Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 19 Juli 2016

TAJUK RENCANA: Melawan Jiwa Reformasi (Kompas)

Kekuasaan kehakiman Indonesia sedang didera masalah. Penangkapan beruntun panitera pengadilan mengindikasikan itu semua.

Langkah itu seharusnya dijawab Mahkamah Agung (MA) ataupun Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) untuk mencegah penurunan kepercayaan publik kepada MA. Namun, alih-alih tawaran solusi yang dilakukan MA atau Ikahi, langkah yang diambil malah mempersoalkan eksistensi sejumlah hakim nonkarier di MA.

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara Binsar Gultom dan hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Sumatera Utara Lilik Mulyadi mempersoalkan persyaratan calon hakim agung nonkarier yang tertera dalam UU No 3/2009 tentang Mahkamah Agung. Binsar dan Lilik adalah hakim karier yang merasa persyaratan pencalonan hakim agung dari jalur nonkarier dan karier begitu diskriminatif. Kesenjangan persyaratan hakim agung karier dan nonkarier inilah yang dipersoalkan. Hakim karier merasa persyaratan jadi hakim agung lebih sulit dibandingkan hakim nonkarier.

Soal rendahnya kepercayaan publik kepada MA bukanlah isapan jempol. Sejumlah survei mengindikasikan itu. Ahli hukum Gary Goodpaster dalam Law Reform in Developing and Transitional State mengatakan, "Sistem hukum Indonesia tidak bisa dipercaya, tidak dapat digunakan untuk menghasilkan keputusan jujur, tetapi boleh jadi bisa dipercaya untuk melindungi kegiatan korup."

Uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan hak Binsar dan Lilik. Namun, yang perlu dipahami, eksistensi hakim nonkarier adalah amanat reformasi dan merupakan kesepakatan pemerintah dan DPR. Masuknya hakim nonkarier merupakan langkah koreksi pemerintah dan DPR waktu itu terhadap perilaku kekuasaan kehakiman yang tingkat kepercayaan publiknya rendah. Waktu itu hadirlah darah segar, ahli hukum, masuk ke MA, seperti Prof Muladi, Abdul Rachman Saleh, Artidjo Alkostar, Bagir Manan, dan Gayus Lumbuun. Kehadiran mereka memberikan harapan baru pada kekuasaan peradilan.

Semangat kebatinan ini seharusnya dipahami kalangan hakim. Adalah kenyataan, sosok Artidjo Alkostar—dengan segala kontroversinya—termasuk sosok hakim agung yang mendapat tempat di masyarakat. Ia punya komitmen dalam kasus korupsi dan narkotika.

Langkah mengajukan uji materi bukanlah jawaban tepat untuk merespons praktik jual beli perkara di pengadilan. Namun, karena langkah itu telah diambil, biarlah MK memutuskannya. Akan tetapi, pada sisi lain kita mau mendorong DPR segera menuntaskan RUU Jabatan Hakim yang mudah-mudahan bisa menjawab praktik jual beli putusan di pengadilan dan menumbuhkan kembali kepercayaan publik kepada pengadilan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Juli 2016, di halaman 6 dengan judul "Melawan Jiwa Reformasi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger