Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 23 Juli 2016

TAJUK RENCANA: Kondisi Penyiaran Indonesia (Kompas)

Banyak harapan digantungkan kepada anggota Komisi Penyiaran Indonesia yang baru terpilih, antara lain menjadikan penyiaran yang mencerahkan.

Harapan lain yang tak kalah penting adalah KPI benar-benar mengutamakan kepentingan masyarakat dan tidak melayani kepentingan perseorangan atau kelompok.

Sebagian masyarakat memang merasa tidak puas terhadap terpilihnya sembilan anggota KPI 2016-2019 ini. Ketidakpuasan itu wajar. Anggota terpilih juga tidak perlu berkecil hati, tetapi harus menjawabnya dengan bekerja keras untuk memperbaiki kondisi penyiaran yang hingga saat ini belum mencerahkan, apalagi mencerdaskan.

Selama ini penyiaran lebih didominasi oleh kepentingan politik dan golongan. Hal itu tampak jelas ketika berlangsung pemilihan presiden tahun 2014, dan KPI tak kuasa berbuat apa pun. Sejumlah sanksi yang diberikan KPI seperti tidak bergigi.

Wajar juga jika masyarakat berharap banyak terhadap sembilan anggota baru KPI tersebut mengingat di tahun 2019 akan berlangsung pemilihan presiden dan anggota legislatif secara serentak. Jika anggota KPI tak bisa bertindak independen, sangat mungkin apa yang terjadi pada Pemilu 2014 akan terulang.

Awal Juni 2016, KPI kembali menuai kritik karena melakukan pertemuan tertutup dengan 10 stasiun televisi. Sebelumnya, Koalisi Nasional untuk Reformasi Penyiaran meminta agar pertemuan lanjutan evaluasi dengar pendapat antara KPI dan 10 stasiun televisi digelar terbuka.

Pertemuan itu diadakan untuk membahas perpanjangan izin 10 stasiun televisi swasta, yang baru pertama kali dalam sejarah pertelevisian Indonesia. Namun, dalam pertemuan itu, KPI tidak bisa menyajikan daftar sanksi yang telah diberikan kepada 10 televisi swasta tersebut.

Padahal, KPI pernah berjanji bahwa rapor stasiun televisi akan menjadi rujukan pemberian perpanjangan izin siaran bagi setiap stasiun. Kecurigaan adanya main mata bertambah besar ketika KPI melakukan pertemuan tertutup dengan 10 stasiun televisi tersebut.

Persoalan lainnya, frekuensi yang digunakan untuk siaran televisi itu adalah milik publik, tetapi selama ini seolah-olah dikapling hanya milik segelintir orang.

Kini, siaran televisi sudah masuk ke ruang-ruang privat. Karena itu, jika siarannya tidak mencerahkan, bukan tidak mungkin akan memunculkan masalah baru. Sudah banyak riset dan studi tentang pengaruh siaran televisi terhadap pemirsanya, tetapi hasil penelitian itu seperti hilang diterpa angin. Menjadi tugas KPI untuk memikirkan bagaimana siaran yang mencerahkan dan mencerdaskan bisa menjadi tontonan sehari-hari masyarakat dan bangsa Indonesia. Tugas ini tentu saja tidak ringan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Juli 2016, di halaman 6 dengan judul "Kondisi Penyiaran Indonesia".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger