Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 13 Juli 2016

Sungkemlah kepada Rakyat!//BPJS Ditolak//Tagihan Transaksi Gagal (Surat Pembaca Kompas)

Sungkemlah kepada Rakyat!

Seusai Lebaran dan masuk Syawal ini, tradisi saling memaafkan masih berlangsung. Para pejabat selalu menggelar open house, mengundang masyarakat datang ke rumah atau kantor sang pejabat untuk bermaaf-maafan.

Seusai shalat Idul Fitri di Masjid Istiqlal, Wakil Presiden Jusuf Kalla menggelaropen house di Istana Wakil Presiden pada Rabu (6/7). Sejumlah menteri, penegak hukum, dan politikus juga menggelar open house.

Presiden Joko Widodo tak mengikuti tradisi berlebaran para presiden RI sebelumnya dengan menggelar open house di Istana Kepresidenan, Jakarta. Untuk tahun ini Presiden Jokowi merayakan Lebaran di Padang. Setelah dari Padang, Presiden Jokowi berlebaran di rumah orangtuanya di Desa Kragan, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Jokowi membagi sembako dan beramah-tamah dengan warga. Presiden Jokowi bersama Ibu Negara Iriani Joko Widodo menggelaropen house di Istana Kepresidenan Gedung Agung, Yogyakarta, pada Sabtu (9/7).

Acara open house menjadi sakral ketika Presiden Soeharto berkuasa. Soeharto waktu itu seperti seorang raja yang membuat rakyat tunduk, patuh, bahkan takut. Kepemimpinan tanpa jiwa memimpin pun terbangun. Ironisnya, kiniopen house masih diteruskan.

Menurut sastrawan Indra Tranggono (2006), open house merupakan tradisi feodal, berlawanan dengan semangat demokrasi ketika kesetaraan dijunjung tinggi. Tradisi ini memaklumkan pejabat negara tak punya kesalahan, tak bisa salah. Rakyatlah yang bersalah sehingga perlu minta maaf. Padahal, dalam kenyataan, justru para pejabat yang banyak melakukan kesalahan. Karena itu, para pejabat secara langsung datang kepada rakyat meminta maaf. Bukan malah sebaliknya, rakyat datang meminta maaf.

SUTRISNO

Jalan Kencur I, Surakarta

BPJS Ditolak

Ayah saya, Suseno Purwoto, 75 tahun, dengan nomor anggota BPJS 0001335388048, Rabu (15/6), pukul 14.00, masuk UGD RS Hermina Jatinegara.

Ia ditangani dokter jaga dan diagnosa menderita sakit berat. Namun, dengan alasan kamar penuh dan fasilitas tidak memadai, diinformasikan akan dibuatkan surat rujukan ke RS sejawat.

Sampai pukul 21.00, proses pemindahan tidak bisa dilanjutkan karena RS sejawat lain juga penuh. Namun, kami dipaksa untuk meninggalkan UGD Hermina, dengan ambulans membayar sendiri dan disuruh keliling mencari RS yang kosong.

Kami sempat ke UGD RS St Carolus, tetapi juga ditolak dengan alasan tidak menerima rujukan dari RS Hermina. Padahal, kami sudah bersedia membayar atas nama pribadi.

Bagaimana standar operating procedure(SOP) untuk kasus ini? Kami merasa dipingpong oleh RS Hermina. Di mana tanggung jawabnya terkait dengan nyawa seseorang?

BPJS Kesehatan harus memperbaiki SOP mengenai surat rujukan antar-RS sejawat agar tidak saling pingpong, sehingga kasus, seperti ayah saya tidak berulang lagi pada orang lain.

SUTOMO PURWOTO

Jl Otista RT 003 RW 001, Jatinegara, Jakarta Timur

Tagihan Transaksi Gagal

Saya pengguna Kartu Kredit Bank Mega dengan nomor 4201-9200-9799-xxxx. Saya menerima dan mengaktifkan kartu itu pada akhir Mei 2015.

Saat hendak menggunakan untuk pertama kalinya pada 2 Juni 2015 di Carrefour Emporium Mall, terjadi kegagalan meski kartu telah digesek berkali-kali karena tidak ada struk yang keluar. Kasir menyatakan transaksi tidak berhasil dan akhirnya saya membayar tunai.

Namun, pada tagihan berikutnya, keluar tagihan atas transaksi yang gagal ini. Saya sudah protes ke Carrefour Emporium Mall dan bahkan sudah membuat surat pernyataan yang katanya akan dibantu untuk diteruskan ke Bank Mega.

Selain itu, saya juga sudah telepon dan membuat laporan ke Mega Call Center berkali-kali. Akan tetapi, komplain saya ini tidak pernah diproses. Setiap bulan, tagihan gagal ini tetap muncul beserta bunga keterlambatan dan segala biaya yang timbul karena tagihan ini. Total tagihan sekarang sudah berpuluh-puluh kali lipat, karena saya menolak untuk membayar transaksi gagal tersebut.

Saya betul-betul kecewa terhadap Bank Mega yang terkesan tidak peduli dengan komplain saya, apalagi oknum penagih utang Bank Mega begitu tidak sopan menelepon dan menagih ke nomor telepon kantor dan HP saya berkali-kali.

Saya berharap dengan diterbitkannya keluhan saya di harian Kompas, pihak Bank Mega menanggapi komplain saya secara serius dan profesional. Saya sudah sangat dirugikan dari segi waktu, tenaga, dan materi.

STEPHANIE

Grogol, Jakarta Barat

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Juli 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger