Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 13 Juli 2016

TAJUK RENCANA: Satu Suara Soal Sandera (Kompas)

Tindakan kelompok Abu Sayyaf yang kembali menyandera tiga nelayan Indonesia seakan melecehkan Indonesia sebagai bangsa besar.

Kegeraman itu tecermin dari pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. "Ada apa sebenarnya Abu Sayyaf dengan Indonesia". Di kapal yang didatangi penyandera ada tujuh orang, tetapi yang diculik hanya tiga orang yang berpaspor Indonesia. Kejadian itu memunculkan pertanyaan: mengapa hanya nelayan Indonesia yang diculik?

Penyanderaan tiga nelayan Indonesia di perairan Lahad Datu, Malaysia, adalah penyanderaan keempat yang menimpa WNI dalam lima bulan terakhir. Mengapa kita tak belajar dari pengalaman? Sebanyak 24 WNI disandera dalam empat peristiwa. Empat belas WNI dibebaskan melalui apa yang disebut pemerintah sebagai diplomasi total. Sementara 10 WNI belum dibebaskan.

Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, dalam upaya pembebasan sandera sebelumnya disinyalir ada pembayaran tebusan kepada penyandera (Kompas, 12/7). Jika sinyalemen itu benar, kelompok ini menjadikan WNI sebagai target karena Indonesia mudah membayar tebusan.

Menjadi tugas Presiden Joko Widodo untuk melindungi warga negara di mana pun mereka berada. Pemerintah Indonesia harus berbicara dengan Pemerintah Filipina untuk membantu menyelesaikan rentetan penyanderaan WNI di perairan Filipina selatan dan membebaskan korban. Kapal Indonesia berlayar ke Filipina antara lain untuk mengangkut batubara yang menjadi kebutuhan negara itu. Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan harus mengambil langkah diplomatik untuk menyelamatkan warga negara Indonesia yang disandera dan memastikan penyanderaan tidak berulang kembali.

Perlu ada satu suara, satu kebijakan untuk pembebasan sandera. Boleh saja ada banyak pihak terlibat, sebagaimana disebut sebagai diplomasi total, tetapi harus dalam satu koridor kebijakan dengan satu tujuan untuk membebaskan sandera dan mencegah peristiwa itu berulang. Presiden perlu memastikan adanya seorang menteri dalam kabinet yang bertanggung jawab untuk memimpin pembebasan sandera, termasuk komunikasi publiknya.

Kita mempertanyakan implementasi nota kesepahaman Indonesia, Malaysia, dan Filipina, Mei 2016, di Yogyakarta. Kesepahaman itu mencakup, antara lain, kerja sama patroli bersama dan memberikan bantuan jika ada kapal atau orang yang bermasalah. Sejauh mana implementasi nota kesepahaman itu? Indonesia adalah negara besar yang seharusnya bisa memainkan peran lebih signifikan untuk segera mengimplementasikan kesepahaman itu.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Juli 2016, di halaman 6 dengan judul "Satu Suara Soal Sandera".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger