESA SRIMARTANI, PIYUNGAN, BANTUL, DI YOGYAKARTA, 55972

Memenangkan dan Memenangi

Menanggapi tulisan Bapak Yanwardi ihwal akhiran mana yang lebih pas, akhiran -kan atau -i (Kompas, 2/7), sebetulnya tidak sulit. Akhiran -kanterkait dengan "membuat", sedangkan -iterkait dengan "memberi".

Contoh, memukulkan tongkat. Akhiran -kan di sini berarti "membuat ujung tongkat membentur benda yang mau dipukul". Sementara memukuli malingartinya memberi pukulan berulang-ulang kepada maling.

Contoh lain adalah menguruskan badan. Akhiran -kan di sini berarti "membuat badan menjadi kurus". Misalnya dengan diet ketat. Sementara mengurusi anak telantar berarti "memberi pengurusan (dari kata dasar urus) kepada anak telantar".

Kata menggemukkan berarti "membuat gemuk sapi". Antara lain dengan rumput. Sementara menggemuki berarti "memberi gemuk pada rantai sepeda".

Menidurkan berarti "membuat tertidur anak". Misal dengan lagu "Nina Bobo". Meniduri berarti "memberi peniduran".

PAULUS H DARMASEPUTRA, JALAN BOUGENVILE PERMAI, MEADOW GREEN, LIPPO CIKARANG, BEKASI, 17550

Parkir Tidak Aman

Senin, 27 Juni 2016, mobil sedan saya yang sedang parkir di lantai LG, Pondok Indah Mal 2, Jakarta Selatan, pecah kaca depannya. Kaca seperti dilempar seseorang sehingga remuk.

Ketika saya meminta bagian keamanan mengecek CCTV, ternyata CCTV tidak menjangkau wilayah parkir mobil saya.

Mengherankan, mal secanggih dan sebesar itu tidak memiliki kelengkapan CCTV yang profesional dan memadai. Padahal, tarif parkir cukup mahal.

INDARTI PRATIWI, JALAN DUTA PERMAI, PONDOK PINANG, JAKARTA SELATAN

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Juli 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

1 komentar:

  1. Membaca curhat Vitasari E.W. di atas, saya tidak menemukan alsan bagi Bpk Mendikdas Anies Baswedan & Menrisetdikti M. Nur untuk menolak solusi yg ditawarkan.

    Sy sendiri dari Provinsi termiskin NTT, & sy menyaksikan banyak anak hebat bercita2 hebat harus "patah pensil" gagalvkuliah lantas jadi TKW / Tki.

    Atas nama keadilan, kemanusiaan & visi INDONESIA HEBAT, Pak Anies & Pak Nur silahkan duduk semeja melaksanakan ide briliant di atas.

    Salam.
    EVEN EDOMEKO
    ASN di Kab Sikka, NTT.

    BalasHapus

Powered By Blogger